Pemerintah Diminta Buang Vaksin Kadaluwarsa, Enggak Akan Rugi

Rabu, 06 April 2022 – 21:33 WIB
Dokumentasi - Wakil Ketua Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh. Foto M Fathra Nazrul Islam/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah diminta untuk membuang vaksin Covid-19 yang sudah kadaluwarsa.

Permintaan disampaikan anggota DPR RI Nihayatul Wafiroh dengan alasan kesehatan.

BACA JUGA: Kemenkes Perpanjang Masa Berlaku 18 Juta Vaksin Kadaluwarsa, Kok Bisa ya?

Dia meminta vaksin yang sudah kadaluwarsa diganti dengan vaksin Covid-19 yang halal.

"Saya tanya ke orang farmasi. Nah, orang farmasi saja bilang mengkhawatirkan dengan berbagai macam alasannya," ujar Wakil Ketua Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh.

BACA JUGA: Riset Israel: 4 Dosis Vaksin Beri Perlindungan Berlipat Bagi Lansia

Politikus Partai Kebangsaan itu menyatakan pandangannya pada Rapat Panja Pengawasan Vaksin Komisi IX DPR bersama Bio Farma dan BPOM di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (6/4).

Nihayatul menilai pemerintah tidak akan rugi jika membuang vaksin yang sudah kadaluwarsa.

BACA JUGA: Kemenag Memberi Penegasan soal Vaksinasi Covid-19 saat Puasa Ramadan

Sebab, vaksin umumnya barang hibah.

Nihayatul juga menegaskan pemerintah memiliki anggaran.

Karena itu penting untuk segera memberdayakan vaksin halal agar menjadi pilihan masyarakat.

"Tadi juga disampaikan ada vaksin halal yang bisa diberdayakan, kenapa tidak digunakan itu," katanya menegaskan.

Nihayatul menilai membuang vaksin kedaluwarsa dan menggantinya dengan vaksin halal dapat memberikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

"Jadi lebih tenang, keselamatan masyarakat paling utama," katanya.

Sementara itu, anggota DPR Ansory Siregar menyoroti pernyataan Kepala BPOM sebelumnya, bahwa vaksin yang sudah kedaluwarsa akan dibuang semuanya.

"Bu Penny sebelumnya bilang, semua vaksin kedaluwarsa akan dibuang semua. Ini saya dengar ya, buang," katanya.

Ansory menduga Kepala BPOM mendapat tekanan dari pihak luar untuk tetap menggunakan vaksin yang sudah kedaluwarsa.

"Lantas apa adanya tekanan, ada yang memanggil ibu, ada menekan ibu, ada yang minta bertemu, tolong ini diklarifikasi, supaya saya tenang," katanya.

Terkait hal tersebut, Kepala BPOM diwakili Direktur Pengawasan Produksi Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor, Togi Junice Hutadjulu menjelaskan terkait khasiat keamanan dan mutu.

"Itu bukan kedaluwarsa, tetapi batas waktu yang diberikan karena mempunyai data hanya pendek yakni tiga bulan," katanya.

Menurut dia, sesuai standar WHO diperbolehkan melakukan uji stabilitas selama tiga bulan.

BPOM kemudian melakukan evaluasi, apakah memenuhi syarat parameter pengujian atau tidak.

Namun, kata dia, kalau ada data pengujian yang lebih panjang diberikan kepada BPOM, pihaknya akan memberikan perpanjangan.(Antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler