Pemerintah dan Ulama Harus Mantapkan Deradikalisasi

Selasa, 15 November 2016 – 15:32 WIB
Bom Samarinda. Foto: Prokal

jpnn.com - JAKARTA – Pemerintah dan ulama wajib memantapkan sinergi dalam menjalankan program pencegahan terorisme, khususnya deradikalisasi demi menciptakan Indonesia damai.

Langkah itu adalah bagian tidak terpisahkan dalam membangun masyarakat yang bersih dari ajaran sesat kelompok radikal.

BACA JUGA: Jangan Biarkan Teror Terulang, Segera Bereskan Pembahasan RUU Terorisme

Pernyataan ini diungkapkan oleh Guru Besar Sosiologi Politik FISIP UI Iwan Gardono Sujatmiko menanggapi kembali terjadinya aksi terorisme yang dilakukan mantan napi terorisme kasus bom buku Juhanda di Samarinda, Minggu (13/11).

Aksi teror dengan bom molotov itu di Gereja Oikumene itu kembali merusak suasana kedamaian di bumi pertiwi. Apalagi, korban dari teror itu adalah anak-anak.

BACA JUGA: Puan Maharani Canangkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat di Bantul

“Aksi ini bukan karena program deradikalisasi yang dilakukan pemerintah, dalam hal ini BNPT, gagal. Tapi ini karena memang saat ini penanganan masalah mantan teroris masih belum maksimal karena ini butuh sinergi dari berbagai pihak. Utamanya ulama dan masyarakat yang harus lebih proaktif membantu pemerintah menjalankan program pencegahan terorisme mulai dari tingkat paling bawah,” ungkap Iwan di Jakarta, Selasa (15/11).

Menurut Iwan, secara spesifik dalam program deradikalisasi itu ada reintegrasi sehingga harus diperkuat dengan landasan hukum karena itu menyangkut ideologi.

BACA JUGA: Ini Alasan Polri tak Izinkan Banyak Kubu Pelapor Masuk

Dan itu harus dilakukan oleh komunitas muslim, dalam hal ini adalah ulama dan tokoh masyarakat yang pemahaman agamanya sudah mumpuni.

Dengan demikian, pemerintah tugasnya sebagai koordinator dan monitoring program tersebut.

Di masyarakat modern sekarang ini, lanjut Iwan, jaringan kelompok antagonis lebih kuat dibandingkan jaringan protagonis.

Itu akibat kurangnya komunikasi antara pemerintah dan ulama dalam menyebarkan program-program pencegahan terorisme.

Untuk melakukan ini, pemerintah bisa menggandeng NU dan Muhammadiyah untuk bersama melakukan deradikalisasi, terutama bagi mantan napi yang sudah kembali ke masyarakat.

“Yang penting program deradikalisasi terus dikembangkan dan disertai peningkatan program reintegrasi dari komunitas agar mereka tidak masuk jaringan teror lagi seperti tersangka teror Samarinda kemarin,” tegas Iwan.

Terlepas dari itu, ungkap Iwan, persatuan dan kebhinekaan penting terus dipelihara dan diperkuat untuk menciptakan kedamaian dalam lingkup NKRI.

Dengan begitu akan mendukung rasa aman publik dalam bekerja dan anak-anak bersekolah, sehingga mereka tidak akan ‘nyasar’ masuk dalam kelompok radikal.

Hal senada diungkapkan Ketua Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Ahmad Satori Ismail. Menurutnya aksi terorisme bukanlah ajaran islam.

“Islam adalah agama yang mengajarkan kelembutan, cinta kasih, dan persaudaraan. Dalam Islam tidak ada sama sekali ajaran untuk merusak, meneror, apalagi membunuh sesama manusia,” tegas Ahmad Satori.

Menurutnya, sejak dulu warisan Islam itu adalah kelembutan dan kasih sayang sesama manusia. Salah satu contoh Islam menyuruh umatnya berdakwah secara hikmat dan memberi nasihat dengan cara yang baik dan lembut.

Bahkan, untuk setiap masalah yang terjadi, Islam menyarankan dilakukan dialog tanpa menyakiti

"Jadi tidak ada hubungannya antara Islam dan dengan aksi-aksi terorisme yang terjadi akhir-akhir ini. Mereka tidak paham makna sebenarnya Islam yang mengajarkan kelembutan, kedamaian dan rahmatan lil alamin. Itulah inti ajaran Islam," terang Ahmad. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Revisi UU ASN Baru Mau Dibahas, Honorer Membengkak 1,2 Juta


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler