Pelaku Industri Desak Lelang Gula Rafinasi Dibatalkan

Rabu, 27 September 2017 – 17:19 WIB
Gula rafinasi. Foto: JPG

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Forum Lintas Asosiasi Industri Pengguna Gula Rafinasi (FLAIPGR) Dwiatmoko Setiono mendesak Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi Melalui Pasar Lelang Komoditas dibatalkan.

Dalam aturan tersebut, pemerintah mewajibkan seluruh pelaku usaha yang memerlukan gula kristal rafinasi untuk mengikuti sistem lelang secara online.

BACA JUGA: Petani Tebu Anggap Lelang Gula Rafinasi Multimanfaat

Kini pemerintah menunda penerapan lelang hingga 8 Januari 2018. Namun Dwiatmoko menilai kebijakan tersebut sebaiknya dibatalkan saja.

“Bukan lagi ditunda, sudah seharusnya Permendag dibatalkan. Karena aturan itu akan banyak memunculkan masalah,” kata Dwiatmoko di Jakarta, Rabu (27/8).

BACA JUGA: Pengusaha Apresiasi Terbitnya Permendag HET Beras

Menurut Dwiatmoko, peraturan tersebut justru membuat pemerintah berlaku tidak adil kepada pelaku usaha kecil menengah dan mikro (UMKM).

Alasannya, kata Dwiatmoko mengingatkan, Indonesia hanya memiliki 11 produsen gula. Itu pun terletak di lima wilayah, yakni satu di Medan, satu di Lampung, tujuh di Cilegon, satu di Cilacap, dan satu di Makassar

BACA JUGA: Wacana Pembatasan Impor Tembakau Ancaman Bagi Pabrik Rokok dan Buruh

“Padahal kita punya jutaan pelaku UMKM yang terletak di 700-an kota/kabupaten. Jadi kalau produsen gulanya hanya ada di lima wilayah, bagaimana cara mengaksesnya?” ujarnya.

Pada persoalan lain, dia melanjutkan, tak seluruh wilayah memiliki akses internet. Begitu pun pelaku usaha yang melek teknologi, jumlahnya belum banyak.

Alhasil, kondisi ini justru semakin menutup akses pelaku usaha untuk mendapatkan gula rafinasi. Belum habis, Dwiatmoko mencatat, sistem yang dibuat lewat Permendag 40 juga akan membuat ongkos pelaku usaha membengkak.

“Bayangkan, jika produsen gula yang melakukan lelang hanya ada di lima wilayah, bagaimana wilayah-wilayah lain akan mengirimkan stok gula yang dibeli. Ongkos pengiriman akan menambah beban usaha. Ini tidak sehat,” tuturnya.

Dalam sistem lelang, kata Dwiatmoko, pembelian dibatasi minimal 1 ton. Padahal, dia mengingatkan, hanya ada sedikit UMKM yang memiliki kemampuan membeli gula seberat 1 ton.

“Selama ini, rata-rata kebutuhan gula untuk UMKM hanya 1-2 kuintal per bulan,” ungkapnya.

Menurut Dwiatmoko, untuk mengakomodasi kebutuhan UMKM terhadap gula, pemerintah seharusnya bekerja sama dengan Bulog untuk mendistribusikan gula. Skema ini dinilai lebih efektif, termasuk tidak memunculkan masalah baru.

Lewat lelang, ia khawatir PT Pasar Komoditas Jakarta (PKJ) akan memunguta biaya transaksi sebesar Rp 85.000 per ton bagi kontrak yang sudah berjalan, serta Rp 100.000 per ton bagi spot order.

“Ini bisa memunculkan disparitas harga. Sementara gula impor dari Thailand dan Malaysia jauh lebih murah,” katanya. (dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Siap-siap Mengimpor Garam


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler