Pembangunan SKPT Genjot Perekonomian Natuna

Kamis, 15 Februari 2018 – 20:54 WIB
Ilustrasi. Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Foto IST

jpnn.com, BANDUNG - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah menggenjot pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) di pulau-pulau kecil dan wilayah perbatasan, salah satunya Natuna.

Pembangunan SKPT tersebut rupanya menarik perhatian Kepala Biro Hukum dan Organisasi, Sekretariat Jenderal, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Tini Martini.

BACA JUGA: Bu Susi: Satu Hari Sudah 40 ton Ikan yang Dibuang

Dia sengaja membuat disertasi penelitian untuk gelar Doktor Ilmu Administrasi Konsentrasi Ilmu Administrasi Publik di Universitas Padjajaran.

Lewat judul Implementasi Kebijakan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu Natuna di Provinsi Kepulauan Riau, penelitiannnya memiliki dua tujuan. Pertama, mampu mendeskripsikan secara komprehensif tentang faktor-faktor yang memiliki ketertarikan dalam implementasi kebijakan.

BACA JUGA: 229 Pemilik Kapal Cantrang Sepakat Ganti Alat Tangkap

Kepala Biro Hukum dan Organisasi, Sekretariat Jenderal, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Tini Martini usai disertasi doktor di Universitas Padjajaran, Bandung.

BACA JUGA: Setelah Tegal, KKP Incar Pati, Rembang dan Lamongan

“Serta, menganalisis dan merumuskan konsep baru implementasi kebijakan Sentra Kegiatan Perikanan Terpadu (SKPT) Natuna,” ujar Tini, usai mempertahankan disertai doktornya.

Natuna dipilih sebagai basis penelitian karena wilayahnya karena menjadi salah satu dari 20 titik pusat pertumbuhan ekonomi masyakarat di pulau-pulau kecil dan kawasan perbatasan.

Menariknya, wilayah itu menjadi salah satu lokasi pembangunan SKPT yang dibangun KKP pada tahun 2015 hingga saat ini.

“Dari segi karakteristik wilayah juga sangat strategis, karena terhubung beberapa wilayah. Di bagian Utara terhubung dengan Vietnam dan Kamboja. Di Barat dengan Semenanjung Malaysia. Timur dengan Sarawak,” katanya.

Natuna juga menjadi perairan laut terbesar yang sering terjadi penangkapan ikan secara ilegal. Kapal asing sangat tertarik dengan Natuna karena memiliki daya tarik lewat ikan yang banyak dan bagus. “Kalau untuk wisatawan, kawasan ini menjadi tempat wisata,” ujarnya.

Implementasi kebijakan SKPT Natuna dianalisis dari standard dan kebijakan, sumber daya, karakteristik organisasi pelaksanaan, sikap pelaksana, komunikasi antarorganisasi pelaksana, serta lingkungan ekonomi, sosial, dan politik.

Hasil penelitiannya menggambarkan implementasi kebijakan SKPT Natuna dinilai berhasil karena dukungan sumber daya yang sangat memadai baik dalam anggaran maupun pengelolaan.

Penelitiannya menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif terhadap pelaksana dan stakeholder yang terlibat. Diharapkan penelitian ini mampu membangun Indonesia dari pinggir agar setiap lokasi dapat mandiri.

“Sehingga, rakyat menjadi sejahtera, ikan berkualitas, dan tidak ada lagi pencurian ikan. Serta, pengelolaan eksport dan impor langsung dilakukan di SKPT jadi nggak perlu lagi ke Jakarta agar lebih murah,” harap Tini.

Tini telah melangsungkan sidang untuk memperoleh gelar Doktor Ilmu Administrasi Konsentrasi Ilmu Administrasi Publik di Universitas Padjajaran, Rabu (14/02). Pimpinan sidang Ida Widianingsih,M.A, Ph.D mengatakan, hasil sidang Tini sangat memuaskan.
Tini lahir pada 20 Januari 1962 di Bandung.

Dia merupakan lulusan sarjana Hukum di Universitas Padjajaran pada tahun 1987. Dia melanjutkan program Magister pada Social Sciences Faculty di University of Birmingham dan lulu tahun 1995.

Pada tahun 2013, dia kembali mengambil program Doktor Ilmu Administrasi Konsentrasi Ilmu Administrasi Publik di Universitas Padjajaran. Kini, dirinya menjabat sebagai Kepala Biro Hukum dan Organisasi, Sekretariat Jenderal, Kementerian Kelautan dan Perikanan.(mg7/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hari Ke-3 Pendataan, 156 Nelayan Setuju Beralih Alat Tangkap


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler