Pemerintah Impor Vaksin Covid-19 Sinovac, Apa Kabar Merah Putih?

Rabu, 20 Januari 2021 – 08:30 WIB
Didampingi Menristek/BRIN Bambang Brodjonegoro, Menko PMK Muhadjir Effendy saat mencoba GeNose C19. Foto Humas Kemenko PMK

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Riset Teknologi/Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) bersama lembaga lainnya tetap mengembangkan vaksin Merah Putih, meskipun Indonesia telah mengimpor vaksin Covid-19 produksi Sinovac untuk program vaksinasi secara bertahap dalam satu tahun ke depan.

Menurut Menristek/BRIN Bambang Brodjonegoro, vaksin Merah Putih tetap diperlukan meskipun pemerintah sudah membeli vaksin dari negara lain.

BACA JUGA: Vaksin Ini Diklaim 100 Persen Efektif Membasmi COVID-19, Bukan Produk China

Salah satu pertimbangannya adalah belum ada yang mengetahui seberapa lama daya tahan tubuh seseorang yang telah divaksinasi mampu bertahan dari virus Corona.

"Jika daya tahan tubuh sudah hilang tetapi Covid-19 masih ada, maka perlu dilakukan re-vaksinasi. Maka Indonesia tetap perlu kemandirian untuk mengantisipasi kebutuhan vaksin tersebut," kata Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Selasa (19/1).

BACA JUGA: Veronika Sukur Ditahan, Kasusnya Konon Merugikan Negara hingga Rp 1,3 Triliun

Kedua, adanya kemungkinan mutasi dari virus Covid-19. Sampai saat ini mutasi yang ada belum atau tidak mengganggu kinerja dari vaksin yang sudah ada.

Namun, belum bisa diketahui apakah mutasi virus ini di masa depan mengharuskan perubahan komposisi vaksin yang sudah ada tersebut.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Emosi saat Jokowi Datang, Ditangkap karena Cinta Ulama, Ada Peringatan dari BMKG

Itu sebabnya pengembangan vaksin Merah Putih akan tetap didorong sehingga diharapkan mampu mengatasi kedua hal tersebut.

"Pengembangan penelitian vaksin nasional juga diharapkan bisa mengantisipasi kemungkinan pandemi atau penyakit menular lainnya yang bisa terjadi di kemudian hari," jelas mantan kepala Bappenas ini.

Bambang juga menyampaikan perkembangan dari enam institusi yang tengah mengembangkan vaksin Merah Putih dengan platform yang berbeda-beda.

Adapun perkembangan dari LBM Eijkman diperkirakan pada Maret nanti bibit vaksin sudah diberikan kepada PT Biofarma untuk selanjutnya dilakukan uji klinis.

Sementara LIPI diperkirakan pada Mei 2021 sudah dilakukan pengolahan data, pelaporan dan draf paten. Universitas Indonesia (UI) pada pertengahan 2021 mulai membuat Sel Cho (sel mamalia).

Berikutnya Institut Teknologi Bandung (ITB) diperkirakan pada Desember 2021 masuk uji imunogenisitas (uji praklinis) pada hewan mencit.

Selanjutnya Universitas Airlangga (Unair) diharapkan Februari 2021 baru akan dilakukan produksi synthetic adenovirus uji klinik pertengahan, dan akhir 2021 produksi.

Lalu, untuk Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 2021 masih dalam tahapan riset laboratorium.

Adapun pemberian izin darurat (Emergency Use Authorization/EUA) dan produksi massal untuk vaksin yang dikembangkan LBM Eijkman dan LIPI dengan platform protein rekombinan diperkirakan Januari 2022. Sedangkan vaksin dari Unair dengan platform adenovirus UEA-nya ditargetkan September 2021.

“Uji klinis dan pengolahan akan menjadi kecepatan dari Bio farma yang didukung Badan POM. Tugas kami adalah secepat mungkin memberikan bibit vaksin kepada PT Biofarma," ujar Menteri Bambang.

Selain PT Bio farma, Menristek Bambang menyebut dalam pengembangan vaksin Merah Putih juga akan mengajak sejumlah perusahaan swasta yang bisa membantu mempercepat lahirnya vaksin tersebut.(esy/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler