Pelaku IHT Minta Pemerintah Menunda Kenaikan Cukai

Jumat, 25 November 2022 – 23:45 WIB
Ilustrasi - Cukai rokok. Foto: Humas Bea Cukai

jpnn.com, JAKARTA - Para Pelaku industri hasil tembakau (IHT) meminta pemerintah meninjau kembali kebijakan kenaikan cukai rokok 2023 dan 2024 rata-rata sebesar 10 persen lebih.

Selain kondisi ekonomi masyarakat masih sangat berat sebagai dampak dari kenaikan bahan bakar minyak (BBM), dan pendemi Covid 19 yang belum reda, juga karena saat ini sudah masuk resesi ekonomi dunia.

BACA JUGA: Pemerintah Naikkan Cukai, Pakar Khawatir soal Persaingan Usaha

Ketua Gabungan produsen rokok putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wahyudi menuturkan situasi ini sangat beda dari yang normal.

"Pandemi belum selesai, masih ada saja kasus baru (terinfeksi Covid 19 yang jumlahnya mencapai) 6000-7000 kasus. Saya benar-benar tidak tahu, apakah memang IHT ini sudah tidak diperhatikan (pemerintah)? Yang jelas, kalau tidak diperhatikan, kontribusi IHT kepada penerimaan negara itu kan lebih dari 10 persen. Cukainya saja tahun ini diperkirakan lebih dari Rp 200 triliun," ujar Benny Wahyudi.

BACA JUGA: Pupuk Kaltim Tanam Ribuan Bibit Mangrove dan Media Transplantasi Terumbu di Maratua

Hal yang sama disampaikan Ketua Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) Heri Susianto.

Menurutnya, Kebutuhan akan pemasukan negara ini sangat luar biasa. Tahun 2022 target cukai rokok itu sekitar Rp 203 triliun.

BACA JUGA: Orang Muda Ganjar di Probolinggo Gelar Festival Budaya Rakyat & Klinik Kesehatan Gratis

Kenaikan cukai rokok itu memang untuk memenuhi kebutuhan keuangan negara. Sehingga lima tahun terakhir ini kenaikan cukai rokok langsung diputuskan Presiden.

Dewan Perwakilan Rakyat menurut Heri Susianto sudah mengajukan kenaikan cukai rokok di angka 7%.

Namun keputusan tetap di tangan presiden sehingga pemerintah tetap menaikkan cukai di angka 10% lebih. Untuk SKM sendiri misalnya golongan 2 itu naik 17,5%, kedua untuk SKT sendiri kenaikannya hanya 5%.

Menurut Heri Susianto, alasan  yang dikemukakan Menterian Keuangan  atas kenaikan cukai rokok  sangat tidak masuk akal. Yakni, kenaikan cukai rokok dikarenakan fokus pemerintah terhadap prevalansi merokok, yang turun menjadi 8% dari sebelumnya di angka 9%.

"Padahal prevalansi merokok ini sangat dipengaruhi oleh preferensi dan perpindahan atas pilihan rokok ke golongan layer yang lebih murah, terlebih lagi rokok polos atau illegal atau tanpa cukai,” sebutnya.

Bagi Gaprindo, menurut Benny kenaikan cukai rokok tahun ini terlalu tinggi. Karena kenaikan ini sudah dari tahun ke tahun naiknya dari 2020, 2021, 2022  dan selalu tinggi kenaikannya. Ini mengakibatkan produksi kita menurun.

Benny Wahyudi menjelaskan, dengan adanya kebijakan kenaikan cukai rokok di atas 10 persen yang kembali akan diberlakukan Pemerintah di tahun 2023 dan 2024, kemungkinan besar akan semakin menurunkan jumlah produksi rokok putih.

Oleh karena itu, pihaknya berharap pemerintah merubah kebijakannya, untuk tidak menaikan cukai rokok pada 2023 dan 2024.

Jika pemerintah terus mengeluarkan kebijakan menaikan cukai rokok, tidak menutup kemungkinan IHT di tanah air akan mengalami kematian di masa mendatang.

Selain pengurangan pegawai, pihak industri rokok juga dipastikan akan mengurangi pembelian tembakau dari para petani di tanah air.

Hal ini karena pihak produsen rokok juga mengurangi produksi rokoknya.

Agar tidak terjadi pengurangan pegawai dan pembelian tembakau dari para petani, Gaprindo berharap pemerintah memberikan kemudahan, sekaligus memfasilitasi untuk program dan proses eksport produk rokok tanah air ke berbagai negara.(chi/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendorong Indonesia Menuju Pusat Industri Halal Dunia


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler