Pemerintah Bisa Mengurangi Jumlah Perokok dengan Memanfaatkan Hasil Kajian Ini

Minggu, 27 Maret 2022 – 11:52 WIB
Ilustrasi rokok. Foto/Ilustrasi: Bea Cukai.

jpnn.com, JAKARTA - Penelitian tentang fakta-fakta mengenai produk tembakau alternatif baik di dalam dan luar negeri telah banyak dilakukan saat ini.

Kendati demikian, masih banyak pihak yang skeptis terhadap hasil dari kajian tersebut yang membuktikan bahwa produk tembakau alternatif lebih minim risiko daripada rokok.

BACA JUGA: Pemuda Ini Nekat Beli Rokok di Warung Pakai Uang Mainan, Begini deh Jadinya

Guru Besar Universitas Sahid Profesor Kholil menjelaskan penolakan terhadap kajian beserta hasilnya merupakan hal yang wajar karena adanya pemikiran skeptis pada beberapa kalangan masyarakat.

Sebab, mereka belum sepenuhnya memahami konteks dan tujuan penelitian tersebut.

BACA JUGA: Pemerintah Indonesia Diminta Memperkuat Regulasi Peredaran & Penggunaan Tembakau

“Yang perlu dihindari justru sikap judgemental, denial, dan anti-science di kalangan masyarakat,” ujarnya.

Menurut Kholil, penelitian tentang produk tembakau alternatif, seperti pada produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik, maupun kantung nikotin, tidak bebas nilai.

BACA JUGA: Konsumen Butuh Regulasi Produk Tembakau Alternatif

Akan tetapi, setiap peneliti berupaya untuk melakukan kajian ilmiah secara objektif. Harapannya, hasil dari riset tersebut menjadi rujukan dalam menyusun kebijakan dan subjek dari diskusi yang dapat diperbedatkan secara ilmiah.

Selain itu, dia menekankan pentingnya menyampaikan informasi berbasis fakta hasil kajian-kajian tersebut kepada publik.

“Penelitian tentang produk tembakau alternatif dengan hasil yang positif ataupun negatif tidak selalu menuai adanya pro-kontra, melainkan dapat saling mendukung satu sama lain untuk mengkaji lebih dalam secara ilmiah,” ujar Kholil.

Lantaran masifnya penolakan terhadap penelitian produk tembakau alternatif beserta hasilnya, pandangan yang keliru terhadap produk ini makin meluas di publik. 

Menurutnya, produk tembakau alternatif bisa dimanfaatkan untuk membantu menekan angka prevalensi merokok di Indonesia.

Kholil berpendapat para peneliti dan akademisi harus lebih aktif dalam mensosialisasikan penelitian terhadap produk tembakau alternatif kepada pemerintah maupun masyarakat luas. Apalagi, aktivitas tersebut juga merupakan bentuk dari pengabdian kepada masyarakat.

“Informasi yang akurat tentunya dapat diperoleh dari publikasi dan diseminasi hasil kajian melalui berbagi kegiatan seperti artikel pemberitaan, diskusi media, workshop, konferensi ilmiah, seminar dan sebagainya,” kata dia.

Kholil melanjutkan, pemerintah Indonesia juga harus memiliki komitmen yang kuat dalam mendukung berbagai penelitian lokal mengenai produk tembakau alternatif.

Dukungan dapat melalui kolaborasi dengan berbagai pihak, sarana dan prasarana penunjang, pemanfaatan hasil penelitian, hingga pendanaan.

“Harapannya ke depan, pemerintah dapat terbuka untuk mendukung berbagai penelitian berbasis lokal yang juga melibatkan berbagai pihak,” ucapnya.

Selain itu, pemerintah perlu aktif dalam komunikasi dan diseminasi hasil riset kepada masyarakat serta memformulasikanya dalam bentuk kebijakan

. “Dukungan dan komitmen dari pemerintah begitu penting untuk mendorong lebih banyak perguruan tinggi melakukan penelitian, khususnya mengenai produk tembakau alternatif agar bisa menjadi salah satu prioritas dalam penelitian,” tegas Kholil.

Direktur Eksekutif Centre for Youth And Population Research (CYPR) Dedek Prayudi atau yang akrab disapa Uki menambahkan penelitian di dalam negeri memang banyak yang sudah dilakukan.

Hasilnya pun menunjukkan bahwa produk tembakau alternatif memang memiliki risiko yang lebih rendah daripada rokok.

Hasil riset tersebut, kata dia, seharusnya bisa menjadi acuan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan sehingga produk ini turut berkontribusi dalam menekan prevalensi merokok.

“Produk tembakau alternatif sebenarnya jalan moderat untuk mengurangi prevalensi merokok. Kalau tidak ada jalan moderat, kita hanya akan terus disibukkan dengan perdebatan mengenai ekonomi serta kesehatan,” pungkasnya. (flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler