jpnn.com, JAKARTA - Pansus RUU Pemilu dan pemerintah hingga kemarin (2/6) belum juga menyepakati sejumlah isu krusial.
Padahal, sebelumnya dijanjikan pembahasan RUU Pemilu kelar akhir Mei. Kualitas pemilihan umum serentak 2019 pun terancam.
BACA JUGA: Alasan Penghematan, Partai Lama tak Perlu Verifikasi
Komisioner KPU Ilham Saputra menyatakan, keterlambatan penyelesaian UU Pemilu sangatlah disayangkan. Sebab, waktu yang tersedia bagi penyelenggara menyiapkan aturan teknis jadi makin pendek.
Ilham menjelaskan, meski tahapan verifikasi parpol baru dimulai 1 Oktober, regulasi harus sudah siap pada Agustus. Itu penting agar ada sosialisasi yang cukup kepada peserta pemilu.
BACA JUGA: Prof Jimly Menghitung Hari
”Kalau selesai akhir bulan ini, kita hanya punya waktu satu bulan untuk membuat regulasi,” ujarnya di kantor KPU, Jakarta, kemarin (2/6).
Kalaupun sudah selesai, lanjut dia, tidak berarti UU tersebut sepenuhnya klir. Merujuk pengalaman sebelumnya, ada saja yang mengajukan gugatan judicial review atas norma tersebut.
BACA JUGA: Persyaratan Pemilu Diperketat, Parpol Lama juga Terancam tak Lolos
”Artinya, masih ada potensi perubahan norma. Nah, kalau UU cepat selesai, proses penyesuaiannya pun lebih cepat,” katanya.
Menurut pria asal Aceh itu, untuk menciptakan aturan teknis yang baik, idealnya ada waktu yang cukup. Dengan demikian, hasilnya bisa matang tanpa ada celah hukum.
Jika aturan dibuat secara tergesa-gesa, dia khawatir akan berdampak pada kualitas pemilu itu sendiri. ”Saat ini kita khawatir kualitas pemilu jadi kurang baik,” imbuhnya.
Meski KPU memiliki pengalaman panjang dalam pelaksanaan pemilu nasional, desain pemilu dua tahun mendatang berbeda dengan sebelumnya. Karena pemilu dilakukan secara serentak, teknis pelaksanaannya akan jauh lebih rumit.
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menambahkan, pansus DPR dan pemerintah perlu mempertimbangkan juga beban kerja yang akan dihadapi penyelenggara pemilu.
Apalagi, ada sejumlah agenda lain yang harus dikerjakan selain Pemilu 2019. Mulai sisa pemungutan suara ulang (PSU) pelaksanaan pilkada 2017 di beberapa daerah di Papua hingga persiapan pilkada 2018 di 171 daerah. ”Jadi, KPU akan menanggung beban ganda,” terangnya.
Nah, jika UU sudah jadi, waktu untuk mencicil pekerjaan tersebut bisa dimulai dengan segera. Titi juga mendesak pansus tidak semata-mata mempertahankan kepentingan masing-masing.
Sebaliknya, yang harus diselamatkan adalah kualitas Pemilu 2019. Sebab, dengan kualitas yang baik, akan dihasilkan sosok-sosok yang baik pula.
Sementara itu, anggota Pansus RUU Pemilu Achmad Baidowi mengatakan, masih ada lima isu krusial yang belum disepakati.
Yakni, presidential threshold, ambang batas parlemen, sistem pemilihan, alokasi kursi per dapil, dan metode konversi suara menjadi kursi. ”Lima isu krusial dibahas pekan depan,” ujarnya saat dihubungi.
Pria yang akrab disapa Awik itu meminta masyarakat dan penyelenggara sedikit bersabar. Pihaknya menargetkan pembahasan lima isu itu bisa tuntas pada akhir masa sidang ini.
Menurut dia, pembahasan RUU Pemilu terlambat bukan semata-mata karena konflik kepentingan partai. Tapi, juga konsekuensi komitmen pansus untuk membuat UU yang komprehensif dan mendalam.
”KPU yang sekarang saya lihat sudah punya pengalaman yang cukup. Jadi, insyaAllah bisa menyesuaikan,” ujarnya. (far/c10/fat)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Syarat Peserta Pemilu Diperketat, Parpol Lama dan Baru Sama-sama Rugi
Redaktur & Reporter : Soetomo