Pelanggar Prokes Dicabut Hak Politiknya, Refly Harun: Tidak Rasional dan Berlebihan

Rabu, 19 Mei 2021 – 13:41 WIB
Suasana persidangan kasus swab RS Ummi yang tampak dari layar yang disediakan di depan Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (19/5/2021) Foto : Kenny Kurnia Putra/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun menilai tuntutan dicabutnya hak politik pelanggar protokol kesehatan sebagai sesuatu yang berlebihan dan tidak rasional. 

Hal itu disampaikan Refly ketika dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan Habib Rizieq Shihab dkk terkait kasus swab test RS Ummi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (19/5).

BACA JUGA: Dituntut 2 Tahun dan 10 Bulan Penjara, Rizieq Siap Melawan

Dia menyebutkan apabila pelanggar protokol kesehatan tersebut sudah dituntut 1 tahun penjara, maka tidak perlu ada lagi tambahan pidana.

Awalnya salah satu kuasa hukum Rizieq dkk melemparkan pertanyaan kepada Refly sebagai pakar hukum tata negara. Kuasa hukum bertanya soal melebarnya tuntutan dari sebuah kasus pelanggaran prokes.

BACA JUGA: Refly Harun Hadir Lagi di Sidang Habib Rizieq Terkait Kasus RS Ummi

"Tiba-tiba ada sebuah ormas dibubarkan. Bahkan hak politiknya dicabut. Padahal yang terkait pidana pokoknya soal prokes. Bagaimana perkara pokok menyangkut prokes tiba-tiba melebar ke mana-kemana yang tidak ada relevansinya dengan hal itu?" tanya kuasa hukum Rizieq.

Refly menjelaskan hukuman pencabutan hak politik seseorang biasanya dijatuhi terhadap kasus kejahatan yang luar biasa. Hal itu seperti dengan orang yang melakukan makar.

BACA JUGA: Ciptakan Kerumunan di Petamburan, Rizieq Shihab Dituntut 2 Tahun Penjara

"Karena kalau mereka (makar, red) bebas, dan punya hak-hak politik dipilih dan memilih, maka mereka punya pengaruh besar dan dikhawatirkan justru pengaruh itu dampaknya lebih besar lagi," tutur Refly.

Pria kelahiran Palembang, Sumatera Selatan itu juga menjelaskan hukuman untuk dicabut hak politik biasanya dijatuhi terhadap perkara-perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan para oknum dari parpol.

Namun, menurut Refly, pencabutan hak politik tersebut juga harus memiliki rentan waktu.

"Secara hukum tata negara tidak juga permanen harus dibatasi. Apakah 5 tahun atau 2 kali pemilu. Ada relevansinya dan gradasi tindak pidana yang berat," lanjutnya.

Refly mengatakan sangat berlebihan apabila kasus pelanggaran prokes dikaitkan dengan hukuman tambahan pencabutan hak politik.

"Kalau kami kaitkan dengan pelanggaran prokes yang ancaman hukumannya cuma 1 tahun dan denda 100 juta. Lalu diberikan pidana tambahan, menurut saya ituterlalu berlebihan, tidak proporsional dan tidak rasional," punfkas  Refly.(mcr8/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Kenny Kurnia Putra

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler