Pemerintah Harus Perhitungkan Kerugian Pelaku Logistik Sebelum Melarang Angkutan Barang 

Rabu, 21 Februari 2024 – 20:22 WIB
Mobil angkutan barang. Ilustrasi Foto: Bea Cukai

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah harus memperhitungkan kerugian pelaku logistik sebelum melarang angkutan barang pada setiap momen libur hari besar keagamaan.

Menurut Pakar Logistik dari Universitas Logistik dan Bisnis Internasional (ULBI) Dodi Permadi, dari sisi logistik, kerugiannya pasti ada.

BACA JUGA: Pemerintah Diminta Lakukan Rekayasa Lalin Ketimbang Larangan Angkutan Barang saat Libur Nataru

Sayangnya, pemerintah belum pernah melakukan perhitungan kerugian terhadap para pelaku logistik akibat kebijakan pelarangan itu. Ini yang menyebabkan kebijakan pelarangan itu muncul pada setiap libur hari-hari besar keagamaan. 

"Pemerintah selalu memprioritaskan harus penumpang dulu daripada arus logistik,” ujar Dodi Permadi dalam keterangannya dikutip Rabu (21/2).

BACA JUGA: Sepanjang 2023, KAI Logistik Kelola 28 Juta Ton Lebih Angkutan Barang

Menurut Dekan Sekolah Vokasi ULBI  ini, sebetulnya memang bisa saja para pelaku logistik itu menggunakan truk-truk angkutan barang di bawah 14 ribu ton.

Cuma, bagi pelaku logistik itu tidak untung kalau mengangkutnya di bawah itu karena menghitung program costnya tidak masuk. 

BACA JUGA: Menko Airlangga Dorong Efisiensi Biaya Logistik Nasional & Peningkatan Produktivitas

"Nah, kerugian-kerugian ini yang selama ini tidak dihitung pemerintah," sambungnya.

Selain itu, pemerintah juga tidak memiliki data terkait berapa besar kebutuhan suatu daerah terhadap barang-barang yang dilarang tersebut. 

Dia mencontohkan seperti air minum dalam kemasan (AMDK), pemerintah sama sekali tidak pernah menghitung berapa kebutuhan air minum tersebut di daerah-daerah dan ujug-ujug angkutan logistiknya dilarang.

“Ini kan bisa menyebabkan kelangkaan barang tersebut di sejumlah daerah yang mungkin banyak membutuhkan AMDK ini,” cetusnya.

Jadi,, ada yang bisa dilakukan pemerintah sebetulnya selain pelarangan angkutan logistik, yaitu pembatasan. Diperbolehkan saja beroperasi, tetapi dibatasi jam-jamnya.

Menurut Dodi, seharusnya bukan hanya truk logistiknya saja yang harus dibatasi operasionalnya, tetapi pemerintah juga harus membatasi untuk mudik di hari-hari yang padat. 

Misalnya, mudik dengan kendaraan pribadi, itu hanya boleh dilakukan pada H-6. “Lewat dari jadwal tersebut, para pemudik wajib menggunakan kendaraan umum. Ini kan belum pernah dilakukan pemerintah,” ucapnya.

Kalau sangat memungkinkan, lanjutnya, pemerintah juga bisa menghitung dulu kapasitas kendaraan di jalan itu berapa, dan nanti yang diperbolehkan mudik menggunakan kendaraan pribadi itu yang sudah teregister saja sesuai kuota yang sudah ditentukan. (esy/jpnn)


Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler