Pemerintah Berupaya Mewujudkan Komunikasi Publik yang Inklusif

Sabtu, 26 November 2022 – 15:32 WIB
Workshop Rancangan Pengaturan Sistem Komunikasi Publik Nasional yang digelar di Yogyakarta, Kamis (24/11). Foto dok Kominfo

jpnn.com, YOGYAKARTA - Direktur Tata Kelola dan Kemitraan Komunikasi Publik, Kementerian Kominfo, Hasyim Gautama, mengatakan aktivitas komunikasi yang aktif mewujudkan partisipasi masyarakat atau mendengarkan suara publik di Indonesia belum diregulasi secara gamblang.

Hal tersebut dikemukakan dalam Workshop Rancangan Pengaturan Sistem Komunikasi Publik Nasional yang digelar di Yogyakarta, Kamis (24/11).

BACA JUGA: Menteri Kominfo: GPR jadi Jembatan Komunikasi Pemerintah dan Masyarakat

“Regulasi tentang komunikasi publik menjadi penting dan workshop ini kami laksanakan sebagai titik awal dalam mewujudkan komunikasi publik yang akuntable, transparan, partisipatif, inklusif dan terstandarisasi,” jelas Hasyim.

Menurut Hasyim, pemerintah perlu berkomunikasi lebih jauh kepada publiknya.

BACA JUGA: Ganjar: Program Tuku Lemah Oleh Omah Bisa Jadi Solusi Bantu Korban Bencana

Menjalankan komunikasi publik merupakan kewajiban yang secara filososfis melekat kepada pemerintah, sesuai dengan asas demokrasi yang dianut bangsa Indonesia.

“Interaksi yang baik antara pemerintah dengan masyarakat akan menentukan demokrasi yang baik,” katanya.

BACA JUGA: LPEI dan Exim Bank se-Asia Bahas Ketahanan Ekonomi & Ekspor Pascapandemi

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Hari Edi Tri Wahyu Nugroho, menyampaikan keberhasilan kinerja pemerintah tidak hanya diukur dari hasil pembangunan fisik saja, tetapi juga adanya kepercayaan publik yang semakin meningkat.

“Publik harus memperoleh akses informasi yang memadai sehingga memungkinkan mereka berperan dalam proses pembangunan,” jelas Wahyu.

Akademisi sekaligus Penyusun Rancangan Pengaturan Sistem Komunikasi Publik Nasional, Eriyanto memaparkan alasan mengapa peraturan presiden mengenai sistem komunikasi publik mendesak untuk dibentuk.

Dikatakan Eri, salah satu alasannya adalah dilihat dari performa kinerja komunikasi publik pemerintah Indonesia yang harus diakui belum baik.

Indonesia berada di posisi ke 40 dari 136 negara di dunia dalam rating keterbukaan informasi publik yang dibuat oleh Center for Law and Democracy (CLD) dan Access Info Europe (AIE).

“Nilai paling rendah berada pada prosedur permintaan informasi. Kemudian kesigapan dari lembaga publik di dalam memberikan informasi kategorinya masih rendah,” jelas Eri.

Sistem komunikasi publik nasional merupakan rangakain dari dua kebijakan publik lainnya, yaitu SPBE (Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik) dan kebijakan satu data Indonesia terkait dengan bagaimana berbagi pakai data di Indonesia.

Saat ini sedang disusun naskah urgensinya dan direncanakan akan disusun peraturan presiden di tahun depan.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler