jpnn.com, JAKARTA - Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kemenkumham Enny Nurbaningsih mengatakan, pembahasan definisi terorisme dalam Rancangan Undang-undang Antiterorisme memang ditunda oleh pemerintah saat rapat 18 April 2018 lalu.
Menurut Enny, pembahasan terpaksa berhenti karena harus konsolidasi terlebih dahulu terkait masukan DPR mengenai tambahan frasa.
BACA JUGA: Mendefinisikan Terorisme Memang Tak Mudah
"Frasa itu adalah tambahannya mengenai perlu dimasukannya tujuan idelogi atau tujuan politik dan keamanan negara," kata Enny sebelum rapat tim perumus RUU Antiterorisme di gedung DPR, Jakarta, Rabu (23/5).
Menurut Enny, kalau frasa itu dimasukkan, sementara definisi yang dirumuskan pemerintah diangkat dari pasal 6 dan 7 UU 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tentu akan terjadi perubahan.
BACA JUGA: Target DPR, RUU Antiterorisme Disahkan Jumat
Nah, kata Enny, kalau itu dirubah tentu akan merubah keseluruhan pasal yang ada di dalam RUU Antiterorisme itu.
"Kalau kami tambahkan itu, khawatirnya nanti akan menyebabkan adanya perubahan di dalam rumusan delik yang ada dalam pasal 6 dan 7 itu sendiri," ungkap Enny.
BACA JUGA: Irjen Setyo Wasisto: Kami Selalu Satu Komando
Lebih lanjut Enny mengatakan, persoalan frasa tujuan politik, ideologi, keamanan negara perlu didiskusikan bersama pansus.
Menurut dia, pemerintah pada tahap awal menghendaki hal ini ada di dalam penjelasan umum saja. Karena inti dari definisi UU ini adalah tindak pidana terorisme.
Nah, tindak pidana terorisme itu sebetulnya sudah dirumuskan sedemikian rupa yaitu segala perbuatan yang unsur-unsurnya ada dalam UU ini.
"Itu sudah cukup sebetulnya, tapi ini ada kehendak untuk lebih memperjelas apa itu terorisme yang sebetulnya sudah ada dalam pasal 6 dan 7. Jadi kami harus hati-hati merumuskan itu," pungkasnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Prof Yusril Setuju TNI Ikut Sikat Teroris, Ini Alasannya
Redaktur & Reporter : Boy