Pebisnis Myanmar Tolak RUU Baru Kreasi Junta Militer

Sabtu, 13 Februari 2021 – 22:54 WIB
Pengunjuk rasa menggelar aksi protes terhadap kudeta militer di Kota Yangon, Myanmar, Sabtu (6/2/2021). Mereka menuntut pembebasan pemimpin terpilih Myanmar Aung San Suu Kyi. Foto: ANTARA/REUTERS/Stringer/wsj

jpnn.com, NAYPIDAW - Sejumlah 50 bisnis di Myanmar bersama-sama mengkritik rancangan undang-undang (RUU) baru tentang keamanan dunia maya yang diusulkan oleh pihak junta militer Myanmar.

Kelompok bisnis Myanmar mengatakan bahwa RUU Keamanan Dunia Maya itu akan melanggar hak asasi manusia, melanggar privasi data, dan membatasi inovasi.

BACA JUGA: Investigator PBB Pegang Setumpuk Bukti Kekejaman Militer Myanmar

Beberapa perusahaan internet dan organisasi masyarakat sipil terbesar di dunia juga telah memberikan peringatan atas rancangan undang-undang tersebut, yang diedarkan ke perusahaan telekomunikasi pada pekan ini setelah tentara merebut kekuasaan dari pemerintah sipil Myanmar dalam kudeta 1 Februari.

Pemerintah belum memberi komentar apa pun tentang RUU atau kritik tersebut.

BACA JUGA: Mengaku Ingin Bangun Demokrasi, Militer Myanmar Vonis Ribuan Demonstran Antikudeta

"RUU itu memasukkan klausul terbuka yang secara serius melanggar hak asasi manusia," kata kelompok bisnis Myanmar dalam sebuah pernyataan.

Banyak dari kelompok bisnis yang menyampaikan kritik terhadap RUU itu adalah perusahaan teknologi.

BACA JUGA: Temukan Banyak Kebohongan, Facebook Batasi Konten Bikinan Militer Myanmar

Mereka mengatakan RUU itu membatasi hak untuk membuka inovasi di sektor wirausaha, sektor teknologi informasi, dan sektor bisnis lainnya.

Salinan naskah RUU tersebut mencantumkan bahwa tujuan RUU itu termasuk melindungi publik dan mencegah kejahatan dan kerugian negara.

Berdasarkan RUU dunia maya itu, para penyedia internet harus mencegah atau menghapus konten yang dianggap menyebabkan kebencian, menghancurkan persatuan dan ketenangan, baik berupa berita atau rumor yang tidak benar atau tidak sesuai dengan budaya Myanmar.

Lebih dari 160 organisasi masyarakat sipil Myanmar telah mengkritik nasakah RUU keamanan dunia maya tersebut, seperti halnya Asia Internet Coalition, yang anggotanya termasuk Apple, Facebook, Google dan Amazon.

Junta Myanmar melarang Facebook dan Twitter beroperasi setelah kedua layanan jejaring sosial itu dianggap menjadi platform bagi para pengkritiknya, tetapi gagal memadamkan protes.

Myanmar adalah salah satu negara paling terisolasi di dunia di bawah kekuasaan militer dari 1962 hingga 2011. Pada 2011, pemerintah semi sipil Myanmar memulai liberalisasi. (ant/dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler