jpnn.com, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar sidang pemeriksaan terdakwa terhadap Erwin Syaaf Arief, terkait kasus suap pengadaan alat satelit monitoring dan drone di Bakamla.
Sidang digelar di ruang sidang Wirjono Prodikoro 3, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Senin (16/9/2019) siang.
BACA JUGA: Lagi-lagi Ungkap Korupsi di Bakamla, KPK Jerat Tiga Tersangka
"Jadi, kami akan membuka fakta-fakta di persidangan. Yang mana fakta di persidangan sudah diungkap saksi lain yang memberikan kesaksian di persidangan," kata Ardy Susanto, penasihat hukum Erwin, di persidangan seperti dilansir dalam siaran persnya, kemarin.
Sesuai fakta persidangan, menurut dia, Erwin Arief hanya meneruskan pesan WA dari anggota Komisi I DPR RI, Fayakhun Andriadi kepada direktur PT. Merial Esa yaitu Fahmi Darmawansyah terkait proyek pengadaan alat satelit monitoring dan drone di Bakamla.
BACA JUGA: Bakamla Berhasil Menghalau Kapal Ikan Asal Vietnam
Menurut Ardy, Erwin meneruskan pesan WA Fayakhun Andriadi karena berkali-kali diminta Fayakhun Andriadi agar menyampaikan pesannya kepada Fahmi Darmawansyah. Sebab Fahmi Darmawansyah tidak bisa dihubungi oleh Fayakhun Andriadi. Kalaupun telepon masuk, tetapi tidak diangkat oleh Fahmi Darmawansyah.
Karena Erwin berteman dengan Fahmi Darmawansyah dan juga berteman dengan Fayakhun Andriadi serta diminta berkali-kali oleh Fayakhun Andriadi, maka Erwin Arief pun meneruskan pesan WA Fayakhun Andriadi tersebut kepada Fahmi Darmawansyah melalui Adami Okta, dan demikian juga pesan WA dari Fahmi Darmawansyah ataupun Adami Okta diteruskan oleh Erwin Arief kepada Fayakhun Andriadi.
Dia menegaskan, proyek tersebut sudah disiapkan oleh Fahmi Darmawansah, Direktur PT Merial Esa Indonesia, bersama dengan Fayakun.
"Peran perusahaan terdakwa adalah produsen yang mempersiapkan barang untuk PT. Merial Esa. Kesepakatan awal Sudah dicreate bersama Fahmi Darmawansah dan Fayakun dan Fahmi Al Habsy kemudian mereka mencari terdakwa Erwin Arief, sesuai keterangan para saksi dalam persidangan sebelumnya,” ungkap Ardy Susanto.
Di persidangan sebelumnya terungkap, Fayakhun disebut-sebut menerima Rp12 miliar dari proyek pengadaan alat satelit monitoring. Penerimaan itu dilakukan sebanyak empat kali transfer.
Fayakhun disebut memberikan nomor rekening kepada Adami Okta melalui Erwin Arief sebagai realisasi komitmen fee dari proyek tersebut di antaranya; Hangzhou Plastic co.ltd, Guangzhou Ruiqi Oxford, Cloth co, ltd, Omega Capital Aviation limited, JP Morgan International Bank limited, Brussels.
Politikus Partai Golkar itu sempat mengaku akunnya diretas. Namun, belakangan dia mencabut laporan di kepolisian mengenai akunnya yang diretas.
"Percakapan Erwin Arif dan Fayakun memang ada. Erwin tidak pernah mau menutupi. Itu karena fakta sudah ada bukti diambil penyidik mau bohong apa lagi," kata dia.
Erwin mengungkapkan kekeliruannya mengenai penyampaian pesan percakapan dari Fayakun kepada Adami dan Fahmi Darmawansyah maupun dari Adami dan Fahmi Darmawansyah kepada Fayakhun.
,
"Itulah salah satu keteledoran Erwin. Dia teledor karena meneruskan ini. Namun dari perannya meneruskan WA tersebut, Erwin Arief tidak mendapatkan keuntungan apapun" tambah Ardy.
Untuk diketahui, Erwin Sya'af Arief didakwa telah bersama dengan Fahmi Darmawansyah dan PT Merial Esa memberi atau menjanjikan sesuatu berupa uang sebesar USD 911.480 atau Rp 12 miliar dari PT Merial Esa (perusahaan milik Fahmi) kepada Fayakhun Andriadi selaku anggota Komisi I DPR RI periode 2014-2019.
Pemberian uang suap tersebut bertujuan agar Fayakhun mengupayakan anggaran Bakamla untuk pengadaan proyek satelit monitoring dan drone dalam APBN Perubahan 2016. Proyek ini akan dikerjakan PT Merial Esa selaku agen dari PT Rohde and Schwarz Indonesia.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich