Pemerintah Genjot Pangan Lokal Pengganti Komoditas Impor

Sabtu, 13 Agustus 2022 – 16:57 WIB
Ppenanaman sorgum dilakukan maksimal oleh jajaran Kementerian Pertanian (Kementan). Foto: Humas Kementan

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) menggenjot produksi beberapa pangan lokal sebagai upaya melepas ketergantungan terhadap bahan impor.

Sejumlah komoditas pangan impor, seperti gandum, sempat terkendala karena perang Rusia-Ukraina tetapi Indonesia masih punya aneka komoditas pengganti.

BACA JUGA: Indef Dukung Kementan Perkuat Pangan Bahan Baku Lokal

Direktur Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementan M Ismail Wahab mengatakan Indonesia tidak lagi impor beras medium sejak 2019 karena produksi padi yang masih tinggi sehingga mampu mengimbangi kebutuhan dalam negeri.

Namun, untuk jagung, kedelai, dan gandum diakui masih bergantung dari impor.

BACA JUGA: Pangan Lokal Sorgum dan Sagu Bisa Menyelamatkan Indonesia dari Ketergantungan Impor

Oleh karena itu, kata dia, Kementan menyiapkan strategi berupa peningkatan produktivitas dan diversifikasi pangan lokal di tengah-tengah potensi munculnya krisis pangan dunia.

"Tidak cukup kita meningkatkan produksi pangan kita, kalau tanpa ada diversifikasi," kata Ismail, belum lama ini.

BACA JUGA: Kementan dan TNI AU Berkolaborasi Kembangkan Sorgum dan Jagung di Area Bandara El Tari

Untuk jagung, Indonesia masih mengandalkan impor guna memenuhi kebutuhan jagung pangan.

Sementara jagung pakan tercatat tidak ada lagi impor dalam tiga tahun terakhir.

"Kita masih mengimpor jagung untuk pangan. Ini yang cukup besar. Tahun ini kita mencoba bagaimana jagung pakan ini bisa substitusi jagung untuk pangan," katanya.

Mulai tahun ini, jelas dia, pemerintah berupaya mendongkrak produksi jagung rendah aflatoksin untuk menggantikan jagung pangan impor.

"Ini akan kita lakukan sehingga impornya bisa dikurangi dengan adanya produksi dalam negeri," ujarnya.

Adapun strategi yang disiapkan Kementan untuk meningkatkan produksi jagung rendah aflatoksin, yakni menerapkan kewajiban serap jagung lokal.

Selain itu, menduplikasi produk jagung rendah aflatoksin di daerah sentra jagung, dan penggunaan benih jagung yang memiliki kandungan pati tinggi. Uji coba produksi akan dilakukan di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.

Bedasarkan data yang dipaparkan Ismail, impor jagung di 2021 mencapai 987.005 ton atau senilai Rp1,2 triliun.

Di sisi lain, dia mengakui bahwa stok jagung dalam negeri masih relatif baik bahkan ada pengajuan dari beberapa pengusaha dan pengepul jagung untuk mengekspor jagung sebanyak 5.000 ton. 

Namun, permintaan itu belum diberi lampu hijau oleh pemerintah karena khawatir stok di dalam negeri tidak cukup.

Sementara untuk kedelai, kata Ismail, pemerintah telah memulai penanaman di luas area 350.000 hektare tahun ini.

Hal itu sebagai upaya membebaskan Indonesia dari impor komoditas tersebut.

Kemudian pada 2023 luas tanamnya ditargetkan bertambah menjadi 900.000 hektare, tahun 2024 seluas 1,15 juta hektare, tahun 2025 seluas 1,4 juta hektare, dan di 2026 seluas 1,5 juta hektare.

"Dengan (target) ini kita sudah bisa mencapai untuk memenuhi kebutuhan (kedelai) kita sendiri," kata Ismail.

Tahun lalu impor kedelai Indonesia tercatat sebesar 7,91 juta ton, dengan rincian bungkil kedelai 4,9 juta ton dan biji kedelai 2,5 juta ton.

Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan gandum dalam negeri yang harganya naik karena imbas perang Rusia-Ukraina, pemerintah mempertimbangkan beberapa tanaman pangan lokal untuk makanan pengganti seperti singkong, sagu, dan sorgum.

"Sorgum saya kira tanaman yang berpotensi besar untuk menggantikan gandum," katanya.

Namun, jelas dia, karena sorgum tidak memiliki kemampuan mengembang layaknya gandum, maka dibutuhkan bantuan teknologi pangan untuk memberi sorgum kemampuan yang sama dengan gandum.

"Sorgum ini satu famili dengan gandum dan menurut saya lebih sehat dari gandum," katanya.

Pada 2021 impor gandum tercatat 11,69 juta ton. Pemerintah menargetkan pengurangan impor komoditi tersebut secara bertahap, yaitu impor gandum berkurang 5% tahun ini, menurun 10% di 2023, hingga di tahun 2025 impor gandum berkurang 20%.

"Tahun depan kita akan mengembangkan sorgum 55.000 hektare. Tahun ini pagu 15.000 hektare, lalu kita usulkan tambahan 40.000. Total tahun 2023 ada 55.000 (hektare). Ini antispasi seandainya gandum benar-benar langka di dunia," kata Ismail. pungkas Ismail. (flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler