jpnn.com, JAKARTA - Dua pemandu wisata, Hadi Widodo dan Guntur Eka Prasetya memenangkan Competition of Public Sector Innovation (COPSI 1st) 2019. Mereka terpilih berkat inovasi layanan publik yang sangat merakyat dan bisa diduplikasi daerah lain karena modalnya sangat kecil.
Hadi yang juga guru bahasa Inggris mengungkapkan, awal mula dirinya bersama Guntur mendirikan Omah Bahasa karena rasa prihatinnya terhadap kualitas pendidikan anak-anak di Yogyakarta, khususnya perdesaan. Banyak anak-anak kalah bersaing untuk mendapatkan beasiswa ke luar negeri atau pun bekerja di perusahaan besar karena terkendala bahasa Inggris.
BACA JUGA: Guru Nyambi Pemandu Wisata, Hasilnya...Wow!
Dengan kemampuannya itu, dia dan Guntur menyisihkan uang hasil jadi guide untuk membangun Omah Bahasa. Tadinya Omah Bahasa menyasar para remaja yang ingin bekerja di sektor pariwisata tetapi kemudian berkembang menyasar anak-anak SD.
"Waktu bikin Omah Bahasa ini saya sudah yakin akan besar efeknya. Apa lagi kami mengajarkan bahasa Inggris dengan metode sederhana, happy, singing, dan fun sehingga tanpa disadari anak-anak itu mereka sudah mempraktekkan bahasanya," terang Hadi usai dinobatkan sebagai pemenang dalam COPSI 1st 2019 di Kampus Universitas Terbuka, Kamis (24/10)
BACA JUGA: Menaker Minta Pengantar Kerja dan Atnaker Menciptakan Inovasi Layanan Publik
Ditambahkan Guntur yang lulusan Magister Hukum UGM, aplikasi Omah Bahasa untuk anak-anak kelas II SD belum lama dilakukan. Namun, dampaknya sudah terlihat. Tidak hanya si anak kelas II, adik, kakak, serta kedua orangtuanya pun ikut. Mereka senang belajar bahasa Inggris karena metode pembelajarannya sangat santai. Bisa dilakukan di dalam kelas, di luar, langgar, musala, pinggir kali, dan lainnya.
"Cara main game enggak pake alat modern, cukup bisik-bisik, tebak-tebakan. Kalau di luar kelas, kami tempeli gambar yang ada tulisan bahasa Inggris," terangnya.
BACA JUGA: Lima Inovasi Layanan yang Patut Ditiru
Selain itu, Hadi mengkombinasikan metode digital. Anak-anak diberikan pelajaran dengan menggunakan Smart TV yang sudah diisi program pembelajaran bahasa Inggris. "Kami hanya keluarkan modal Rp 2,7 juta untuk beli TV nya. Kemudian setiap pekan anak-anak dimintakan uang Rp 2500 untuk fotocopy bahan ajar," jelas Hadi.
Yang menarik, anak-anak makin tertarik karena tiap minggu ada snack. Meski terlihat sepele, tetapi menurut lulusan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta ini, snack sangat berperan membuat anak-anak belajar. "Jadi mereka tiap minggu sudah ingat kira-kira pekan ini mau makan apa. Yang nyiapin snack orang tua murid sendiri. Kami tidak pernah membebankan," ucap Hadi.
Menurut Guntur dalam upaya menciptakan SDM unggul, metode Omah Bahasa bisa diduplikasi di semua daerah terutama perdesaan, wilayah 3T yang susah signal. Sebab, Smart TV menggunakan sistem offline dan bisa dipasang di wilayah pegunungan.
Direktur Asosiasi Pengajar Akuntansi Sektor Publik (APSAE) Moh Mahsun SE MSc Ak CA mengatakan, COPSI 1st merupakan wadah untuk memberikan apresiasi kepada pegiat di sektor publik atas partisipasinya dalam.melakukan berbagai motivasi sehingga memberikan manfaat bagi sistem manajerial entitas sektor publik maupun masyarakat.
"Banyak inovasi yang dilakukan para pegiat sosial tetapi kuranh mendapatkan perhatian. Nah, APSAE bersama Universitas Terbuka membuat kompetisi ini agar muncul ke permukaan para pegiat sosial yang sudah berjuang untuk kepentingan masyarakat banyak. Seleksi kami buka mulai dari tingkat kabupaten/kota kemudian provinsi dan nasional. Hari ini lima terbaik Nasional kami uji dan yang menang Omah Bahasa dari Yogyakarta," tandasnya. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad