jpnn.com, ACEH TIMUR - Upaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama jajaran Polri untuk mengungkap kasus pembunuhan gajah sumatera bernama Bunta di Aceh Timur membuahkan hasil. Kini, sudah ada dua orang tersangka dalam kasus itu yang ditahan di Polres Aceh Timur.
KLHK mengerahkan tim dari Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) dan Direktorat Penegakan Hukum untuk mengungkap kasus itu bersama Bareskrim Polri dan Polres Aceh Timur. Polisi selain menahan dua tersangka juga tengah memburu dua nama lain yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
BACA JUGA: Pengelolaan Hutan Bersama Bermanfaat Nyata Bagi Kelestarian
Kapolres Aceh Timur AKBP Wahyu Kuncoro mengatakan, dua tersangka yang kini ditahan adalah BW dan AL. Kedua tersangka merupakan penduduk di sekitar CRU Serbojadi Aceh Timur.
Sedangkan dua buronan lainnya adalah PT dan AR. "Adapun barang bukti yang diamankan di antaranya adalah sepeda motor yang digunakan pada saat pembunuhan, gading yang tertinggal maupun yang disembunyikan tersangka, baju tersangka dan satu bilah parang,” ujar Wahyu dalam jumpa pers di Mapolres Aceh Timur, Selasa (3/7).
BACA JUGA: KLHK Gelorakan Pengurangan Sampah Kantong Plastik
Sebagaimana diketahui, gajah Bunta ditemukan tak bernyawa pada 9 Juni 2018. Peristiwa itu mengagetkan publik karena penyebab kematian gajah jinak itu dianggap tak wajar.
Bahkan Pemerintah Provinsi NAD memberikan atensi secara langsung terhadap kasus ini. Ada hadiah bagi masyarakat yang bisa membantu pengungkapan kasus pembunuhan ini.
BACA JUGA: Pemuda Harus Bisa Bangun Daerah Lewat Perhutanan Sosial
Pada kesempatan yang sama, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) Ditjen KSDAE KLHK Indra Exploitasia menyampaikan pentingnya penyelesaian kasus itu. Sebab, gajah asia yang dikenal juga dengan nama latin elephas maximus merupakan satwa liar yang dilindungi UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, sekaligus termasuk dalam daftar apendiks 1 Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) dengan status terancam hampir punah.
"Di Indonesia terdapat dua subspesies gajah, yaitueElephas maximus sumatranus yang tersebar di Aceh, Sumut, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumsel, dan Lampung, serta elephas maximus borneonsis atau gajah pigmy yang penyebarannya di Kaltim. Berdasarkan data dari Forum Gajah (2016), jumlah populasi gajah di Indonesia sekitar 1.724 ekor. Keberadaan populasi gajah semakin terancam dengan tingginya kebutuhan ruang untuk hidup manusia,” jelasnya.
Indra menambahkan, selain ancaman fragmentasi habitat, gajah juga terancam oleh perburuan liar. Menurutnya, perburuan liar merupakan kejahatan serius karena bersifat terorganisir dan lintas negara.
“Hal ini karena gading gajah masih banyak diburu kolektor. Untuk itu, upaya memerangi perburuan dan perdagangan tumbuhan dan satwa liar, termasuk gading gajah, harus terus secara serius dilakukan semua pihak", tegasnya.
Hingga saat ini, KLHK telah melakukan upaya konservasi gajah. Antara lain dengan membangun tujuh Pusat Konservasi Gajah di wilayah Sumatera, dan beberapa conservation response unit untuk mengatasi konflik yang terjadi antara manusia dan gajah.
Khusus di Provinsi Aceh ada 7 CRU termasuk CRU Serbojadi. Selain itu terdapat unit-unit patroli gajah sebagai media penyelesaian konflik dan pemberdayaan masyarakat, melalui mitra polhut untuk pengamanan hutan.
Turut hadir dalam konferensi pers tersebut, Kasubdit 1 Dittipidter Bareskrim Mabes Polri Kombes Adi Karya, Kepala BKSDA Aceh, dan Kepala Balai Gakkum LHK Wilayah Sumatera. Adi Karya dalam kesempatan ini Adi Karya menegaskan, pihaknya akan terus mendorong pengungkapan kasus tersebut hingga ke jaringannya.
“Semoga kasus ini menjadi pembelajaran kepada semua pihak dalam upaya pelestarian satwa liar khususnya gajah di Sumatera,” katanya.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KLHK Lakukan Deteksi Dini Cegah Karhutla
Redaktur : Tim Redaksi