''Sebenarnya tenggat waktu (penyerahan data hasil pengembangan) sejak 2005, itu jelas dalam kontraknya
BACA JUGA: Obama Diundang Jadi Pembicara Pertemuan Pengusaha Muslim
Pemerintah yang berhak menentukan segala sesuatu di republik ini, bukan siapa-siapaBACA JUGA: Vonnie Menanti Kepastian
Padahal, dia tidak melaksanakan kewajiban dalam kontrak sejak 30 tahun lalu," tegas Wapres Jusuf Kalla di kantornya, Jumat (16/1).Sesuai ketentuan UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, data hasil eksplorasi dan eksploitasi adalah milik dan dikuasai negara
BACA JUGA: Bugiakso akan Deklarasikan Capres
''Karena itu, mereka harus segera melaksanakan kewajibannyaSegeraKalau tidak, tentu pemerintah bisa mengambil langkah hukum," tegas Kalla.Pemerintah menilai kontrak Exxon di Natuna berakhir dengan sendirinya pada 9 Januari 2005 karena blok tersebut diabaikanNamun, Exxon menilai kontrak tidak bisa diterminasi sepihak karena merasa telah menyerahkan rencana pengembangan sebelum tenggat waktu 9 Januari 2009.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro kembali menegaskan bahwa kontrak ExxonMobil di blok Natuna D-Alpha sudah berakhir''Selanjutnya, pemerintah melalui rapat kabinet terbatas sudah memberi tugas Pertamina untuk menyusun rencana pengelolaannya,'' ujarnya di Kantor ESDM kemarin (16/1).
Untuk meyakinkan seluruh pihak bahwa kontrak Exxon benar-benar berakhir, Purnomo membeber kronologi kontrak pengelolaan blok raksasa di Kepulauan Riau yang diperkirakan memiliki cadangan gas 46 triliun kaki kubik (TCF) tersebut.
Pada 8 Januari 1980, Pertamina yang saat itu masih menjalankan fungsi regulator (sebelum BP Migas terbentuk), meneken kontrak dengan Esso Natuna untuk jangka waktu 30 tahunPemegang participating interest kontrak kerja sama (KKS) adalah Pertamina 50 persen dan Esso Natuna 50 persen.
Kemudian pada 1996, 26 persen participating interest Pertamina dialihkan ke Mobil NatunaDengan demikian, participating interest di blok Natuna D-Alpha menjadi Pertamina 24 persen dan ExxonMobil Oil Indonesia yang merupakan induk Esso Natuna dan Mobil Natuna menguasai 76 persen.
Sebelum itu, pada 9 Januari 1995 Pertamina menandatangani basic agreement dengan Esso NatunaIsi basic agreement mengubah beberapa pasal dalam KKSAntara lain, mengatur batas waktu bagi kontraktor untuk mengajukan komitmen mengembangkan blok Natuna menjadi 9 Januari 2005.
Sesuai kontrak, pengajuan komitmen pengembangan (plan of development/PoD) hanya bisa diterima jika ada kesepakatan antara BP Migas dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tentang keekonomian proyek berdasar feasibility studies.
Kata Purnomo, surat komitmen yang disampaikan Exxon sebelum 9 Januari 2005 tidak disertai feasibility studiesSelanjutnya, BP Migas sudah memberi kesempatan untuk menyampaikan feasibility studies hingga batas waktu 6 Januari 2005''Hingga saat itu, Exxon tidak bisa memenuhiDengan begitu, kontrak Exxon di blok Natuna D-Alpha otomatis berakhir,'' jelasnya.
Terkait dugaan bahwa Exxon masih menyimpan sebagian data eksplorasi blok Natuna, Purnomo menegaskan itu adalah hak negara sehingga harus diserahkanKarena itu, jika memang Exxon benar-benar tidak memberikan seluruh data, pemerintah bisa menuntut secara pidanaMengenai potensi digugatnya Indonesia oleh Exxon, Purnomo mengatakan, pemerintah tetap berpegang pada kontrak yang menyatakan sudah berakhir.
Dimintai komentarnya, VP Public Affair ExxonMobil Oil Indonesia Maman Budiman mengatakan, pihaknya tetap menganggap kontrak Exxon di Natuna belum berakhir''Kami tidak sepakat jika dikatakan kontrak PSC kami (di Natuna D-Alpha) tidak lagi efektif,'' ujarnya.
Menurut Maman, pihaknya selama ini sudah menghormati dan menjalankan komitmen dalam kontrak pengembangan Natuna D-AlphaMeski berbeda pendapat dengan pemerintah, Maman mengatakan, ExxonMobil tetap tertarik dalam pengembangan Natuna.(noe/owi/iw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jangan salahkan SBY !
Redaktur : Tim Redaksi