jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah Daerah atau Pemda tak memiliki kewenangan untuk menerbitkan keputusan Moratorium terhadap Pekerja Migran Indonesia. Hal tersebut berdadarkan Undang-Undang (UU) Nomor 18 tahun 2017 tentang pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI), sebagai hasil perubahan dari UU Nomor 39 tahun 2004 tentang PPTKLN. Kewenangan mengeluarkan moratorium hanya dimiliki pemerintah pusat melalui Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) RI.
Hal ini dikatakan Wakil Sekjen Bidang Hukum, HAM dan Keamanan, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Hanura, Petrus Selestinus saat menyampaikan materi dalam Focus Group Discussion (FGD) Fraksi Partai Hanura dengan tema “Pentingnya Memahami Keputusan Moratorium Pekerja Migran Indonesia” di Gedung Nusantara 1, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (28/1/2019).
BACA JUGA: Moratorium Pengiriman PMI Oleh Pemda: Antara Pembangkangan dan Jalan Perubahan
BACA JUGA: Moratorium Pengiriman PMI Oleh Pemda: Antara Pembangkangan dan Jalan Perubahan
Menurut Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ini, bila ada pemerintah daerah di Indonesia yang membuat keputusan melampaui peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka kepetusan tersebut segera dicabut.
BACA JUGA: Pemda Tolak Bayar Gaji PPPK, Begini Tanggapan Kepala BKN
Menurutnya, sesuai UU Nomor 18 tahun 2017 tentang pelindungan Pekerja Migran Indonesia, sebagai hasil amandemen dari UU Nomor 39 tahun 2004 tentang PPTKLN, Pemerintah Daerah (Pemda) tak memiliki kewenangan untuk menerbitkan keputusan Moratorium terhadap Pekerja Migran Indonesia. Karena kewenangan mengeluarkan moratorium itu hanya dimiliki pemerintah pusat melalui Kemenaker.
“Kalau ada pemda yang membuat keputusan melampaui peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka sebaiknya kepetusan tersebut segera dicabut agar tidak menjadi polemik,” kata Petrus.
BACA JUGA: OSO: Saya tidak Akan Mundur
Hal senada juga dikatakan Pemerhati Ketenagakerjaan Antonius Doni Dihen. Menurut mantan staf khusus Kemenaker ini, pemerintah daerah perlu memperhatikan produk perundangan-undangan yang berlaku dalam membuat suatu keputusan penting apalagi berkaitan dengan kepentingan masyarakat, sehingga keputusan tersebut tidak dianggap sebagai pembangkangan.
“Saya sebenarnya bingung ada daerah yang lakukan moratorium terhadap Pekerja Migran. Harusnya pemerintah daerah perlu perhatikan perundangan-undangan yang berlaku dalam membuat keputusan penting apalagi berkaitan dengan kepentingan masyarakat, sehingga keputusan itu tidak dianggap sebagai pembangkangan bahkan kegalauan,” kata Anton Doni.
Sementara Direktur Sosialisasi dan Kelembagaan BNP2TKI, Servulus Bobo Riti dalam pemaparannya mengatakan, pembukaan dan penghentian/pelarangan penempatan Pekerja Migran Indonesia ke sebuah negara tujuan atau atas jabatan tertentu merupakan kewenangan pemerintah pusat.
“Pembukaan dan penghentian/pelarangan penempatan Pekerja Migran Indonesia ke sebuah negara tujuan atau atas jabatan tertentu itu merupakan kewenangan pemerintah pusat,” ujar Servulus.
Ia juga menegaskan, dalam menyelesaikan permasalahan PMI, negara selalu wajib memfasilitasi proses penempatan bagi setiap Warga Negara Indonesia yang ingin bekerja di luar negeri. Negara juga berkewajiban melakukan pelindungan hukum, sosial dan ekonomi sebelum bekerja, selama bekerja dan sesudah bekerja.
BACA JUGA: DPR: Segera Terbitkan Aturan Pelaksana UU Perlindungan PMI
Sedangkan pembicara lain, Anggota Komisi IX DPR RI, Jalaluddin Akbar meminta pemerintah segera menerbitkan peraturan pelaksana UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Menurut Jalaluddin, aturan pelaksana UU Perlindungan PMI tersebut sangat penting untuk menangani persoalan Tenaga Kerja Indonesia malai dari tahapan persiapan, pengiriman, dan pasca pengiriman.
“Negara harus hadir untuk menyelesaikan persoalan ketenagakerjaan di Indonesia. Untuk itu pemerintah segera menerbitkan peraturan pelaksana UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia,” tegas Jalaluddin.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bupati Karolin: Honorer K2 Tanggung Jawab Pemerintah Pusat
Redaktur & Reporter : Friederich