jpnn.com, JAKARTA - Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul Handrini Ardiyanti mengatakan industri fesyen Indonesia tak hanya kaya akan kreativitas, tetapi juga mengandung nilai-nilai budaya yang mendalam.
Dia menilai diplomasi budaya melalui industri fesyen mampu meningkatkan citra dan mengangkat identitas Indonesia di kancah global.
BACA JUGA: Dari Usaha Fesyen, Pengusaha Muda Ini Sukses Berbisnis Rental Mobil
Menurut Handrini, seiring meningkatnya citra Indonesia, kebanggaan mengenakan busana yang mengangkat kekayaan budaya Indonesia dapat menjadikan Indonesia tak lagi menjadi pangsa pasar yang diekspansi dari luar seperti Harajuku dari Jepang dan fesyen Korea.
“Kekayaan budaya hasil karya desainer Hesandra Indonesia yang mengusung budaya Kalimantan ini dapat dimanfaatkan untuk memaksimalkan pengembangan ekonomi kreatif Indonesia,” kata Handrini saat menjadi narasumber Talkshow bertajuk 'Comfesyen: Communication Through Fesyen' di Kemala Ballroom, Universitas Esa Unggul, Kamis (11/7/2024).
BACA JUGA: The Roger Clubhouse Pro atmos Memadukan Olahraga dan Fesyen
Talkshow Comfesyen menghadirkan desainer Hesandra Indonesia dan Fanti Wahyu Nurvita.
Handrini berharap kegiatan 'Comfesyen' ini dapat memberikan dampak positif bagi industri fesyen Indonesia, baik dari segi peningkatan kreativitas maupun dalam memperkenalkan identitas budaya Indonesia kepada dunia internasional.
BACA JUGA: IFW 2024, Perpaduan Harmonis Kreativitas Fesyen & Kaya Management
“Kami juga berharap acara ini, sebagai wujud nyata semangat kolaborasi Universitas dengan dunia industri khususnya dalam mendukung potensi lokal dan memberikan inspirasi bagi generasi muda. Terutama, untuk membangkitkan industri fesyen yang mengusung kekayaan budaya Indonesia,” ujar Handrini yang juga Peneliti Pusat Riset Masyarakat dan Budaya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tersebut.
Perhatikan UMKM Fesyen
Dalam kesempatan sama, desainer Fanti yang belasan tahun menekuni industri fesyen hingga memenangkan penghargaan Internasional mengungkapkan sejumlah persoalan yang dihadapi industri fesyen dalam upaya mengangkat kekayaan budaya Indonesia.
“Mahalnya bahan baku menjadi salah satu hambatan. Contohnya tenun doyo yang terbuat dari serat daun doyo,” ujarnya.
Fanti menjelaskan daun doyo berasal dari tanaman sejenis pandan berserat kuat dan tumbuh secara liar di pedalaman Kalimantan. Salah satunya di wilayah Tanjung Isuy, Jempang, Kutai Barat, Kalimantan Timur.
“Kami berharap pemerintah memperhatikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi UMKM fesyen yang berupaya mengangkat wastra dan motif tradisional Indonesia,” ujar Fanti.
Sementara Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Esa Unggul Erna Febriani berharap melalui Talkshow yang mengundang generasi muda baik dari kalangan mahasiswa/siswa SMA menunjukkan dukungan nyata Univesitas Esa Unggul untuk meningkatkan kecintaan akan budaya khas Indonesia di kalangan generasi muda sekaligus memupuk jiwa enterprenuer.
“Kami berharap ke depan gen-Z tidak hanya mencari lapangan pekerjaan tetapi menciptakan lapangan pekerjaan antara lain melalui industri fesyen,” ujar Erna Febriani.
Talkshow yang dipandu dosen Fikom Esa Unggul Fajarina ditutup dengan peragaan busana koleksi Hesandra bertema 'The Lovable Mad Lady', menampilkan wastra tenun doyo natural yang dihiasi bordir motif Dayak Benuaq.
Koleksi-koleksi indah yang menghadirkan kemewahan budaya Kalimantan Timur berpadu gaya modern ini diperagakan langsung oleh mahasiswi-mahasiswi Fikom Esa Unggul yang juga berprofesi sebagai model seperti Devi Gunawan (@devigee), Novia Zayeda Mattersyd (@zyedamattersyd), Indy Mauritha (@indymauritha), Puyu Zulvanny (@puyuzulvanny), dan Maura (@maura).(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari