jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah diminta menerapkan sistem rekayasa lalu lintas berdasarkan waktu apabila ingin menerapkan aturan pembatasan angkutan barang saat libur natal dan tahun baru (Nataru).
Kendaraan logistik bisa melaju di jam-jam tertentu saat kendaraan masyarakat sedikit melintas.
BACA JUGA: Menjelang Nataru, ASDP Pacu Kawasan Terintegrasi hingga Peningkatan Kapasitas Dermaga
Ketua Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Subandi mengatakan, hal itu dilakukan agar pasokan dan produksi pelaku usaha bisa tetap berjalan.
Dia memastikan bahwa sebenarnya industri memahami dan tidak menolak aturan yang dibuat pemerintah guna menjaga kelancaran lalu lintas saat libur Nataru.
BACA JUGA: Organda Protes Larangan Angkutan Barang Lewat Jalan Tol
"Hanya saja harus ada kekhususan karena industri kan nggak boleh terhenti hanya gara-gara ada libur yang sebetulnya bisa diatur pasokannya," kata Subandi di Jakarta.
Dia juga meminta pemerintah untuk mengajak industri dalam merumuskan aturan pengaturan lalu lintas selama libur panjang seperti Natal, tahun Baru dan Lebaran. Hal diperlukan guna merumuskan kebijakan yang tidak merugikan semua pihak dan bisa mengakomodir kepentingan semua pihak.
BACA JUGA: Tolong Diingat! Mulai Sore Nanti Pembatasan Operasional Angkutan Barang Diberlakukan
Subandi meminta aturan pembatasan logistik yang akan dikeluarkan nanti pada saat Nataru tidak memberatkan industri. Dia mengatakan, saat ini dunia industri tengah menghadapi banyak tantangan secara global.
"Kasihan lah industri sudah banyak pukulan, lihat saja dolar yang terus merangkak naik sementara upah buruh dipaksa untuk naik, pajak dikejar-kejar. Jangan (industri) dimusuhi gitu seolah membuat kekacauan sementara kegiatan usaha lagi menurun," katanya.
Menurutnya, apabila ada aturan pelarangan perlintasan kendaraan logistik saat Nataru maka bisa dibuat lebih ringan. Lagipula, sambung dia, mobilisasi massa saat Nataru tidak semasif saat libur lebaran dimana mayoritas masyarakat ingin pulang kampung.
"Tapi kalau Nataru ini kan orang hanya sekedar mau jalan-jalan liburan kan gitu, jadi perlakuannya harus berbeda," katanya.
Dia mengungkapkan bahwa ada efek domino yang dihasilkan apabila aturan yang dibuat pemerintah nantinya tidak juga berpihak pada industri. Dia mencontohkan, apabila kendaraan logistik sektor ekspor dan impor dilarang melintas maka industri manufaktur atau apapun yang menerima pasokan bahan baku akan terhenti.
Pabrik tidak akan bisa melakukan aktivitas karena angkutan logistik yang membawa bahan baku produksi kesulitan atau bahkan tidak bisa melintas. Subandi mengatakan, kalau sudah begitu maka kerugian yang dirasakan tidak hanya pada sektor ekspor-impor tapi menjalar ke industri lainnya.
"Jadi kerugiannya panjang. sementara karyawan tetap harus dibayar, nanti ada kontrak-kontrak supplier dengan distributor tidak bisa dipenuhi. Jadi efeknya bukan hanya di industri itunya saja tapi efeknya ke supplier-supplier distributor-distributor yang memang betul ada kerjasama dengan industri itu," katanya.
Dia mengungkapkan, khusus untuk industri ekspor impor saja bisa mengalami kerugian lebih dari ratusan juga rupiah. Dia melanjutkan, ini baru dihitung dari kontainer yang tertahan di pelabuhan. Artinya, belum ditambah dengan kerugian yang disebabkan oleh faktor-faktor lain.
Seperti diketahui, pemerintah kerap mengeluarkan kebijakan larangan melintas bagi angkutan logistik pada saat lebaran dan libur nataru. Kebijakan dibuat demi menjamin keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas angkutan jalan serta mengoptimalkan penggunaan dan pergerakan lalu lintas.
Kebijakan perlintasan kerap menyasar mobil barang dengan tiga sumbu atau lebih, kereta tempelan atau kereta gandengan, pengangkut bahan galian (tanah, pasir, batu), pengangkut bahan tambang serta pengangkut bahan bangunan (besi, semen dan kayu).
Adapun, ketentuan tersebut tidak berlaku bagi kendaraan pengangkut bahan bakar minyak atau gas, barang ekspor dan impor, air minum dalam kemasan, ternak, pupuk, hantaran pos dan uang dan sembako.(ray/jpnn)
Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean