Laporan media soal COVID-19 yang "tidak bertanggung jawab", "terlalu sensasional" telah menyebakan ketakutan dan kepanikan. Reaksi warga yang berlebihan dianggap lebih beresiko, ketimbang virus itu sendiri. Pembelian panik yang terjadi di Australia menurut seorang pakar karena pemberitaan media Sumber informasi tidak benar juga muncul dari media sosial Beberapa artis di Korea Selatan menyumbangkan dana untuk membantu penanggulangan kasus corona di Daegu

 

BACA JUGA: Kemenpora Imbau Cabor untuk Waspada dan Jaga Kesehatan Atlet

Pernyataan tersebut dikatakan oleh pakar jurnalistik Karin Wahl-Jorgensen dari Sekolah Jurnalistik di Cardiff University, Inggris, salah satu sekolah media terkemuka di dunia.

Pembelian panik yang terjadi di Australia selama beberapa hari terakhir telah menyebabkan barang-barang seperti tisu toilet, sabun pembasmi bakteri dan bahan makanan tahan lama diborong pembeli.

BACA JUGA: MPR Ingatkan Dampak Corona Terhadap Ekonomi

Karena kepanikan pembelian tersebut, sebuah jaringan supermarket di Australia, Woolworths sudah membatasi pembelian beberapa barang di sejumlah tokonya.

Setelah sehari sebelumnya, Woolworths membatasi pembelian tisu toilet 4 gelondongan per pembeli, hari Kamis (5/3/2020), Woolworths juga membatasi pembelian beras lebih dari 2 kg hanya satu kantong per transaksi.

BACA JUGA: Waspada! Kejahatan Siber Manfaatkan Ketakutan terhadap Virus Corona

Untuk toko yang menjual pembersih tangan, atau 'hand sanitizer', hanya dijual per dua botol dan barang-barangnya ditaruh di meja Customer Service.

"Mayoritas barang-barang lainnya tidak terganggu pembeliannya, dan semua toko tidak kekurangan pasokan," kata CEO Brad Banducci.

Jaringan supermarket lain yang menguasai pasar Australia, Coles, juga melakukan hal yang sama, terutama pembatasan pembelian tisu toilet. Video: Kepanikan pembelian barang di Australia menurut pakar sebagian disebabkan karena pemberitaan media (Indonesian)

 

Menurut pakar media Prof Karin Wahl-Jorgensen, kepanikan pembelian seperti yang terjadi di Australia disebabkan karena pemberitaan media.

"Melihat kebanyakan orang yang terkena virus tersebut hanya mengalami gelaja yang ringan, wabah ini menakutkan, utamanya karena dampaknya pada masyarakat sebagai kesatuan." katanya.

"Khususnya, ketakutan akan virus lebih mudah menyebar dibandingkan virus itu sendiri dan menyebabkan kekacauan sosial lewat pembelian panik."

Menurutnya, pemberitaan media menggunakan kata-kata yang terlalu 'sensasional dan menakutkan', seperti penggunaan kata "virus pembunuh" atau 'penyakit yang mematikan".

"Beberapa organisasi media, khususnya koran tabloid menyebarkan informasi yang tidak benar termasuk berita wabah ini terkait dengan kebiasaan warga China mengkonsumsi sup kelelewar," ujarnya.

"Padahal itu tidak benar dan hewan peliharaan bisa juga terkena virus corona," tambah Professor Wahl-Jorgensen. Photo: Pemberitaan yang berlebihan mengenai kemungkinan terburuk virus corona membuat sebagian masyarakat Australia panik. (ABC Radio Adelaide: Malcolm Sutton)

 

Worldometer, sebuah situs yang mengumpulkan data penyebaran dari seluruh dunia, sampai hari Kamis siang (5/3) memperkirakan sudah 3.250 orang tewas, dengan 95 ribu orang di seluruh dunia tertular COVID-19, dan 51.500 orang sudah sembuh.

Sebagai bandingannya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan epidemi flu setiap tahunnya menyebabkan 650 ribu meninggal, sementara Worldometer memperkirakan di tahun 2020 ini sudah 86 ribu orang meninggal karena flu.

