Pemerintah, DPR dan Penyelenggara Jangan Ubah Jadwal Pemilu 2024, Bahaya

Senin, 20 September 2021 – 15:21 WIB
Ilustrasi - Kotak logistik hasil Pemilu serentak 2019. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA) Hendra Setyawan mengingatkan pemerintah, DPR dan penyelenggara pemilu tidak mengubah jadwal pelaksanaan Pemilu 2024.

Pasalnya, mengubah jadwal pemilu melanggar konstitusi, baik itu dimajukan maupun dimundurkan.

BACA JUGA: Irjen Napoleon Aniaya Muhammad Kece, Pernyataan Bang Edi Tajam Banget

Hendra menyebut dalam Pasal 22 E Ayat 1 UUD 1945 diatur pemilu diselenggarakan lima tahun sekali.

"Dalam artian 12 bulan dikali lima. Kalau periode lalu dilaksanakan 9 April, maka pada Pemilu 2024 juga dilaksanakan April," ujar Hendra dalam keterangannya, Senin (20/9).

BACA JUGA: Siap-siap, Ada Operasi Patuh Jaya, 3 Hal ini Jadi Target Utama

Menurut Hendra, karena jadwal pemilu ditentukan dalam konstitusi, maka ketika ingin mengubahnya harus melalui sidang di MPR.

Berbeda dengan dengan pilkada yang hanya diatur dalam undang-undang.

BACA JUGA: 5 Ciri-ciri Berpacaran yang Tak Sehat, Bahaya!

"Untuk itu kami meminta pemerintah dan penyelenggara pemilu membuktikan keseriusannya dalam menetapkan jadwal pelaksanaan pemilu," ucapnya.

Sebelumnya, dalam simulasi KPU pelaksanaan Pemilu 2024 digelar pada Februari.

Namun kemudian Mendagri Tito Karnavian memberi usulan Pemilu 2024 digelar April atau Mei.

"April tidak masalah karena tidak melanggar konstitusi, tetapi Mei melanggar konstitusi dan Februari yang disimulasikan KPU juga melanggar," ucap Hendra.

Menurut Hendra, SIGMA tetap menyarankan Pemilu 2024 dilakukan April karena sudah sesuai amanat Pasal 22 E Ayat 1 UUD 1945.

"Tidak usah ditawar-tawar karena itu akan mengubah konstitusi. Itu sudah mutlak," katanya.

Hendra juga menyebut ada konsekuensi besar bagi partai politik jika pemilu dilakukan pada Februari, karena otomatis memicu percepatan tahapan pemilu.

Hal ini akan berakibat pada kesiapan partai peserta pemilu, terutama bagi partai yang memiliki kursi di parlemen dan partai non-parlemen dan partai baru.

"Sesuai putusan MK Nomor 55 Tahun 2021, ada dua hal yang membedakan antara parpol yang sudah memiliki kursi di parlemen dan yang belum," katanya.

Saat ini ada sembilan partai yang memiliki kursi di parlemen.

Menurut Hendra, kesembilan partai tersebut mendapatkan keuntungan karena untuk mengikuti Pemilu 2024 hanya perlu melakukan verifikasi administrasi semata.

Berbeda dengan partai yang tidak memiliki kursi di Senayan, harus melalui dua proses.

Yakni, verifikasi administrasi dan faktual.

Bagi partai yang tidak memiliki kursi di Senayan, tahapan waktu pelaksanan pemilu sangat berarti.

Sebab, dituntut untuk mempersiapkan syarat-syarat dan verifiksi parpol.

"Kalau untuk partai yang tidak memiliki kursi di Senayan, sehari, dua hari, seminggu, apalagi sebulan itu sangat berarti."

"Jadi, kalau dimajukan, secara hak itu ada parpol yang dirugikan, ini konsekuensi dari putusan MK," pungkas Hendra.(Antara/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler