jpnn.com - SAMARINDA – Teror bom di Gereja Oikumene, Kelurahan Sengkotek, Loa Janan Ilir, Minggu (13/11) ternyata sempat diwaspadai warga.
Warga di Sengkotek bahkan telah mewanti-wanti aksi teror di lingkungan mereka.
BACA JUGA: Sepakat Berdamai, Panah Dilepas, Batu pun Dibakar
Ketua RT 03, Kelurahan Sengkotek Sandi Santoso membenarkan bahwa informasi itu dia terima sejak kedatangan Juhanda sekitar dua tahun lalu.
Juhanda juga yang melapor kepadanya mengenai keterlibatan dalam kerusuhan Poso.
BACA JUGA: Jejak Juhanda, dari Lapas Tangerang Hingga Mengebom Gereja di Samarinda
“Kami langsung waspada. Sejak saat itu, kami terus memantau dan menjaga tempat ibadah di sini,” bebernya.
Dalam berbagai pengamatan, Sandi mengatakan, Juhanda terlihat baik dan mengaku sudah tobat.
BACA JUGA: Detik-detik Pelaku Bom Gereja Dikepung, Dihajar di Perahu
Dia pun bekerja sebagai penjual ikan. “Meskipun orang itu sedikit tertutup,” jelasnya.
Selama 36 tahun tinggal di Sengkotek, Sandi menuturkan, baru kali ini terjadi hal mengerikan seperti itu. “Saya benar-benar kecolongan,” lanjutnya.
Biasanya, setiap ada ibadah, dia selalu berdiri di seberang jalan gereja bersama Babinkamtib dan Babinkamtibmas.
Tetapi tidak pada Minggu kemarin. Dirinya kaget lantaran menerima kejadian tragis tersebut melalui orang lain.
Ketika sampai di lokasi, kerumunan warga telah ramai. Pengeboman gereja kemarin bertepatan dengan pembukaan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) III Korpri Nasional tadi malam.
Tempat ibadah yang dijadikan sasaran bom merupakan gereja tua.
Gereja Oikumene dibangun pada 1981 merupakan wadah beribadah empat jemaat dari gereja yang berbeda.
Umat yang memakai gereja itu yakni Gereja Jemaat Kristus Indonesia (GJKI), Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Gereja Pantekosta di Indonesia (GPDI), dan Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII).
Dalam sepekan, selalu ada yang menggunakan Gereja Oikumene untuk beribadah. “Minggu yang paling banyak,” terang Pendeta Simeon dari GPDI.
Ibadah pertama pada ahad pagi diawali GKJI dari pukul 06.00–07.30 Wita.
Diikuti HKBP pada pukul 08.00–10.00 Wita lalu GPDI. Total jemaat mencapai ratusan orang.
Kewaspadaan terhadap Juhanda juga diakui Kapolresta Samarinda Kombes Pol M Setyobudi.
Selepas kejadian, dia menyebutkan bahwa Juhanda sudah dipantau sejak setahun terakhir.
“Kami mendapat informasi pelaku pernah terlibat dalam Bom Buku di Jakarta,” terangnya.
Kapolda Kaltim Irjen Pol Safaruddin yang juga datang ke lokasi kejadian turut menyayangkan peristiwa itu.
“Kami belum mengetahui motifnya. Kami dalami terlebih dahulu,” ucapnya.
Dirinya meminta tempat ibadah serta tempat keramaian dijaga.
“Kewaspadaan di kantor polisi juga harus ditingkatkan,” ingatnya.
Kapolda menjelaskan, bom yang meledak termasuk molotov. Bom yang meneror jemaat gereja tergolong berdaya ledak rendah.
Hal ini dilihat dari dampak kerusakan yang ditimbulkan.
“Saya sampaikan, ini murni tindakan kriminalitas dan tidak ada kaitan dengan aksi 4 November. Murni jaringan teroris,” tegasnya.
Dia meminta masyarakat bekerja sama dengan kepolisian. Kalau mengetahui orang baru yang mencurigakan, segera dilaporkan.
Dia menekankan, TNI dan Polri akan bersinergi mengamankan kawasan yang dianggap rawan.
Densus 88 juga diturunkan mengingat aksi teror ini tidak main-main. Pelaku langsung menyasar tempat ibadah.
Beredar spekulasi bahwa pelaku tak melancarkan aksinya sendirian. Termasuk kaitan dengan jaringan terorisme internasional seperti ISIS.
Safaruddin enggan memberikan keterangan lebih jauh. Dia berjanji menyampaikan hasil penyelidikan kepada media.
Sementara itu, dari kalangan gereja di Loa Janan Ilir, Yohanes Da Silva menyayangkan kejadian tersebut.
Dirinya menganggap Kaltim khususnya Samarinda dikenal dengan toleransi beragama yang luar biasa.
Wakil Ketua Komisi Hukum DPR RI Desmond Junaidi Mahesa juga meminta semua pihak tak menuding terlebih dahulu.
Bisa saja, pelaku dalam menjalankan aksi karena terdorong benci kepada golongan tertentu atau diperalat orang lain.
“Kejadian seperti ini biasanya tak berdiri sendiri. Harus hati-hati menyikapinya,” ucap legislator Kaltim periode 2009-2014 itu.
Desmond menilai, teroris di Indonesia tak punya alasan kuat seperti sentimen agama untuk menyebar aksi teror.
Sementara alasan pelaku diperalat bisa muncul mengingat kondisi politik dan keamanan Indonesia selama dua pekan terakhir terus menghangat setelah demonstrasi besar-besaran di Jakarta.
“Mungkin bisa juga dia (pelaku) dibayar,” ucap politikus Gerindra yang kini mewakili Provinsi Banten itu. (ypl/pra/nyc/dq/fel/rom)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Speed Boat Angkut 29 Penumpang Alami Tabrakan Hebat
Redaktur : Tim Redaksi