jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon mengapresiasi disetujuinya Undang-undang (UU) Antiterorisme dalam rapat paripurna DPR, Jumat (25/5). Menurut Fadli, lamanya proses revisi karena parlemen tidak pengin penegakan hukum terorisme mengabaikan hak warga negara yang dilindungi konstitusi maupun UU.
Selain itu, kata Fadli, keterlambatan lebih banyak karena kurangnya koordinasi di pihak pemerintah sendiri termasuk pembagian kewenangan Polri-TNI.
BACA JUGA: Aman Abdurrahman Haramkan Serangan Menggunakan Api dan Anak
“Seperti yang kami sampaikan kemarin-kemarin, DPR tidak pernah menunda-nunda pengesahan UU ini. Sesudah beberapa elemen dari pihak pemerintah bisa menyepakati definisi terorisme, maka DPR segera membawanya ke paripurna untuk disahkan. Ini sesuai dengan target DPR sejak awal,” kata Fadli, Jumat (25/5).
Fadli menuturkan, Indonesia pengin memiliki sebuah UU yang bisa dijadikan pijakan komprehensif pemerintah dalam memberantas terorisme.
BACA JUGA: Aman Mengaku Dilobi WNA saat Ditahan di Mako Brimob
“Jadi bukan hanya untuk memberantas teroris. Sejauh ini, rumusan UU ini telah berusaha menjangkau tujuan tersebut,” ujar Fadli.
Dia mencatat banyak substansi baru dalam UU ini. Menurut dia, UU ini tidak hanya bicara mengenai pemberantasan terorisme, tapi juga bicara aspek pencegahan, penanggulangan, pemulihan, kelembagaan, dan pengawasan.
BACA JUGA: Â WNI Pulang dari Suriah tak Bisa Langsung Dijerat
Perubahan signifikan lain adalah UU ini juga memberikan perhatian kepada korban terorisme, serta mengatur peran TNI yang dalam UU sebelumnya tak dibahas.
“Padahal, tindak terorisme seringkali bertolak dari paham serta bertujuan untuk mengancam kedaulatan negara,” ungkapnya.
UU ini juga mengatur perlindungan terhadap korban aksi terorisme secara komprehensif, baik berupa bantuan medis, rehabilitasi psikologis, psikososial, santunan korban meninggal dunia, pemberian restitusi dan kompensasi lainnya.
UU ini juga menegaskan bahwa korban langsung yang berhak mendapatkan perlindungan ini. Termasuk korban langsung sebelum UU ini berlaku.
Fadli pengin semangat perlindungan terhadap warga negara semakin kuat dengan adanya UU baru ini.
“Tidak terkecuali kepada para korban terorisme sebelum UU ini berlaku,” tegasnya.
Lebih lanjut dia menuturkan pelibatan TNI tertuang dalam pasal 43. Dalam UU ini dijelaskan tugas TNI dalam mengatasi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang (OMSP).
Ini merupakan bagian dari pengejawantahan pasal 7 ayat 2 UU TNI. “Namun, teknisnya bagaimana hal itu perlu diatur melalui peraturan presiden (perpres),” katanya.
Dia mengatakan, perpres itu harus diterbitkan maksimal satu tahun dari sekarang. Fadli mengingatkan, presiden perlu memerhatikan persoalan ini agar pemberantasan terorisme khususnya pelibatan TNI bisa punya panduan dan pijakan hukum yang jelas.
UU yang baru ini juga sangat memperhatikan konsep hak asasi manusia (HAM). Para terduga teroris harus diperlakukan manusiawi dan tidak direndahkan martabatnya sebagai manusia.
Prinsip ini penting dikemukakan agar penegakan HAM sesuai prinsip universal yang selama ini berlaku. Prinsipnya, ujar dia, sebagai pembuat UU DPR menginginkan agar kasus terorisme sedapat mungkin sampai ke meja pengadilan, agar penegakan hukum terorisme juga dilakukan melalui jalur hukum.
“Poin ini penting untuk mencegah munculnya ketidakpercayaan publik terhadap kerja aparat dalam pemberantasan terorisme,” katanya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... RUU Antiterorisme Kelar, Bang Ara Puji DPR dan Pemerintah
Redaktur & Reporter : Boy