Pembangkangan Sipil

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Kamis, 12 Januari 2023 – 20:00 WIB
Undang-Undang Cipta Kerja. Foto: Antara

jpnn.com - "Ikan hiu makan tomat, janjinya palsu tidak peduli rakyat".

Begitu bunyi salah satu poster yang dibentangkan pengunjuk rasa yang menuntut pencabutan Perpu Ciptaker, peraturan pemerintah pengganti undang-undang cipta tenaga kerja.

BACA JUGA: Perpu Cipta Kerja dan Kartu Prakerja Saling Mendukung Mitigasi Dampak Resesi Global

Sebanyak 116 organisasi menandatangani petisi menuntut pencabutan perpu dan mengancam akan melakukan pembangkangan sipil jika tuntutan tidak diindahkan.

Pengunjuk rasa memberi waktu satu minggu sampai 17 Januari kepada pemerintah untuk memenuhi tuntutan.

BACA JUGA: Pendapat Prof Satya Arinanto soal Perpu Ciptaker yang Diterbitkan Jokowi

Dilihat dari daftar organisasi yang mengajukan tuntutan seharusnya sudah cukup menjadi kekuatan penekan, atau pressure group, yang dipertimbangkan pemerintah.

Apalagi mereka umumnya berasal dari organisasi buruh dan petani serta LSM (lembaga swadaya masyarakat) yang selama ini aktif memberi advokasi bidang hukum dan hak asasi manusia.

BACA JUGA: Langkah Tegas Jokowi Terkait Hilirisasi Nikel Berhasil Ciptakan Daya Tambah Ekonomi

Pengunjuk rasa juga menuntut agar DPR RI menolak pengesahan Perpu Ciptaker.

Perpu akan menjadi sah jika DPR menyetujuinya, dan sebaliknya bisa batal jika DPR tidak menyetujuinya.

Akan tetapi, melihat komposisi DPR yang 70 persen menjadi bagian dari koalisi pemerintah, harapan para pengunjuk rasa sama dengan menggantang asap.

Para pengunjuk rasa juga menyadari bahwa pemerintah tidak akan mudah menyerah terhadap tuntutan itu.

Karena ini pengunjuk rasa sudah menyiapkan langkah lanjutan, yaitu menyerukan pembangkangan sipil sebagai bentuk protes terhadap perppu itu.

Seruan pembangkangan sipil masih belum terlalu kencang terdengar.

Jika seruan ini dijalankan pun efeknya belum tentu akan terasa karena pembangkangan sipil baru akan membawa efek kalau dilakukan secara masif di level nasional.

Pembangkangan sipil yang paling efektif adalah dengan melakukan mogok kerja, misalnya oleh serikat pekerja transportasi nasional.

Jika mogok kerja ini dilakukan secara nasional maka dampaknya akan terasa terhadap layanan publik, dan hal itu akan menjadi tekanan terhadap pemerintah untuk memikirkan tuntutan dari pengunjuk rasa.

Akan tetapi, gerakan buruh di Indonesia belum menjadi kekuatan penekan yang efektif.

Gerakan buruh di Indonesia masih menjadi gerakan parsial yang terfragmentasi dan sering kali termarjinalkan.

Meskipun jumlah buruh di Indonesia diklaim puluhan juta, tetapi sampai sekarang belum bisa menjadi kekuatan yang efektif untuk menjadi pressure group bagi pemerintah.

Negara yang mempunyai tradisi gerakan buruh kuat adalah Inggris dan Australia.

Di Inggris, persaingan politik didominasi oleh kekuatan buruh dan kekuatan konservatif yang diwujudkan dalam bentuk persaingan Labour Party (Partai Buruh) dan Partai Konservatif.

Kedua partai itu mempunyai garis ideologi yang jelas dan mempunyai garis demarkasi yang menjadi pemisah tegas.

Australia adalah negara satelit Inggris yang mempunyai sistem politik hampir sama.

Australia mempunyai tradisi gerakan buruh yang kuat dalam bentuk Partai Buruh.

Lawan utama Partai Buruh adalah Partai Nasional atau partai konservatif yang mirip dengan partai konservatif Inggris.

Kedua partai itu saling beradu kekuatan dengan saling adu program.

Partai Buruh mempunyai kekuatan riil karena didukung oleh serikat pekerja di berbagai sektor.

Hampir semua sektor pekerjaan mempunyai serikat pekerja yang kuat, misalnya serikat pekerja transportasi, serikat pekerja pertanian, sampai serikat pekerja pelayan restoran.

Serikat pekerja itu bernaung di bawah federasi nasional yang diorganisasikan secara rapi dan profesional.

Setiap kali ada perselsihan kerja antara buruh dan majikan maka serikat kerja akan turun tangan.

Jika persoalan tidak bisa diselesaikan secara lokal maka serikat pekerja nasional akan mengambil alih.

Dalam sistem gerakan buruh yang sudah terorganisasi secara massal dan profesional seperti itu kekuatan buruh akan sangat dipertimbangkan oleh para pengambil kebijakan.

Setiap aturan dan kebijakan yang menyangkut buruh pasti akan dipertimbangkan dengan sangat serius supaya tidak memancing reaksi keras dari kalangan buruh.

Senjata utama para buruh adalah unjuk rasa dan mogok kerja.

Unjuk rasa yang dilakukan secara nasional sudah pasti akan didengar oleh pemerintah, karena efeknya akan panjang jika diabaikan.

Para anggota serikat kerja akan melakukan mogok kerja jika tuntutan tidak diindahkan.

Hal ini sudah pasti akan membuat pemerintah tertekan karena layanan publik terganggu.

Dalam sistem demokrasi yang sudah matang seperti di Inggris dan Australia senjata unjuk rasa menjadi andalan tanpa perlu lagi ada pembangkangan sipil atau civil disobedience.

Kalangan serikat pekerja pun melakukan kegiatan unjuk rasa secara terukur dengan cara mengurangi layanan, dan tidak menghentikan layanan sama sekali supaya tidak merugikan masyakarat.

Jika mogok kerja terbatas tidak bisa menekan pemerintah maka skalanya akan ditingkatkan lagi sampai pemerintah mendengarkan tuntutan mereka.

Jika tuntutan tidak didengarkan barulah kalangan buruh melakukan mogok nasional.

Pembangkangan sipil sudah menjadi bagian dari masa lalu.

Bentuk pembangkangan bisa dilakukan mulai dari level yang paling rendah, seperti mogok kerja, sampai ke level yang lebih serius yaitu menolak membayar pajak.

Pembangkangan dengan mogok kerja pun baru bisa efektif kalau gerakan buruh sudah bisa diorganisasikan secara profesional.

Kalau pembangkangan hanya dilakukan secara parsial maka impaknya tidak akan terasa dan gerakan itu akan mudah dipatahkan.

Istilah civil disobedience dipergunakan pertama kali pada 1848 untuk menjelaskan penolakannya terhadap pajak yang dikenakan Pemerintah Amerika untuk membiayai perang di Meksiko dan untuk memperluas praktik perbudakan melalui Hukum Perbudakan.

Filosof hukum Amerika John Rawls dalam karya monumental ‘’The Theory of Justice’’ (1971) mendefinsikan pembangkangan sipil sebagai sebagai gerakan tanpa kekerasan dan dilakukan dengan hati-hati dengan tujuan untuk membawa perubahan dalam hukum atau kebijakan pemerintah.

Pembangkangan publik adalah gerakan yang dilakukan oleh warga secara terorganisasi, yang bisa jadi melawan hukum, dan digunakan untuk mengoreksi hukum atau kebijakan publik.

Oleh karena itu, orang-orang yang terlibat dalam pembangkangan sipil bersedia menerima konsekuensi hukum dari tindakan mereka, karena ini menunjukkan kesetiaan mereka pada supremasi hukum.

Pemikiran mengenai pembangkangan sipil ini menginspirasi sejumlah tokoh seperti Mahatma Gandhi untuk melakukan gerakan pembangkangan sipil di India dan Nelson Mandela yang memimpin gerakan pembangkangan di Afrika Selatan.

Wujud civil disobedience ini bermacam-macam, mulai dari aksi yang berdampak langsung pada pemerintah dan keberlangsungan negara, atau aksi simbolik seperti aksi diam.

Mahatma Gandhi mengajak warga India melawan penjajahan Inggris dengan gerakan damai tanpa kekerasan.

Pada dekade 1970-an Ayatullah Khomeini di Iran mengajak publik untuk tidak membayar pajak dan listrik yang membuat negara tersebut guncang.

Dalam tiga kasus itu penguasa yang represif akhirnya kalah oleh gerakan rakyat yang masif.

Salah satu ciri utama gerakan pembangkangan sipil yang sukses adalah munculnya para pemimpin kharismatis yang mempunyai pengikut luas secara nasional.

Gandhi, Mandela, dan Khomeini, tidak diragukan lagi, adalah pemimpin nasional yang mempunyai pengaruh luas dan diakui wibawanya secara internasional.

Dalam sistem represif seperti yang dialami India, Afrika Selatan, dan Iran, karisma perorangan seorang pemimpin menjadi kunci utama.

Dalam sistem demokrasi yang sudah mapan, seperti di Inggris dan Australia, organisasi yang profesional bisa menggantikan kepemimpinan perorangan.

Di Indonesia, gerakan buruh masih terfragmentasi dan termarjinalkan.

Gerakan buruh di Indonesia juga belum melahirkan pemimpin yang ketokohannya diakui secara nasional.

Dalam kondisisi demikian ancaman pembangkangan sipil yang dilempar oleh aktivis buruh tidak akan didengar secara serius oleh pemerintah.

Para buruh itu tidak lebih hanya dianggap sebagai anjing yang menggong, dan kafilah akan tetap berlalu. (**)


Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler