Pelaku Industri dan Pengemudi Truk Minta Zero ODOL Diundur ke 2025

Sabtu, 17 Desember 2022 – 17:18 WIB
Saat polisi menindak pelanggar ODOL di jalur Denpasar - Gilimanuk, Kamis (17/02/2022). ANTARA/HO.

jpnn.com, JAKARTA - Para pelaku industri, dan para pengemudi truk meminta rencana pelaksanaan Zero Over Dimension Over Load (ODOL) pada Januari 2023 diundur.

Permintaan ini juga mendapat dukungan dari Komisi V DPR RI dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

BACA JUGA: APINDO Ungkap Dampak Penerapan Zero ODOL di 2023, Mengkhawatirkan!

Menurut mereka, pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) belum memiliki kesiapan, baik dari segi sarana dan prasarana untuk menopang pelaksanaan Zero ODOL tersebut.

Hal ini terungkap dalam dalam sebuah webinar dengan topik "Pelaksanaan Zero ODOL 2023 Perlu Pertimbangkan Dampak Ekonomi dan Sosial?" yang diselenggarakan Orbit Indonesia di  Jakarta,  Kamis (15/12).

BACA JUGA: Pascakenaikan BBM, Pasar Makin Sepi, Apalagi Jika Zero ODOL Diterapkan, Pedagang Pusing

Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Gerindra, Sudewo, yang menjadi salah satu pembicara dalam acara ini mengatakan pemerintah belum memiliki kesiapan untuk melaksanakan Zero ODOL pada tahun 2023 mendatang.

Menurutnya, hal itu terlihat dari masih banyaknya keberatan dari para stakeholder yang merasa belum siap untuk melaksanakan Zero ODOL pada 2023.

BACA JUGA: Sebelum Pemerintah Menerapkan Zero ODOL, Selesaikan Dulu Carut Marut Status dan Fungsi Jalan

"Saya melihat Kemenhub belum melakukan survei yang mendetail terhadap dampak yang ditimbulkan Zero ODOL ini," ujarnya.

Dia mengutarakan Kemenhub sepertinya belum menghitung ulang berapa ongkos transportasi distribusi barang atau ongkos logistik yang harus dikeluarkan akibat dari kebijakan Zero ODOL ini.

Kemenhub juga belum menghitung berapa banyak kendaraan yang bertambah belum memperhitungkan kapasitas jalan yang ada, apakah bisa menampung jumlah kendaraan yang makin banyak akibat kebijakan Zero ODOL. 

"Kalau ini tidak dilakukan, saya yakin pelaksanaan Zero ODOL pada 2023 nanti akan menimbulkan persoalan baru yang memaksa pemerintah untuk memperlebar jalan dengan konstruksi yang speknya angkutan barang. Ini biayanya tidak murah dan akan menambah pengeluaran APBN kita. Sementara, pos APBN kita saat ini tidak begitu bagus,” ungkapnya.

Dari sisi ekonomi, dia juga belum melihat Kemenhub mempertimbangkan akan terjadinya kenaikan barang akibat kebijakan Zero ODOL yang diterapkan itu yang secara otomatis akan menaikkan angka inflasi.
 
Jangan sampai dengan niat baik Zero ODOL yang bertujuan untuk mengurangi resiko kemacetan lalu lintas dan mengurangi resiko kerusakan jalan, tetapi dampak yang ditimbulkan justru malah lebih besar daripada yang sekarang ini berjalan.

"Untuk itu, saya meminta kepada pemerintah agar penerapan Zero ODOL di awal tahun 2023 ini layak untuk dipertimbangkan kembali atau kalau bisa ditunda pelaksanaannya,” katanya.
 
Hal senada juga disampaikan pembicara lainnya, Binoni Tio A. Napitupulu, Direktur Ketahanan dan Iklim Usaha Industri Kemenperin.

Dia menegaskan bahwa kebijakan ini dapat menyumbang inflasi 1 hingga 1,5 persen. Kemenperin setuju terhadap penerapan Zero ODOL, namun untuk penegakan hukumnya perlu juga melihat  dampak-dampaknya.

“Kami sepakat bahwa Zero ODOL sangat baik. Namun, ada hal yang memang perlu kita antisipasi dengan merelaksasi kebijakan ini. Hal itu disebabkan peran logistik sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi kita,” tukasnya.
 
Sektor industri sebenarnya sudah menyiapkan diri terkait kebijakan ODOL  ini. Namun, katanya, ketika industri sudah melakukan perencanaan-perencanaan yang disesuaikan penganggaran dan peraturan, terjadi pandemi Covid-19 yang memukul industri kita secara luar biasa.

“Kita tahu efeknya juga sampai saat ini masih terasa dan industri masih dalam tahap pemulihan dari kehilangan yang cukup banyak di awal 2020 lalu,” tuturnya.
 
Karenanya, dia berharap penerapan Zero ODOL ini dapat diimplementasikan secara serentak dengan pemilihan target sektor secara bertahap. “Kami mendukung penerapannya, namun akan perlu dilakukan pemilihan dari sektor, dan sektor itu dilakukan secara bertahap.

“Maka besar harapan kami jika Zero ODOL ini dilakukan tentunya dengan persiapan yang lebih sempurna. Industrinya juga agar dapat disiapkan dulu baru mungkin dapat dilaksanakan Zero ODOL ini,” cetusnya.
 
Para pelaku industri dan pengemudi truk juga menyampaikan suara serupa, yaitu meminta Kemenhub untuk menunda pelaksanaan Zero ODOL ini.

Saat menjadi penanggap di webinar ini, Rachmat Hidayat, Anggota Komite Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyampaikan perlu adanya penyelesaian permasalahan Zero ODOL ini secara komprehensif dan berkesinambungan.

Menurutnya, penerapan Zero ODOL di tahun 2023 itu sangat berat untuk dilakukan.

“Karenanya kebijakan ini kalau bisa ditunda pelaksanaannya di 2023 nanti. Namun, dalam meminta penundaan itu bukan berarti kami tidak melakukan apa-apa. Kami akan melakukan pengaturan kendaraan, kemudian memodifikasi kendaraan kita agar bisa menyesuaikan ukurannya, menyesuaikan daya angkutnya dan sebagainya sesuai aturan,” tukasnya.
 
Penanggap lainnya, Edy Suyanto, Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), juga meminta Kemenhub untuk mengkaji dan menunda pelaksanaan Zero ODOL ini hingga tahun 2025 mendatang.

Bila diterapkan awal Januari 2023 kenaikan harga keramik tidak dapat dihindari, karena biaya transportasi menyumbang 25% dari harga keramik. Hal ini akan berdampak juga pada harga properti dan perumahan rakyat
 
Ateng Aryono, Sekretaris Jenderal DPP Organda, mengatakan semua pihak perlu duduk bersama agar kebijakan Zero ODOL ini bisa diwujudkan dengan sebaik-baiknya. 
 
Anggota Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Budi Saputra menyampaikan mendukung kebijakan Zero ODOL ini. Namun, pandemi Covid-19 sangat memberatkan mereka, sehingga mereka butuh waktu untuk mempersiapkan diri lagi.

Dia menyebut membutuhkan waktu untuk berbenah. Karena, salah satu dampak dari penerapan Zero ODOL ini adalah mereka harus menambah jumlah armada itu sekitar 70.000 truk.

"Di mana hal ini tentu membutuhkan sopir dan juga dana investasi yang cukup tinggi. Itu kita kalkulasi sekitar Rp 33 triliun,” ujarnya.
 
Widodo Santoso, Ketua Umum Asosiasi Semen Indonesia, menyampaikan penerapan Zero ODOL akan menaikkan biaya pengangkutannya. Menurutnya, jika biaya angkutan naik sebesar 5%, harga semen akan naik sekitar 25%.

“Bayangkan kalau semen naik dua kali lipat saja, keramik akan ikut naik karena bahannya semen. Perumahan naik karena biayanya dari semen. Karenanya, kami juga meminta agar Kemenhub bisa menunda pelaksanaan Zero ODOL pada tahun 2023 mendatang,” ucapnya.
 
Vallery Gabrielia Mahodim, Koordinator Aliansi Perjuangan Pengemudi Indonesia (APPN), juga meminta agar Zero ODOL ini ditunda pelaksanaannya.

Aturan terkait dengan ODOL ini membuat dapur kami ini kacau. Kebutuhan keluarga pun akan tidak terpenuhi. Dari dulu kami sudah sering duduk bersama seperti ini, entah itu secara offline maupun online.

"Namun, endingnya adalah hanya angin surga lagi dan bola panas yang sampai sekarang belum ada titik temu. Karena itu, kami dari para sopir truk meminta agar bisa duduk bersama dengan 5 instansi, di mana itu adalah bagian dari Kemenhub dan Polri,” kata Inces, sapaan akrabnya.
 
Menanggapi permintaan penundaan penerapan Zero ODOL tersebut, Cucu Mulyana., DESS., Direktur Lalu Lintas Jalan Kementerian Perhubungan, berjanji akan melakukan jalan yang terbaik dengan membicarakan lagi terkait dampak Zero ODOL ini dengan semua stakeholder terkait. 

“Jadi, perekonomian harus kita jaga, tapi aspek aspek keselamatan pun juga harus kita jaga. Jadi, jangan sampai ada salah satu yang kita korbankan,” katanya.(antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler