Pemerintah Diminta Waspadai Efek Domino Kenaikan Harga Minyak Dunia

Selasa, 29 Maret 2022 – 22:54 WIB
Ketua Fraksi PKB DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal. Foto: Humas DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Fraksi PKB DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan kenaikan harga minyak dunia bakal memberikan dampak signifikan bagi kondisi perekonomian dalam negeri.

Oleh karena itu, Cucun meminta pemerintah mewaspadai efek negatif kenaikan harga minyak dunia termasuk naiknya harga BBM dalam negeri.

BACA JUGA: Imbas Kenaikan Harga Minyak Goreng: Nasi Putih, Tahu, dan Tempe Kini Dijual Rp 20.000

“Cepat atau lambat kenaikan harga minyak dunia akan berimbas pada harga BBM dalam negeri. Situasi ini harus segera diantisipasi agar tidak memicu gejolak jika sewaktu-waktu pemerintah terpaksa harus menaikkan harga BBM,” ujar Ketua Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal saat membuka Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Dampak Kenaikan Harga Minyak Dunia terhadap Ketahanan Energi dan Stabilitas Nasional, Selasa (29/3/2022). 

Hadir sebagai narasumber dalam FGD tersebut anggota Komisi VI DPR RI Rita Juwita Sari bersama Ali Nasir Chairperson (Indonesian Petroleum Association), S Herry Putranto (Chairman Komunitas Migas Indonesia) serta M Kholid Syeirazi dari Center for Energy Policy.

BACA JUGA: Begini Respons Pertamina Terhadap Kenaikan Harga Minyak Mentah Dunia

Cucun mengatakan Indonesia merupakan negara net-importir komoditas minyak dan gas. Meskipun Indonesia memproduksi minyak mentah beserta turunannya namun hal itu belum dapat memenuhi kebutuhan pemakaian dalam negeri.

“Tercatat impor Minyak dan gas sepanjang 2021 mencapai US$ 196,2 miliar atau setara dengan Rp2,024 triliun,” katanya.

BACA JUGA: Bu Sri Mulyani, Pengamat Sudah Ingatkan Lho, Kenaikan PPN Berbahaya

Situasi geopolitik dewasa ini, lanjut Cucun cenderung tidak menguntungkan Indonesia sebagai negara net-importir komoditas minyak dan gas. Konflik Rusia dan Ukraina turut mengerek harga minyak dunia. Di sisi lain, Indonesia Crude Price (ICP) turut terdampak hingga pada level US$ 114 per barel.

“Kondisi tentunya memengaruhi berbagai hal krusial diantaranya struktur APBN yang terbebani dan naiknya harga-harga bahan pokok,” katanya.

Sementara itu, Rita Juwita Sari mengungkapkan setiap kenaikan US1 Dolar harga minyak dunia akan berdampak pada besaran subsidi energi yang harus ditanggung oleh APBN. Padahal saat ini terjadi kenaikan hampir US60 dolar per barrel harga rata-rata minyak dunia jika dibandingkan sebelum masa pandemic Covid-19.

“Situasi yang tak dapat terhindarkan adalah selain bertambahnya beban APBN adalah kenaikan harga minyak dunia dipastikan akan mengerek harga berbagai kebutuhan pokok, baik karena meningkatnya ongkos produksi maupun tingginya biaya distribusi,” katanya.

Politikus PKB ini menilai saat ini menjadi momentum tepat bagi pemerintah agar benar-benar serius menyiapkan energi baru terbarukan. Meskipun investasi untuk sektor ini mahal namun dalam jangka Panjang, energi baru terbarukan bisa menjadi penyelamat memenuhi kebutuhan energi di tanah air.

“Indonesia mempunyai sangat besar dalam bidang energi baru terbarukan ada energi surya, geothermal, air, hingga angin. Semua potensi energi ini bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi kita di masa depan,” katanya.

Sementara itu, Chairperson Indonesia Indonesian Petroleum Association Ali Nasir mengungkapkan jika Migas masih akan mendominasi bauran energi Indonesia bahkan dunia hingga 30-50 tahun ke depan. Fenomena ini menurutnya harus ditindaklanjuti dengan meningkatkan iklim investasi di hulu migas.

“Satu-satunya cara mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor migas adalah meningkatkan produksi dalam negeri. Maka harus diciptakan iklim kondusif bagi investasi hulu migas sehingga bisa menarik minta investor,” ujarnya.

Ali Nasir mengatakan ada tiga pilar investasi yang harus dipenuhi agar tercipta iklim kondusif bagi investasi di hulu migas. Tiga pilar tersebut adalah adanya ketersediaan sumber-sumber migas, adanya fiscal terms yang mendukung investasi dalam bentuk keringanan pajak, maupun kepastian hukum atau legal stability.

“Pilar pertama adalah sesuatu yang given, sedangkan pilar kedua dan ketiga tergantung kita karena itu adalah domain kita apakah mau menginisiasi adanya kemudahan fiscal maupun menciptakan kepastian hukum dalam mendukung investasi di hulu migas,” katanya.

Chairman Komunitas Migas Indonesia Herry Putranto mengungkapkan jika Indonesia tidak memiliki Energy Buffer Reserves. Namun hanya memiliki cadangan operasional pertamina yang hanya bertahan 15-20 hari saja.

“Situasi ini membuat posisi Indonesia cukup riskan. Sebab jika benar-benar terjadi gejolak minyak dunia, maka sumber energi di Indonesia akan sangat terbatas,” katanya.

Sementara M Kholid Syeirazi mendorong agar adanya revisi UU Minyak dan Gas di Indonesia. Revisi ini akan sangat berdampak pada upaya terciptanya kondusifitas iklim investasi di hulu migas.

Menurut dia, pemenuhan sumber energi di Indonesia mempunyai masalah baik di hulu dan di hilir. Di sisi hulu ada dua putusan MK terkait UU Migas yang tidak kondusif bagi iklim investasi karena memunculkan kerumitan perizinan.

“Sedangkan di sektor hilir Indonesia tidak mempunyai kilang minyak yang memadai. Terakhir kita bangun kilang minyak di tahun 1995 yakni Kilang Minyak Balongan. Selain itu persoalan minyak sangat sensitive terhadap situasi politik. Kesulitan di hulu dan hilir ini butuh diuraikan sehingga mimpi Indonesia membangun ketahanan dan kemandirian energi bisa terealisasikan,” pungkas Kholid.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler