jpnn.com, JAKARTA - Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Agus Taufik Mulyono, mengatakan salah satu problem yang harus diselesaikan pemerintah saat ini adalah masalah status dan fungsi jalan yang masih carut-marut dan tidak jelas.
Agus meminta pemerintah menyelesaikan beberapa masalah terkait jalan, sebelum menerapkan Zero ODOL (Over Dimension Over Load).
BACA JUGA: Hukum Mencukur Bulu Kemaluan, Jangan Sampai Lewat ya!
Menurutnya, ini merupakan problem klasik yang masih belum diselesaikan hingga saat ini.
Masalahnya, kata Agus, pabrik untuk komoditi ekspor itu tidak ada yang berada di kota. Semua berada di desa atau kecamatan.
BACA JUGA: Migrasi TV Digital, Pengelola MUX Bakal Berikan STB Gratis Kepada Warga Kurang Mampu
Jadi, ketika mengangkut barang dari pabrik-pabrik itu menuju pelabuhan utama, truk-truk itu pasti akan melewati jalan yang statusnya beda, mulai jalan desa, kabupaten, kota, provinsi, dan arteri (nasional).
Tidak hanya statusnya, truk-truk itu juga pasti akan melalui jalan-jalan yang fungsinya juga berbeda.
BACA JUGA: Tips Berpuasa Saat Demam, InsyaAllah Aman
“Nah, masalahnya, terminal handling ini tidak pernah ada karena memang tidak diwajibkan dalam undang-undang,” ujar Agus.
Fakta-fakta seperti inilah yang menurut Agus akhirnya membuat jalan-jalan itu, khususnya jalan yang ada di kabupaten banyak yang rusak karena harus dilalui truk-truk besar.
“Jadi, carut-marut antara kelas, fungsi dan status jalan inilah sebetulnya yang menjadi penyebab hancur-hancuran jalan itu. Artinya, penerapan kelas jalan itu tidak sesuai dengan penerapan status jalannya,” seru Agus.
Kenapa hal itu terjadi, menurut Agus, karena selama ini antara UU Jalan dengan UU Lalu Lintas tidak pernah sinkron.
“Di pasal 19 UU Lalu Lintas tentang Kelas Jalan, dikaitkan dengan fungsi jalan, dikaitkan status jalan, tidak pernah ketemu. Jadi, masalah ODOL ini tidak akan pernah bisa diselesaikan. Mau diselesaikan pakai apa?,” tanyanya.
Suripno dari Indonesia Road Safety Partnership (IRSP) juga mempertanyakan soal siapa yang sebenarnya yang bertanggung jawab menetapkan kelas jalan itu.
Karena menurutnya, sesuai undang-undang, yang menetapkan kelas jalan itu adalah Menteri PUPR.
Tapi, lanjutnya, tidak ada kata-kata yang menjelaskan bahwa yang ditetapkan itu untuk membangun jalannya atau untuk pelarangan penggunaan jalannya juga.
“Akibatnya, terjadinya masalah sampai sekarang, di mana PU menetapkan kelasnya dan Menteri Perhubungan yang harus menetapkan larangan penggunaan berdasarkan kelas jalannya. Tapi, ini juga tidak dijalankan. Akhirnya, yang terjadi adalah akan sulit mencari jalan yang sudah punya kelasnya. Itu sama dengan mencari jarum dalam jerami sulitnya,” serunya.(chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Brand Lokal Houseofcuff Launching Produk Exclusive Muslimwear, Jangan Sampai Kehabisan!
Redaktur & Reporter : Yessy Artada