jpnn.com - JAKARTA - Dokumen pemecatan Letjen Prabowo Subianto oleh Dewan Kehormatan Perwira (DKP) 1998 silam memang sudah beredar luas di dunia maya. Para pegiat HAM pun mendesak agar pemerintah dan TNI mengungkap dan membuka seluas-luasnya dokumen pemecatan tersebut. Tujuannya agar publik mengetahui apa yang sebenarnya terjadi hingga mantan Danjen Kopassus yang maju sebagai calon presiden itu dipecat dari ABRI.
Al Araf mendesak Presiden Susilo Bambang Yuhoyono yang saat itu ikut juga meneken dokumen pemecatan Prabowo memerintahkan Panglima TNI Jenderal Moeldoko untuk membuka dokumen DKP.
BACA JUGA: Kurang Persiapan, Prabowo Dinilai Emosional Ditanya JK
Menurutnya, pernyataan Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) Letjen (Purn) Marciano Norman bahwa dokumen pemecatan Prabowo bersifat rahasia, sehingga tidak boleh diketahui masyarakat adalah salah.
"Dokumen DKP itu bukan termasuk kategori Pasal 17 dalam UU Keterbukaaan Informasi Publik yang bersifat rahasia negara. Karena dokumen DKP tidak termasuk informasi yang bersifat strategis," kata Al Araf dalam jumpa pers di kantor YLBHI, Jakarta, Selasa (10/6).
BACA JUGA: Cari Masukan, Menteri Agama Datangi KPK
Al Araf tak sendiri saat menggelar konferensi pers. Dia juga didampingi beberapa para pegiat HAM. Di antaranya Ketua Setara Institute Hendardi, aktivis Human Rights Working Group Rafendi Djamin, Direktur Imparsial Poengky Indarti dan Sumarsih. Selain itu juga ada korban dan keluarga korban pelanggaran HAM.
Sebelumnya, di Istana Negara, Jakarta, Senin (9/6) Marciano mengatakan bahwa dokumen pemecatan Prabowo seharusnya tetap disimpan di Mabes TNI. Tapi menurut Al Araf, dokumen tersebut layak dibuka lantaran tidak mengancam keselamatan bangsa, mengganggu stabilitas nasional, apalagi mengganggu keamanan nasional.
BACA JUGA: Ini Kata SBY soal Kisruh Pemecatan Prabowo
Kata dia, dalam UU Keterbukaan Informasi Publik Bab V terutama Pasal 17 dijelaskan informasi publik harus dibuka ke publik kecuali informasi tersebut jika dibuka dan diberikan kepada publik dapat menghambat proses penegakan hukum dan mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana-rencana yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional.
Selain itu, bunyi Pasal 17 juga menegaskan, informasi publik harus dibuka atau diketahui masyarakat selama tidak berisi informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara sehingga membahayakan pertahanan dan keamanan negara. "Nah, kalau dokumen pemecatan Prabowo tidak termasuk dalam kategori yang termasuk dalam Pasal 17 itu," kata dia.
Apalagi, kata Al Araf, dokumen DKP berisi keputusan untuk pemecatan Prabowo karena berdasarkan hasil penyelidikan, Prabowo terbukti memerintahkan Tim Mawar dan Merpati dari Kopassus TNI Angkatan Darat untuk melakukan penculikan aktivis pada 1997-1998. (jpnn) (mas)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Elektabilitas Prabowo Naik Pesat, Jokowi Masih di Atas
Redaktur : Tim Redaksi