Lebih dari seribu pengunjuk rasa yang sebagian besar anti-vaksinasi memadati pusat kota Melbourne, Australia, hari Kamis (21/09).
Polisi dikerahkan untuk mengawasi pengunjuk rasa yang kebanyakan adalah pekerja konstruksi atau 'tradie'.
BACA JUGA: Australia Berusaha Menenangkan Negara ASEAN yang Khawatir soal Armada Kapal Selam Bertenaga Nuklir
Mereka awalnya berkumpul di luar markas Serikat Pekerja Konstruksi, Kehutanan, Maritim, Pertambangan dan Energi (CFMEU) kemudian bergerak menuju Gedung Parlemen.
Unjuk rasa terjadi setelah pekerjaan konstruksi dihentikan selama dua minggu mengikuti aturan pembatasan yang diumumkan semalam.
BACA JUGA: Kisah 2 Polwan Cantik Bripda Debi & Bripda Khalda, Awalnya Takut
Beberapa dari pengunjuk rasa membawa spanduk bertuliskan "kebebasan", sementara yang lain menyanyikan lagu kebangsaan dan meneriakkan "f*** the jab", atau persetan vaksinasi.
Segelintir peserta mengaku jika mereka adalah anggota serikat buruh yang menentang kewajiban vaksinasi.
BACA JUGA: Irjen Iqbal Menyerahkan Bantuan Jenderal Listyo untuk NTB
Polisi mengatakan seorang jurnalis dan tiga anggota polis terluka dalam unjuk rasa tersebut.
Pihak kepolisian juga mengatakan 44 orang pengunjuk rasa telah ditangkap dan kemudian jumlahnya akan bertambah. Reporter dikencingi, dilempari kaleng minuman
Selama unjuk rasa, reporter TV Channel 7 Paul Dowsley diserang secara fisik beberapa kali oleh pengunjuk rasa.
Dia dilempari sekaleng minuman ke bagian kepalanya saat sedang melaporkan kejadian di depan kamera.
"Saya dicekik di leher, saya terkena air seni, dan sekarang saya dilempari sekaleng minuman energi," katanya.
Kepala Paul yang berdarah juga sempat ditampilkan di kamera.
Pemerintah Victoria mencatat adanya 443 kasus aktif COVID-19 di 186 lokasi konstruksi.
Bendahara Negara Bagian Victoria Tim Pallas mengatakan 50 persen dari lokasi konstruksi yang diperiksa telah diketahui tidak memenuhi persyaratan di tengah pandemi, itulah yang memicu keputusan agar sektor konstruksi ditutup karena bisa mengancam kesehatan masyarakat.
"Industri ini tidak boleh kembali menggunakan cara yang selama ini dilakukan … karena mengancam kesehatan masyarakat." Keberatan dengan wajib vaksinasi
Aksi unjuk rasa terorganisir ini juga menjadi bentuk penentangan terhadap Pemerintah Victoria yang mengharuskan semua pekerja konstruksi divaksinasi minimal satu dosis.
Tadi malam, Tim Pallas mengatakan keputusan untuk menutup lokasi konstruksi di Melbourne, Ballarat, Geelong, Mitchell dan Surf Coast selama dua minggu merupakan tanggapan atas "ketidakpatuhan yang meluas" dalam industri tersebut.
Pemerintah juga mengutip "perilaku yang mengancam keselamatan di lokasi dan di jalan" sebagai alasan lain di balik keputusannya.
Pagi ini, Ketua CFMEU John Setka mengatakan yakin pengunjuk rasa yang turun ke jalan dan melakukan aksi kekerasan hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan anggota serikat pekerja.
"Ada beberapa anggota serikat dalam unjuk rasa itu, tetapi secara keseluruhan, mereka bukan yang paling banyak," katanya.
John mengatakan "pengunjuk rasa profesional" yang berkumpul di depan kantor CFMEU hari Senin kemarin adalah mereka yang terlibat dalam bentrokan dengan polisi di daerah Richmond akhir pekan lalu.