Meski adanya angka kematian yang tinggi akibat flu, Professor Wahl-Jorgensen mengatakan media jarang sekali melaporkan kematian karena flu dengan berita-berita yang menakutkan seperti wabah virus corona seperti sekarang ini.

"Dalam situasi yang tidak menentu, jurnalisme sering kali memuat spekulasi dengan kemungkinan paling buruk." kata Professor Wahl-Jorgensen.

"Walaupun bisa membantu agar kita awas dengan kemungkinan paling buruk, namun ini juga bisa menyebabkan kekhawatiran yang tidak perlu."

Prof Wahl-Jorgensen mengatakan wabah virus corona juga merupakan wabah pertama dunia yang terjadi di masa media sosial.

"Media sosial tampaknya memainkan peran penting dalam penyebaran informasi yang tidak benar dan kepanikan." katanya.

"Sementara Twitter, Facebook, dam yang lain berusaha kerasa untuk menangkal informasi tidak benar ini, ini adalah masalah yang sulit ditangani."

"Oleh karena itu, apa yang terjadi sekarang adalah bahwa kita jangan percaya begitu saja dengan gambar, tayangan dan berita yang muncul di media sosial, khususnya informasi tersebut belum diverifikasi oleh sumber yang bisa dipercaya." Artis Korea sumbang dana untuk penanggulangan virus corona Photo: Suga dari kelompok BTS juga ikut menyumbang bagi penanggulangan virus corona di Korea Selatan. (Foto: Instagram)

 

Setelah pemberitaan lebih banyak terkonsentrasi kepada jumlah korban dan cara penanggulangan wabah, sekarang laporan mengenai penderita COVID-19 sembuh mulai muncul dari berbagai negara.

Di China, sumber wabah virus corona, dilaporkan sudah lebih dari 50 ribu orang yang keluar dari rumah sakit, demikian juga di negara lain seperti Singapura dan Vietnam, mereka yang sebelumnya terkena virus corona sekarang dinyatakan "sembuh".

Salah satu negara yang masih berjuang untuk menanggulangi virus tersebut adalah Korea Selatan dengan kota Daegu yang disebut-sebut sebagai pusat penyebaran utama.

Sekarang, para pekerja seni Korea Selatan dari dunia 'K-pop' ramai-ramai menyumbangkan dana kepada pemerintah dan badan-badan lain untuk menghentikan penyebaran virus corona.

Seperti yang dilakukan artis top Korea Selatan, Son Yejin yang baru saja menyelesaikan peran dalam serial 'Crash Landing On You', yang sangat populer di Netflix.

Son Yejin menyumbangkan dana lebih Rp 1 miliar karena ia merasa sedih kota kelahirannya, Daegu, sekarang sedang menghadapi masalah besar.

Di Korea Selatan, penderita COVID-19 dilaporkan sudah mencapai lebih dari 6 ribu orang dan sejauh ini menewaskan 40 warga.

Selain Son Yejin, bintang lainnya yang ikut menyumbang adalah Suga dari kelompok BTS, salah satu kelompok musik ternama di Korea Selatan.

Suga yang berasal dari Daegu juga sudah menyumbangkan 100 juta won, atau sekitar Rp 1,1 miliar untuk sebuah badan penanggulangan virus corona.

Harian berbahasa Inggris, 'Korea Times' melaporkan sutradara Bong Joonh-ho yang filmnya 'Parasite' baru saja memenangkan Oscar sebagai film terbaik, juga menyumbangkan dana sebanyak Rp 1 miliar.

Selain sumbangan uang, beberapa selebriti di Korea Selatan juga berusaha membantu dengan cara lain.

Beberapa artis diantaranya penyanyi bernama Rain, dan istrinya Kim Tae-hee, yang memiliki beberapa properti, memutuskan untuk menurunkan harga sewa properti sebanyak 50 persen selama bulan Maret.

Tujuan mereka adalah untuk membantu penyewa yang mengalami kesulitan karena melesunya ekonomi.

Simak berita-berita lainnya dari ABC Indonesia.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Virus Corona Bukan Vonis Mati, Tingkat Kematian Lebih Rendah dari Wabah Lain

Berita Terkait