Subsidi gaji yang diberikan Pemerintah Australia selama pandemi COVID-19 atau dikenal dengan sebutan 'JobKeeper' akan berakhir pada 28 Maret. Program subsidi gaji yang dijalankan Pemerintah Australia sejak Maret 2020 akan dihentikan pada akhir bulan ini, diperkirakan menelan biaya lebih dari Rp1000 triliun Sejumlah warga asal Indonesia yang menerima subsidi menyatakan sudah mendengar keputusan ini dan akan menyesuaikan diri dengan income yang berkurang Pemerintah mengklaim program JobKeeper telah berhasil mencapai tujuan, mencegah meningkatnya pengangguran akibat pandemi

Andi Armawadjidah memiliki karir sebagai pengajar dan 'academic manager' di salah satu lembaga pendidikan di Melbourne, ketika Pemerintah mengambil langkah drastis dengan menutup perbatasan akibat pandemi COVID-19.

BACA JUGA: Lansia LGBT di Australia Takut Tinggal di Panti Jompo

Ibu dua anak ini tak pernah menyangka kesibukannya mengajar bahasa Inggris bagi calon mahasiswa internasional akan terganggu dan bahkan terhenti.

"Begitu perbatasan ditutup, kami tinggal melayani mahasiswa yang masih tersisa," ujarnya kepada wartawan ABC Indonesia Farid M. Ibrahim, Kamis (18/03).

BACA JUGA: Amerika Serikat Kembali Bersiap Hadapi Gelombang Baru COVID-19, Ini yang Keempat

Arma, panggilan akrabnya, bekerja dengan jam kerja normal lima hari seminggu, tapi karena tak ada lagi calon mahasiswa internasional, jam kerjanya berkurang.

"Tanpa kedatangan mahasiswa internasional, saya mengalami pengurangan jam kerja menjadi 3 jam," kata Arma yang meraih PhD dalam pengajaran bahasa Inggris dari Universitas Monash.

BACA JUGA: Eropa Bersedia Lanjutkan Vaksinasi AstraZeneca, Asal Dua Hal Ini Terpenuhi

Lembaga tempat kerjanya kemudian mengajukan permohonan subsidi gaji 'JobKeeper', yang mulai diterapkan di Australia sejak 30 Maret 2020.

Arma menerima subsidi gaji dalam kategori sebagai pekerja paruh-waktu atau 'part time'.

Dalam 'JobKeeper' pemberi kerja tetap membayar gaji para pegawai 'full tume' sebesar AU$1.000 per dua minggu, serta gaji pekerja paruh-waktu sebesar AU$650 per dua minggu.

Dalam skema JobKeeper, kategori pekerja paruh-waktu adalah mereka yang jam kerjanya kurang dari 80 jam dalam siklus kerja 28 hari. Mengapa Pemerintah Australia menghentikannya?

Menteri Perbendaharaan Negara, atau Treasurer Australia, Josh Frydenberg menegaskan skema 'JobKeeper' yang diperkirakan menelan biaya AU$90 miliar akan dihentikan pada akhir bulan Maret. Treasurer Josh Frydenberg menyatakan pemerintah bukan hanya tak sanggup memperpanjang subsidi JobKeeper tapi hal itu juga akan mengganggu pemulihan ekonomi.

ABC News: Nick Haggarty

Ia menyatakan bukan saja Pemerintah Australia tidak sanggup memperpanjang subsidi gaji, tapi juga dianggap akan menganggu upaya pemulihan ekonomi.

Perpanjangan itu, katanya, akan mendorong tumbuhnya usaha yang tidak berkelanjutan dan alokasi pekerja dan kapital menjadi tidak efektif dalam perekonomian.

"Berakhirnya JobKeeper juga akan memaksa pemerintah negara bagian untuk berpikir dua kali sebelumnya menutup perbatasannya," ujar Menteri Frydenberg.

Selama pandemi COVID-19, banyak perusahaan yang terpaksa tutup akibat adanya pembatasan sosial serta hilangnya konsumen.

Melalui tunjangan 'JobKeeper', Pemerintah berupaya membantu dunia usaha agar jangan sampai ada pekerja yang kehilangan pekerjaannya.

Pada bulan Desember, sekitar 1,5 juta warga Australia masih menerima tunjangan 'JobKeeper'. Tak lagi memenuhi syarat

Namun di saat perbatasan antara negara bagian mulai dibuka dan pembatasan sosial dilonggarkan, banyak perusahaan yang kembali beroperasi secara normal, sehingga tidak lagi memenuhi syarat mendapatkan JobKeeper. Yuanita pernah menerima subsidi gaji JobKeeper namun sudah dihentikan ketika tempat kerjanya sudah beroperasi normal pada Oktober lalu.

Koleksi pribadi

Itulah yang dialami Yuanita Gondorejo, karyawan sebuah toko dan penerima tunjangan 'JobKeeper'.

Lulusan Universitas RMIT ini tadinya menerima subsidi gaji, namun karena toko tempat kerjanya sudah dibuka lagi, subsidi pun dihentikan.

"Toko tempat kerjaku sudah buka kembali dan JobKeeper dihentikan sekitar Oktober lalu," ujar Yuanita saat dihubungi, Kamis (18/03).

Saat itu ia sempat kembali bekerja seperti biasa namun belakangan memutuskan untuk berhenti.

"Kebetulan saya sudah lulus kuliah dan juga kini sudah melahirkan," kata Yuanita saat ditanya mengapa berhenti kerja di toko tersebut.

Yuanita mengakui subsidi gaji yang diterimanya cukup untuk menutupi biaya hidup dengan standar biasa.

Namun bagi mereka yang masih bergantung pada 'JobKeeper', rencana penghentiannya menimbulkan kekhawatiran.

"Setelah JobKeeper selesai, padahal mahasiswa internasional belum bisa datang ke sini, tentunya pekerjaan kami akan sangat terdampak," kata Arma. Lantas bagaimana penerima JobKeeper akan bertahan?

Arma mengau ia akan berupaya bertahan di tempat kerjanya, meski dengan jam kerja yang sangat minim.

Dengan subsidi gaji yang nilainya jauh dari mencukupi karena jam kerjanya yang terbatas, Arma pada tahun lalu juga mengajukan permohonan tunjangan 'JobSeeker'.

'JobSeeker' adalah tunjangan bagi para pencari kerja dengan ketentuan harus mampu membuktikan upayanya mendapat pekerjaan.

"Saya mengajukan delapan hingga 10 lamaran kerja setiap 20 hari," katanya.

Selama pandemi, penerima tunjangan 'JobSeeker' menerima tambahan pendapatan terkait COVID-19.

Namun tambahan ini sudah dihentikan sejak beberapa bulan lalu.

"Jadi kalau subsidi gaji JobKeeper akan dihentikan juga, saya pasti akan kesulitan," tambahnya.

"Mau tidak mau saya harus menyesuaikan gaya hidup dengan income yang sangat terbatas," ujar Arma. Pemerintah mengaku lowongan kerja terus meningkat

Terkait dengan kekhawatiran penerima 'JobKeeper' yang banyak diberitakan di media lokal, Kamis kemarin, Perdana Menteri Scott Morrison menegaskan skema ini telah berhasil mencapai tujuan seperti yang diinginkan ketika diluncurkan tahun lalu.

"Jika program ini dilanjutkan melebihi batas efektifnya, maka justru akan menghambat ekonomi. Karena bisa menimbulkan masalah dalam mobilitas angkatan kerja," jelasnya dalam rapat dengar perdapat di Parlemen.

"Kita memiliki puluhan ribu posisi dalam data lowongan kerja terbaru. Jumlahnya terus meningkat. Di wilayah regional saja, ada 50 ribuan lowongan kerja saat ini," kata PM Morrison. Dr Andrew Leigh, asisten juru bicara oposisi urusan perbendaharaan negara, mendesak pemerintah agar mengungkapkan perusahaan-perusahaan besar penerima JobKeeper.

AAP: Joel Carrett

Sementara itu, asisten juru bicara oposisi urusan Perbendaharaan Negara, Dr Andrew Leigh, mendesak pemerintah untuk mengungkap perusahaan yang telah memanfaatkan subsidi gaji, padahal mereka mencatatkan laba yang sangat tinggi, bahkan membagikan bonus untuk direksi.

Sejumlah perusahaan mengumumkan telah mengembalikan jutaan dolar subsidi gaji yang mereka terima selama pandemi, karena perusahaan mereka ternyata tidak mengalami penurunan pendapatan hingga 30 persen sebagaimana disyaratkan dalam program ini.

Menurut catatan Kantor Pajak Australia (ATO), program JobKeeper telah membantu lebih dari 1 juta perusahaan dengan 3,8 juta pekerja selama pandemi.

Fase kedua program ini antara Oktober dan Desember 2020 berhasil membantu 2,2 juta pekerja, namun pada bulan Desember jumlah penerimanya telah menurun menjadi 1,5 juta pekerja.

Simak berita menarik lainnya dari Australia di ABC Indonesia

BACA ARTIKEL LAINNYA... Nenek 102 Tahun Kehilangan Rp 4 M Akibat Penipuan, Keluarganya Takut Memberitahu

Berita Terkait