jpnn.com - JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sangat berhati-hati memutuskan langkah apa yang akan diambil Indonesia terhadap desakan meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control.
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Firmanzah mengatakan ada dilema yang harus dihadapi menyangkut FCTC ini. Ia menerangkan, di satu sisi pengendalian tembakau menyangkut persoalan kesehatan masyarakat.
BACA JUGA: Dahlan Siapkan Perusahaan Saingan PLN
Tetapi di sisi lain industri tembakau merupakan tempat bergantungnya jutaan orang masyarakat petani.“Pemerintah menjadi ada di dua kaki. Harus mempertimbangkan aspek kesehatan selain itu juga perlu mempertimbangkan nasib petani,” ujar Firmanzah, Minggu (24/11).
Menurutnya, hingga kini belum bisa menjelaskan posisi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam persoalan ratifikasi konvensi pengendalian tembakau yang dibesut WTO itu.
BACA JUGA: Harga Rumah Bersubsidi Segera Naik
Sebab, kata dia, pemerintah harus mempertimbangkan lebih dalam soal ratifikasi ini. Ia mengatakan, jika ratifikasi dilakukan bakal berdampak juga terhadap nasib para petani tembakau yang jumlahnya jutaan.
Mengenai surat keberatan serikat petani tembakau ke istana yang isinya meminta presiden tidak mendukung ratifikasi, Firmanzah menjamin pasti akan ditanggapi presiden. “Saya belum lihat ke sekratriat negara untuk mengetahui isinya, tapi kalau sudah masuk tentua akan dibahas,” kata Firmanzah.
BACA JUGA: Produksi Susu Berkurang 400 Ton Per Hari
Menurut dia, tentunya akan dirapatkan dulu untuk mendalami persoalannya. Pembahasan juga akan melibatkan Kementerian Kesehatan dan Kementerian terkait lainnya seperti Kementerian Perdagangan.
Menteri Perdagangan Gita Irawan Wirjawan mengatakan persoalan FCTC ini belum dibicarakan antara Kemenkes dan Kemendag.
Bulan ini, Kemendag mengaku telah mengirimkan surat kepada WHO terkait kebijakan ini. Ia mengingatkan semua pihak harus koordinasi dan paham secara utuh serta konsekuensi yang akan timbul jika ratifikasi FCTC diterapkan. "Mulai dampak terhadap pekerja hingga petani," katanya.
Terpisah, peneliti Ekonomi Politik dari Global Justice Institute Salamuddin Daeng mengatakan FCTC mengancam jutaan orang yang menggantungkan hidupnya kepada industri rokok.
Jika FCTC diberlakukan, Industri rokok dalam negeri bakal hancur. Aturan FCTC lebih menguntungkan perusahaan-perusahaan rokok asing.ââ¬Âª
Dia mencontohkan salah satu ketentuan dalam FCTC adalah membatasi kadar nikotin dan tar dalam rokok. Padahal, hanya rokok produksi eropa dan amerika serikat saja yang memiliki kadar nikotin dan tar rendah.
Dengan demikian jika diberlakukan sudah pasti perusahaan rokok dalam negeri bakal kesulitan bersaing. FCTC juga mengatur soal penggunaan bahan tambahan. Penggunaan cengkeh bakal dibatasi. "Ini bisa membunuh produsen rokok kretek kita yang menggunakan bahan cengkeh. Bukaan hanya petani tembakau, industri cengkeh pun bakal hancur," ujarnya.
Dia berharap pemerintah mempertimbangkan betul soal ratifikasi FCTC ini. Menurutnya, kajian pemerintah untuk mendorong FCTC karena alasan kesehatan belum komprehensif.
"FCTC tidak hanya bicara kesehatan, pasal satu sampai akhir berisi aturan regulasi-regulasi malah lebih banyak mengatur bidang ekonomi," pungkasnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menkeu: Tidak Masalah Rupiah Melemah
Redaktur : Tim Redaksi