Pembekuan PPDS Penyakit Dalam Unsrat Menuai Sorotan, Sikap Kemenkes Dipertanyakan

Jumat, 11 Oktober 2024 – 15:24 WIB
Perwakilan Komite Solidaritas Profesi M. Nasser. Dok: source for JPNN.

jpnn.com, JAKARTA - Perwakilan Komite Solidaritas Profesi M. Nasser menyoroti sikap pemerintah yang membekukan sementara Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Prodi Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) di RSUP Prof Dr dr RD Kandou, Manado.

Menurut Nasser, sikap pemerintah melalui Kemenkes itu sudah sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan koridor aturan.

BACA JUGA: Polda Jateng Segera Ungkap Kasus Kematian dr Aulia Risma PPDS Undip, Siap-Siap

Dia mengatakan dugaan perundungan yang ada di PPDS Ilmu Penyakit Dalam Unsrat memiliki kesamaan dengan insiden yang terjadi di PPDS Undip yang menyebabkan seorang dokter bunuh diri.

“Framing (PPDS Undip) sebagai bunuh diri dan perundungan yang kemudian sampai saat ini tidak terbukti, itu diulangi lagi, dicoba diulangi lagi di Manado,” ujar Nasser kepada wartawan di Jakarta.

BACA JUGA: PPDS Anestesi Undip Segera Dibuka Kembali, Rektor Suharnomo: Alhamdulillah, Ini Ada Hikmahnya

Padahal, kata dia, dugaan perundungan itu masih belum bisa dibuktikan dan klarifikasi hanya dilakukan kepada mahasiswa, bukan kepada institusi yang berkaitan.

“Seolah-olah adanya transaksi yang terjadi antara mahasiswa, antara peserta PPDS tetapi yang dihukum adalah institusi pendidikan yang tidak punya hubungan dan tidak tahu menahu, bahkan tidak dilibatkan dalam seluruh proses penyelidikan kasus ini,” beber mantan komisioner Kompolnas itu.

BACA JUGA: Pascakematian dr Aulia Risma, Rektor Undip & RS Kariadi Lakukan Perbaikan PPDS

Sehingga, Nasser sangat mempertanyakan pembekuan sepihak dari Kemenkes terhadap aktivitas PPDS Ilmu Penyakit Dalam Unsrat tersebut.

“Seharusnya Kementerian Kesehatan seharusnya melakukan sebuah proses yang adil dan beradab. Adil itu artinya libatkan semua pihak bicara baik-baik bukan sekadar menggunakan sesuatu kewenangan yang seharusnya bukan kewenangan Kemenkes,” ujar dia.

Kemudian, Kemenkes harusnya memanggil dan bicara. Apabila perlu melakukan penghukuman, jika perlu pemberian sanksi apalagi kalau itu perundungan yang dilakukan.

“Apalagi kalau itu benar-benar ada fakta, ada bukti, terjadi bullyng, perundungan, itu harus disanksi. Karena perundungan itu tidak benar. Dia merusak sendi-sendi kesenjawatan, merusak sendi-sendi hubungan-hubungan antarmanusia,” kata Nasser.

Sementara Djohansyah Marzuki selaku Ketua Dewan Pembina Komite Solidaritas Profesi menambahkan dalam lingkup pendidikan ilmu kedokteran, rujukan yang dipakai adalah kaidah ilmiah.

“Institusi bisa ditutup kalau program studi itu menyelanggaran sistem dan SOP yang bertentangan dengan kaidah ilmiah,” kata dia.

Menurut dia, apabila institusinya benar sesuai kaidah ilmiah, maka institusi itu bukan pelanggar.

“Kalau itu dilakukan oleh orang dan bukan sistem maka orang yang bersangkutan yang diberi sanksi. Pendirian dan penutupan program studi itu wewenang Kemendikbud. Kemenkes cuma ketempatan, menyetujui ketempatan. Tidak berhak menutup dan membuat prodi,” pungkas dia. (cuy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tangis Ibunda dr Aulia Mencari Keadilan, Ungkap Pedihnya Sang Putri di PPDS Undip


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler