jpnn.com, JAKARTA - Satgas Lawan COVID-19 DPR RI meminta pemerintah memberikan sarana dan prasarana pendukung penerapan fase new normal untuk rumah ibadah maupun pesantren.
Pemerintah juga diminta untuk tidak membebani rumah ibadah maupun pesantren dalam pengadaan sarana dan prasarana sesuai protokol kesehatan pada masa new normal.
BACA JUGA: Satgas COVID-19 DPR Akan Gelar Rapat Gabungan Hadapi New Normal
“Anggaran untuk membeli bilik disinfektan, hand sanitizer, alat pengukur suhu itu kan ada yang mampu, banyak yang tidak mampu. Nah, ini diminta jadi perhatian pemerinah dengan anggaran COVID-19 yang ada, supaya bisa dialokasikan untuk umat melalui rumah-rumah ibadah,” kata koordinator Satgas DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, saat bertemu Pengurus Besar Nahdlatul Ulama di Jakarta, Rabu (3/6).
Dasco mengatakan, organisasi keagamaan memandang ada sejumlah peraturan yang tumpang tindih. Selain itu, bahasa-bahasa yang digunakan pemerintah dalam aturan tak mudah dicerna masyarakat awam.
BACA JUGA: Kunjungi Kadin, Satgas Lawan Covid-19 DPR RI Dapat Informasi yang Luar Biasa
Untuk itu, penerapan fase new normal harus dipersiapkan sangat hati-hati. “Terutama untuk masalah rumah ibadah dan pesantren, pemerintah juga mesti memberi perhatian lebih,” ujarnya.
Ia menegaskan, kedatangan Satgas DPR RI juga bertujuan untuk mendorong pemerintah agar mau berkoordinasi dengan civil society dalam menangani Covid-19.
BACA JUGA: Kemendagri dan Satgas COVID-19 DPR Koordinasi Kesiapan New Normal di Daerah
“Kesimpulannya pandemi Covid-19 ini bisa kita atasi kalau kita bekerja sama, kompak, kuat, bersatu. Kalau tidak, ini bisa lama. Apa pun itu, kekuatan bersama sangat penting untuk menghadapi Covid-19,” ujarnya.
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj ikut mengimbau pemerintah untuk menggandeng seluruh elemen masyarakat dalam menanggulangi pandemi.
“Ketika kita menghadapi musuh bersama maka kita harus bergandengan tangan untuk menghadapi tantangan di depan mata kita. Jangan dianggap remeh, jangan dianggap kecil. Ini tidak bisa teratasi hanya oleh satu pihak saja,” katanya..
Said Aqil menyayangkan pemerintah tidak mengajak PBNU untuk membahas penanganan wabah Covid-19. Padahal, NU memiliki jaringan hingga ke tingkat desa atau dusun bahkan di wilayah yang demografi penduduk muslimnya minoritas.
“Pernyataannya, kepada pemerintah tidak mau mengajak masyarakat, civil society seperti kami ini? Selama ini sama sekali pemerintah belum pernah ngajak ngomong, ngajak bicara pada NU,” ucapnya.
Sementara itu, Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan KWI Agustinus Heri Wibowo berharap regulasi yang diterbitkan pemerintah mudah, aman, dan cepat bisa diimplementasikan.
“Sehingga tidak menimbulkan hal-hal kontraproduktif atau menimbulkan masalah baru,” kata Heri.
Ia menegaskan, regulasi yang diterbitkan pemerintah itu mesti mendukung penerapan protokol kesehatan dan tidak menimbulkan penyimpangan.
Aturan tersebut pun mesti melihat situasi dan kondisi di tiap wilayah. Pasalnya, tidak semua daerah terdapat kasus Covid-19.(mg7/jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh