jpnn.com, JAKARTA - Sebanyak 57 persen perusahaan di Indonesia telah mencapai kemapanan tingkat lanjut dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Pasifik dan Jepang (APJ) dengan rata-rata 38 persen.
Hal itu merupakan hasil dari studi global yang dilakukan CA Technologies (NASDAQ: CA) tentang praktik-praktik Agile dan DevOps serta dampak bisnis.
BACA JUGA: Rektor IPB Dorong Pengusaha Usung Green Practice
Adopsi DevOps tingkat lanjut di Indonesia juga melampaui pasar di negara-negara maju di kawasan ini, termasuk Australia (47 persen), Hong Kong (33 persen), Singapura (27 persen), dan Jepang (24 persen).
Namun, perusahaan-perusahaan di Indonesia masih tertinggal dari segi kematangan dalam hal Agile.
BACA JUGA: Telkomsel Transformasi ke Digital Telco
Hanya 22 persen organisasi/perusahaan di Indonesia yang menerapkan Agile selain dalam pengembangan merupakan yang terendah di APJ.
Selain itu, dibandingkan dengan pasar lain di kawasan ini, Indonesia memiliki jumlah organisasi paling banyak yang sama sekali tidak menerapkan metodologi Agile.
BACA JUGA: Ternyata, Ngeri Banget Dampak Kecanduan Chatting dan Game
Bisnis di Indonesia yang disurvei menyatakan bahwa integrasi alat, kurangnya keterampilan, pengetahuan yang ada dalam organisasi, serta kendala anggaran sebagai hambatan utama yang mencegah mereka memanfaatkan sepenuhnya pengembangan dan metodologi Agile.
Menariknya, walaupun tingkat implementasi Agile tingkat lanjut mungkin rendah, sejumlah besar organisasi di seluruh Indonesia (91 persen) setuju bahwa Agile dan DevOps sangat penting untuk strategi transformasi digital yang sukses. Kenyataannya, organisasi-organisasi di Indonesia yang telah menerapkan Agile, DevOps atau keduanya, melaporkan peningkatan yang tinggi.
Yakni, sebesar 50 persen atau lebih dalam berbagai bidang termasuk produktivitas karyawan, kualitas aplikasi dan pengembangan proses, pertumbuhan bisnis baru, biaya terkait TI dan lainnya.
"Jelas bahwa transformasi digital adalah kenyataan yang perlu dipikirkan oleh setiap bisnis untuk kesiapan mereka di masa depan," kata Wakil Presiden ASEAN dan Cina, CA Technologies Nick Lim, Rabu (10/5).
"Penelitian kami telah menunjukkan bahwa organisasi sangat menyadari fakta bahwa mereka harus 'bergerak untuk berubah' yang berarti cukup Agile untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan pasar jika mereka ingin menang dalam era ekonomi aplikasi saat ini,” imbuhnya.
Accelerating Velocity and Customer Value with Agile and DevOps, mengikutsertakan 1.770 eksekutif bisnis dan TI senior di seluruh dunia.
Di antaranya 799 dari APJ, tentang sikap mereka terhadap praktik-praktik Agile dan DevOps serta dampak yang mereka lihat dan rasakan terhadap bisnis mereka.
Dengan studi yang menunjukkan korelasi langsung antara teknologi dan alat dengan manfaat bisnis yang nyata, organisasi-organisasi di APJ banyak mendapat keuntungan dari penerapan Agile dan DevOps secara luas.
Terutama jika mereka melangkah lebih jauh untuk menggabungkannya dengan menambahkan DevOps ke dalam lingkungan Agile.
Telaah dari penelitian ini menunjukkan bahwa menggabungkan kedua praktik tersebut akan menghasilkan keuntungan bisnis yang signifikan.
Implementasi secara bersamaan akan menghasilkan dampak yang lebih besar. Dibandingkan dengan yang hanya menggunakan metodologi Agile, organisasi yang disurvei di APJ dan telah mengadopsi praktik Agile dan DevOps menunjukan hal positif.
Yakni, eningkatan pertumbuhan bisnis baru sebesar 86 persen, peningkatan efisiensi operasional sebesar 65 persen, dan eningkatan efisiensi biaya terkait TI dengan tambahan 135 persen dibandingkan dengan yang hanya melakukan praktik Agile.
"Hasil dari penelitian kami sangat jelas, memadukan paradigma DevOps dengan praktik Agile memberikan keunggulan kompetitif bagi organisasi dari semua ukuran dengan peningkatan produktivitas dan kepuasan karyawan yang akhirnya akan menghasilkan basis pelanggan yang setia," tambah Lim. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mahasiswi Cantik Ini Sudah Punya 60 Karyawan
Redaktur & Reporter : Ragil