Dia mengatakan tindakan orang-orang yang sebagian besar justru bukan anggota serikat pekerja atau pekerja konstruksi ini telah menyebabkan ditutupnya industri tersebut.
"Kami telah menjaga industri ini agar berjalan dengan aman sejak COVID menyerang dan berusaha agar semua anggota kami bisa bekerja," katanya.
"Sekarang, berkat ulah segelintir 'orang bodoh yang mabuk', lebih dari 300.000 pekerja harus dirumahkan dua minggu ke depan. Sangat mengecewakan," katanya.
John mengatakan dia tidak pernah mendukung kewajiban untuk vaksinasi, tetapi serikat pekerjanya pro-vaksinasi.
"Kami menyiarkan iklan di radio yang mendorong anggota kami untuk pergi menemui dokter umum, jika memiliki kekhawatiran, supaya bisa divaksinasi," katanya.
Walau demikian, dia menekankan pentingnya "menghormati hak-hak orang yang benar-benar punya alasan untuk tak divaksinasi".
"Daripada memaksa orang untuk divaksinasi, lebih baik kita perlahan-lahan berbicara dengan mereka dan mencoba meyakinkan mereka," kata John.
Dia mengatakan larangan masuk kerja bagi pekerja yang tidak mau divaksinasi adalah "kekerasan" dan dia tidak mendukungnya.
Pemimpin Oposisi Victoria, Matthew Guy mengatakan Pemerintah harus mencoba melakukan tes COVID-19 di lokasi pembangunan konstruksi daripada menutup industri yang menimbulkan kerugian miliaran dolar seminggu.
"Dalam situasi seperti ini, pemimpin serikat pekerja dan pemerintah perlu duduk dan meredakan situasi, serta lebih penting lagi menyediakan alat tes di lokasi konstruksi sehingga kita dapat mengetahui lokasi mana yang bermasalah dan segera menutupnya," ujarnya. Penutupan didukung, meski pahit
Dirut Asosiasi Perusahaan Konstruksi di Victoria, Rebecca Casson, menggambarkan penutupan industri konstruksi sebagai "pukulan pahit" tetapi pihaknya dapat memahaminya.
Dia mengatakan unjuk rasa itu sangat membuat frustrasi pelaku industri yang berusaha melakukan hal yang benar.
Asosiasi tersebut juga mendukung pemeriksaan kepatuhan terhadap protokol COVID-19.
"Semua organisasi yang tak melaksanakan aturan harus dimintai pertanggungjawaban karena tindakan mereka berisiko menutup seluruh industri kita," kata Rebecca.
Organisasi tersebut juga mendukung aturan kewajiban vaksinasi yang diterapkan oleh pemerintah.
Rebecca yakin semua pekerjanya bisa mendapatkan dosis pertama vaksinasi dalam dua minggu ke depan sebelum kembali bekerja. Ada yang bawa kertas mendukung NAZI
Anggota parlemen dari Partai Buruh, Bill Shorten mengecam sejumlah oknum yang menurutnya berpura-pura sebagai pekerja dan membantu menyelenggarakan aksi protes hari Senin lalu.
Bill mengatakan "orang-orang yang menyebut dirinya NAZI" telah menggunakan sistem pesan terenkripsi untuk mengumpulkan orang.
"Beberapa orang dari kerumunan itu adalah pekerja konstruksi, tetapi yang lain yang adalah pekerja palsu," ucap mantan pemimpin oposisi Australia ini.
"Mereka pergi ke toko barang bekas dan membeli rompi seharga A$2 [Rp20 ribu] agar dapat berpura-pura sebagai pekerja konstruksi," katanya.
Bill mengatakan walau tidak ada orang yang ingin melihat industri tutup, masih ada segelintir orang dalam industri ini yang justru bertindak menghambat pembukaan kembali kegiatan konstruksi.
Diproduksi oleh Natasya Salim dari laporan dalam bahasa Inggris
BACA ARTIKEL LAINNYA... Inilah Fakta Tentang Australia yang Mengejutkan Pendatang