jpnn.com - Sejak Indonesia merdeka, telah kita sepakati bahwa Pancasila menjadi dasar negara. Kita juga sepakat bahwa Indonesia menjadi negara demokrasi berdasar atas hukum (nomokrasi) sebagamana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) dan (3) UUD NRI 1945.
Konsensus nasional bangsa Indonesia tersebut mengikat semua warga negara tanpa kecuali. Organisasi kemasyarakatan (ormas) yang ada di Indonesia pun terikat oleh konsensus itu.
BACA JUGA: Jubir HTI: UU Tak Larang Ormas Berasas Islam
Keberadaan ormas merupakan suatu keniscayaan dalam suatu negara demokratis yang menjamin adanya kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat sebagaimana diatur dalam konstitusi yaitu UUD 1945. Selain menjadi wujud implementasi hak asasi manusia, keberadaan ormas juga merupakan sarana warga negara untuk berpartisipasi dalam pembangunan untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara.
Sesuai dengan konsep bahwa pelaksanaan hak asasi manusia harus selalu diimbangi dengan penghormatan terhadap kebebasan orang lain, maka negara diberikan kewenangan untuk mengatur keberadaan ormas baik melalui pembentukan peraturan perundang-undangan, maupun penegakkan aturan hukum yang dibentuk tersebut.
BACA JUGA: Dampingi HTI, Yusril Ingatkan Jokowi Tak Ulangi Kesalahan Bung Karno
Penegakan aturan hukum pada dasarnya meliputi pendirian, pendaftaran, pemberdayaan, pengawasan, menyelesaikan sengketa dan memberikan sanksi ketika terjadi pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan bagi ormas.
Pengaturan terhadap ormas dalam menjalankan aktivitasnya untuk tidak melanggar kewajiban dan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat (UU Ormas) pada dasarnya sejalan dengan konsep Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 tentang dapat dibatasinya pelaksanaan hak dan kebebasan setiap orang.
BACA JUGA: HTI Belum Dibubarkan tapi Kok Sudah Dilarang?
Sepanjang, pembatasan ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Dalam konteks rencana pemerintah untuk melakukan penegakan hukum/pemberian sanksi terhadap ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) karena melanggar kewajiban dan larangan bagi Ormas sebagaimana diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 59 UU Ormas, pada dasarnya hal itu merupakan hak pemerintah yang dijamin oleh Pasal 60 UU Ormas. Pasal itu mengatur kewenangan pemerintah menjatuhkan sanksi kepada ormas apa pun yang melanggar kewajiban dan larangan.
Keputusan pemerintah untuk langsung menjatuhkan sanksi paling berat bagi HTI, yaitu pencabutan status badan hukum melalui pengajuan permohonan pembubaran ormas ke pengadilan pada dasarnya telah sesuai dengan prosedur penjatuhan sanksi yang diatur dalam Pasal 61 UU Ormas yang memiliki sifat alternatif kumulatif dalam penjatuhan sanksi.
Sanksi terberat berupa pembubaran HTI diperlukan mengingat aktivitas HTI yang mengusung konsep khilafah secara garis besar memang bersifat transnasional, yang bertentangan dengan sila Persatuan Indonesia dalam Pancasila, serta berorientasi meniadakan eksistensi NKRI. Artinya, HTI melanggar kewajiban ormas sebagaimana diatur dalam Pasal 21 huruf b UU Ormas yaitu ormas berkewajiban menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selain itu, aktivitas HTI yang ingin meniadakan NKRI juga melanggar larangan bagi Ormas sebagaimana diatur Pasal 59 ayat (2) huruf c UU Ormas. Ketentuan itu memuat larangan bagi ormas melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan NKRI.
Semua cabang-cabang kekuasaan negara, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif memiliki kewajiban kesetiaan untuk melaksanakan Pancasila dan UUD NRI 1945 dengan peraturan perundang-undangan dengan selurus lurusnya dan seadil-adilnya.
Oleh karena itu kami harapkan semua cabang kekuasaan negara tersebut beserta segenap komponen bangsa Indonesia lainnya mendukung keputusan pemerintah untuk membubarkan ormas HTI sesuai yurisdiksi hukum Indonesia.(***)
*Penulis adalah anggota Komisi III DPR dan ketua Fraksi PDIP di MPR
BACA ARTIKEL LAINNYA... HTI Dibubarkan? Lebih Cepat Lebih Baik!
Redaktur : Tim Redaksi