Pelaku Usaha Minta Pemerintah Hentikan Pasal Pengamanan Zat Adiktif di RUU Kesehatan

Senin, 19 Juni 2023 – 03:48 WIB
Tembakau kering yang menjadi bahan baku rokok. Foto/ilustrasi: Ara Antoni/JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Konsumen, komunitas dan pedagang tembakau tingwe khawatir dengan upaya ilegalisasi tembakau dalam Pasal 154 hingga Pasal 158 dan Pasal 457 dalam RUU Kesehatan.

Masyarakat hilir ekosistem  pertembakauan ini menilai pasal pengendalian tembakau di RUU Kesehatan bakal berujung pada pelarangan total aktivitas pertembakauan dengan ancaman sanksi pidana.

BACA JUGA: DPR Diminta Hapus Pasal Tembakau dari RUU Kesehatan

Palpenk, Ketua Komunitas Pecinta Tabacum Nusantara Indonesia (KPTNI), menuturkan pengaturan pengamanan zat adiktif di RUU Kesehatan sangat tidak logis dan menunjukkan inkosistensi pemerintah yang masih mengandalkan penerimaan negara dari tembakau.

Hal ini mencuat dalam Diskusi Mbako yang digelar Thinkway ID bertajuk Regulasi Nirempati Mengancam Masa Depan Pertembakauan, Jumat (16/6) di Kopi Sakti, Jakarta Selatan.

BACA JUGA: 4 Fakta Menarik tentang Produk Tembakau Alternatif

"Kok bisa pemerintah sebagai pemrakarsa RUU Kesehatan ini bisa menabrak-nabrak peraturan pertembakauan yang sudah ada sebelumnya? Ketika masyarakat sedang mulai memulihkan ekonominya justru dihambat dengan regulasi yang ada. Kami komunitas pertembakauan berkomitmen untuk mengawal agar ekosistem pertembakauan tetap bisa tumbuh," ujar Palpenk.

Bahrul, salah satu pelaku ekonomi ultramikro di Bekasi, meragukan komitmen pemerintah untuk memberdayakan kemandirian masyarakat yang hidupnya bergantung pada sektor pertembakauan.

BACA JUGA: Barmen Hadirkan Solusi Perawatan Harian Bagi Pria

Apalagi belakangan, baik di daerah maupun di perkotaan, tren penjualan tembakau tingwe cukup marak.

Polemik Pasal 154 RUU Kesehatan yang menyamakan tembakau dengan narkotika, psikotropika dan minuman beralkohol akan mematikan usaha kecil.

"Harapan kami pemerintah bisa melihat usaha-usaha kecil, mikro pertembakauan yang sedang tumbuh. Kami tidak tahu harus menyampaikan suara keluh kesah kami ke mana terkait regulasi yang menindas ini," tutur Bahrul.

Informasi yang menyesatkan terkait ekosistem pertembakauan telah terjadi sejak lama.

Kampanye hitam dan intervensi asing yang terus menerus ditujukan untuk melarang total tembakau semakin masif. Semakin hari, ekosistem pertembakauan semakin ditekan.

"Perekonomian masyarakat dan daerah turut bergerak. Pembangunan infrastruktur bahkan kesehatan disumbang dari tembakau. Tembakau adalah komoditas andalan ketika tidak ada tanaman yang bisa tumbuh di musim kemarau. Maka, tidak adil memposisikan tembakau sama dengan barang ilegal. Ini tidak boleh terjadi!," tegas Hananto.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler