Pemerintah Didorong Implementasikan Regulasi Penanggulangan Stunting

Jumat, 15 November 2019 – 01:27 WIB
Diskusi bertajuk Demokratisasi dan Kesehatan Masyarakat: Tantangan Penanggulangan Masalah Gizi Anak Nasional di Jakarta, Kamis (14/11). Foto: Dok Pri

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Pokja Antropometri Kementerian Kesehatan dan Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi & Penyakit Metabolik, FKUI – RSCM Damayanti R. Syarif mengatakan, untuk mencegah stunting diperlukan pemantauan status gizi yang benar, tata laksana rujukan berjenjang hingga intervensi gizi.

Selain permasalahan asupan nutrisi, sambung Damayanti, kondisi penyakit tertentu dapat meningkatkan risiko stunting.

BACA JUGA: Pemprov Jabar dan Danone Indonesia Bersinergi Cegah Stunting

Sebab, hal itu dapat memengaruhi peningkatan kebutuhan nutrisi maupun kemampuan anak menyerap nutrisi yang dikonsumsi.

“Dalam kondisi seperti ini, anak membutuhkan intervensi gizi yang memang sudah terbukti dapat memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan anak,” kata Damayanti dalam diskusi bertajuk Demokratisasi dan Kesehatan Masyarakat: Tantangan Penanggulangan Masalah Gizi Anak Nasional di Jakarta, Kamis (14/11).

BACA JUGA: Kapan Waktu Yang Tepat Untuk Mencegah Stunting Pada Anak?

Diskusi itu merupakan rangkaian ulang tahun ke-20 The Habibie Center. Dalam acara itu dibahas intervensi gizi spesifik yang tepat untuk menanggulangi masalah gizi, khususnya akibat penyakit pada anak.

Misalnya, penyakit-penyakit yang berkontribusi besar terhadap angka kejadian stunting, antara lain gagal tumbuh, gizi kurang dan gizi buruk.

Ketua Dewan Pengurus The Habibie Center Sofian Effendi menjelaskan, tugas masyarakat adalah menjaga apakah anggaran kesehatan sebesar 5,2 persen dari APBN sebesar Rp 220 triliun bisa menghasilkan kondisi kesehatan yang baik atau tidak.

“Kebijakan publik perlu diintervensi dengan semangat demokratisasi sehingga implementasi dalam bidang kesehatan sangat diperlukan,” ujarnya.

Kasubdit Penanggulangan Gizi Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Inti Mudjiati menyatakan, pertengahan tahun ini, pihaknya telah mengesahkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 29 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Akibat Penyakit.

Dia menambahkan, Permenkes ini mengatur mengenai Pangan Olahan untuk Kondisi Medis Khusus (PKMK) yang diprioritaskan untuk anak dengan risiko tinggi gagal tumbuh seperi gizi kurang, gizi buruk, prematur, alergi, hingga kelainan metabolik lainnya untuk mencegah stutning.

“Peraturan ini adalah upaya terobosan pencegahan stunting, dan membutuhkan pembahasan lebih lanjut mengenai sasaran dan pembiayaan untuk mendorong implementasinya,” katanya.

Deputi Menteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Subandi menuturkan, terdapat dua prioritas utama di bidang kesehatan yang sudah dituangkan dalam RPJMN 2020-2024, yaitu penurunan angka kematian ibu dan penurunan prevalensi stunting.

Dia menjelaskan, pihaknya memiliki target yang cukup ambisius untuk menurunkan stunting hingga 19 persen pada tahun 2024.

Menurut dia, hal ini perlu diikuti dengan intervensi yang konvergen. Jika tidak, sambung dia, potensi kerugian ekonomi setiap tahunnya akibat stunting adalah 2-3 persen dari GDP.

“Untuk itu, mari kita bersama-sama fokus untuk memastikan agar intervensi yang kita miliki tidak hanya terkirim (sent), tetapi tersampaikan (delivered) ke masyarakat,” katanya.

Associate Fellow di The Habibie Center Widya Leksmanawati Habibie mengatakan bahwa tingginya angka stunting adalah cerminan ketidaksetaraan sosial dan hal ini berkaitan erat dengan demokratisasi.

Maka dari itu, The Habibie Center menyampaikan tujuh rekomendasi terkait penanganan stunting.

Di antaranya adalah penimbangan dan pengukuran balita setiap bulan di posyandu, dan dibutuhkan kelengkapan alat ukur sesuai standar WHO, pengesahan revisi PMK Antropometri Anak untuk deteksi tumbuh kembang balita, memperbaiki buku KIA untuk meningkatkan pola MPASI dengan protein hewani dan pemberian bantuan protein hewani termasuk susu untuk keluarga dengan balita.

Ada juga pelatihan dokter, bidan, ahli gizi dan kader untuk mendeteksi stunting dengan intervensinya serta penyediaan PKMK untuk kondisi yang menyebabkan stunting seperti gizi buruk, gizi kurang, gagal tumbuh, alergi, prematur, sampai kelainan metabolik.

"Yang ketujuh adalah meningkatkan anggaran intervensi gizi spesifik dalam anggaran stunting bukan hanya 30 persen, tetapi misalnya 50:50," ujar Widya. (jos/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler