jpnn.com - BULU - Meski dianggap memiliki kualitas yang cukup baik, namun beras lokal yang dihasilkan oleh para petani asal Kabupaten Temanggung dianggap belum mampu bersaing dengan produk luar. Harga menjadi masalah yang paling utama.
Menurut pengelola UD Selamet Mulyo, penggilingan gabah yang berlokasi di Desa Campursari, Kecamatan Bulu, Siti Sumariyah (55), harga beras lokal saat ini rata-rata untuk kualitas sedang (jenis Ciliwung) Rp 8.500 sampai Rp 8.800 per kilo, dan kualitas tertinggi (jenis Ciherang) Rp 9.000 per kilo.
BACA JUGA: Gawat! Vietnam Mulai Ambil Alih Posisi Indonesia
Kisaran ini lebih tinggi dari dibandingkan beras asal daerah lain, terutama kawasan pesisir Jawa Tengah seperti Kutoarjo dan Cilacap. Akibatnya, permintaan beras lokal jauh dibawah beras asal luar daerah. “Padahal beras Temanggung itu enak, pulen. Tapi hanya karena harga yang lebih mahal, justru masyarakat lebih memilih beras luar daerah yang menurut saya kurang enak. Lebih lembek bahkan akas,” ujarnya, Minggu (10/1).
Ia menambahkan, untuk mengakali penumpukan stok beras lokal, para pedagang besar lebih memilih memangkas harga agar tidak terpaut jauh dari beras luar daerah. Tujuannya agar dilirik oleh konsumen.
BACA JUGA: Empat Ribu Perusahaan Asing Tunggak Pajak, Pemerintah kok Malah Ajukan Tax Amnesty?
Akan tetapi, upaya ini juga terganjal oleh masih tingginya harga beli gabah kering siap giling dari para petani yang menembus Rp 5.000 per kilo sehingga memaksa mereka memutar otak agar tidak merugi.
“Gimana lagi memang keadaan pasar seperti ini. Tapi kalau terus terusan kita juga bisa rugi, biaya operasionalnya saja tinggi. Maka dari itu kami berharap pemerintah bisa memberikan solusi,” keluhnya.
BACA JUGA: Keren Banget! Program Bupati Kudus Dipilih Jokowi jadi Pilot Project
Sementara itu, menurut salah satu pedagang gabah, Rahmat Hidayat (51) asal Depokharjo, Kecamatan Parakan, pada bulan Januari 2015 ini harga gabah mengalami penurunan sekitar Rp200 per kilo untuk tiap jenis dibanding bulan Desember 2015 kemarin.
Saat ini harga gabah jenis merah Rp 4.000 per kilo, Ciliwung Rp 4.800 per kilo, dan Ciherang Rp 5.200 per kilo. Namun demikian, pihaknya juga merasa kesulitan mendapat pasokan gabah dari para petani lantaran belum memasuki musim panen yang baru akan jatuh pada bulan Pebruari mendatang.
Hal tersebut kian diperparah dengan cuaca ekstrim, baik hujan deras maupun angin kencang yang berpotensi merusak lahan pertanian serta kualitas gabah itu sendiri. “Kalau cuaca bagus biasanya saya bisa dapat gabah sekitar tiga ton. Tapi sekarang hanya dua ton saja. Cuaca seperti ini mengakibatkan isi dan bobot gabah turun dua puluh persen,” bebernya. (riz/dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Haduhhh... Sudah 5 Hari Bandara Ini Lumpuh
Redaktur : Tim Redaksi