Pembelajaran Tatap Muka Terbatas Menekan Dampak Sosial Negatif

Kamis, 01 April 2021 – 19:27 WIB
Mendikbud Nadiem Makarim. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pandemi Covid-19 sudah satu tahun melanda dunia dan menimbulkan dampak sosial negatif yang berkepanjangan seperti putus sekolah, penurunan capaian belajar, kekerasan pada anak, dan risiko eksternal lainnya. 

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim
menjelaskan prinsip yang menjadi pertimbangan utama dalam penyelenggaraan pendidikan selama pandemi Covid-19 adalah kesehatan dan keselamatan serta tumbuh kembang dan hak anak. 

BACA JUGA: SKB 4 Menteri: Mendikbud Nadiem Minta Sekolah Tidak Paksa Siswa Pembelajaran Tatap Muka  

Mendikbud Nadiem menjelaskan itu pada pengumuman Surat Keputusan Bersama (SKB) Mendikbud, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Kesehatan (Menkes), dan Menteri Agama (Menag) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19, Selasa (30/3),

Mendikbud menyampaikan terima kasih kepada warga satuan pendidikan yang terus bahu membahu memastikan prinsip tersebut dijunjung di tengah begitu banyaknya tantangan.

BACA JUGA: Jakarta Akhirnya Berani Mencoba Pembelajaran Tatap Muka

“Salah satu tantangan terbesar adalah murid tidak bisa ke sekolah untuk berinteraksi dengan teman-teman sebayanya dan guru mereka. Manfaat pembelajaran tatap muka pada kenyataannya memang sulit untuk digantikan dengan pembelajaran jarak jauh,” terang Nadiem.

Untuk diketahui, Indonesia adalah satu dari empat negara di kawasan timur Asia dan Pasifik yang belum melakukan pembelajaran tatap muka secara penuh. Sementara, 23 negara lainnya sudah.

BACA JUGA: Mas Nadiem Minta Pejabat Kemendikbud Tingkatkan Kompetensi

UNICEF menyebut bahwa anak-anak yang tidak dapat mengakses sekolah secara langsung makin tertinggal.

Dampak terbesar dirasakan oleh anak-anak yang paling termarjinalisasi. 

“Sebanyak 85 persen negara di Asia Timur dan Pasifik telah melakukan pembelajaran tatap muka secara penuh. Berdasarkan kajian UNICEF, pemimpin dunia diimbau agar berupaya semaksimal mungkin agar sekolah tetap buka atau memprioritaskan agar sekolah yang masih tutup dapat dibuka kembali,” ungkap Mendikbud. 

Sejak Juli 2020, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan sebagai bagian dari upaya menekan dampak negatif yang berkepanjangan akibat tidak terjadinya pembelajaran tatap muka.

Kebijakan tersebut antara lain, pertama, SKB Empat Menteri yang mengatur penyelenggaraan pembelajaran tatap muka (PTM) dengan syarat hanya untuk zona hijau.

Kedua, SKB Empat Menteri yang mengatur penyelenggaraan PTM dengan syarat hanya untuk zona hijau dan kuning.

Ketiga, penyesuaian SKB Empat Menteri yang memperbolehkan PTM bagi satuan pendidikan yang memenuhi semua syarat berjenjang jika telah mendapat izin dari pemerintah daerah, tanpa melihat zonasi. 

SKB Empat Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19 yang diumumkan Selasa (30/3) menyatakan beberapa hal penting.

Yakni, setelah pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) di satuan pendidikan divaksinasi Covid-19 secara lengkap, pemerintah pusat/pemerintah daerah kantor/kantor wilayah Kemenag mewajibkan satuan pendidikan untuk memberikan layanan PTM terbatas, dan memberikan layanan pembelajaran jarak jauh (PJJ). 

Namun demikian, satuan pendidikan yang sudah ataupun dalam proses melakukan PTM terbatas walaupun PTK-nya belum divaksinasi tetap diperbolehkan melakukan PTM terbatas selama mengikuti protokol kesehatan dan sesuai izin pemerintah daerah.
 
Mendukung diterbitkannya SKB Empat Menteri, Wakil Ketua Komisi X Hetifah Sjaifudian menyampaikan pembelajaran jarak jauh yang berkepanjangan sudah banyak dampak negatifnya.

Antara lain, kesenjangan hasil belajar, banyak anak-anak yang mulai putus sekolah, dimana mereka bekerja atau menikah di usia dini.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf mendukung untuk segera dilaksanakan PTM terbatas.

"Proses belajar mengajar secara tatap muka menjadi penting untuk menghindari learning loss. Kondisi ketika anak-anak kita akhirnya lebih banyak bermain online, tidur di rumah atau hanya mendengarkan guru tanpa memperhatikan harus kita hadapi dan harus kita ubah," katanya.

The World Bank melansir, penutupan sekolah di seluruh dunia diperkirakan dapat mengakibatkan hilangnya pendapatan seumur hidup dari generasi yang saat ini berada di usia sekolah sebesar paling tidak USD 10 triliun.

World Health Organization juga menyatakan bahwa penutupan sekolah memiliki dampak negatif bagi perkembangan kesehatan, pendidikan, pendapatan keluarga, dan perekonomian secara keseluruhan.

Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta Ki Saur Panjaitan mengakui tujuan pendidikan akan sulit dicapai jika pembelajaran tatap muka tidak segera dilakukan.

“Kami khawatir sekali akan kehilangan satu generasi. Pembelajaran tatap muka terbatas sebaiknya bisa kita jalankan dengan mengedepankan protokol kesehatan,” pesannya dikutip dari siaran pers Kemendikbud. (*/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler