Pemerintah Ingin Mewujudkan Super App, Pratama Singgung Sisi Keamanan Siber 

Sabtu, 16 Juli 2022 – 18:00 WIB
Chairman Lembaga Communication dan Information System Research Center (CISSRec) Pratama Persadha. Foto: dok YouTube

jpnn.com, JAKARTA - Chairman Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha mengingatkan pemerintah agar memberikan perhatian khusus terhadap sisi keamanan siber apabila ingin melebur 24.400 aplikasi menjadi super app.

Pratama mengatakan itu menanggapi Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate yang berencana melebur 24.400 aplikasi milik pemerintah yang ada saat ini ke dalam satu aplikasi super atau super app

BACA JUGA: Gandeng Siber Kreasi, Kemenkominfo Ingin Peserta Didik Baru Cakap Digital

Pratama menilai peleburan itu merupakan langkah yang baik. Apabila berjalan baik, lanjut dia, selain akan lebih efisien juga menghemat anggaran hingga mencapai puluhan triliun.  Pakar keamanan siber itu mengatakan saat ini memang terlalu banyak aplikasi yang dimiliki oleh pemerintah. Selain itu, berbagai aplikasi dan web  memang sudah tidak terpakai, namun juga tak dimatikan. 

“Misalnya dari kasus bocornya data e-HAC Kemenkes tahun lalu, sistem e-HAC nya sudah tidak dipakai, namun tidak segera di-takedown,” ungkap Pratama dalam keterangannya, Sabtu (16/7). 

BACA JUGA: TNI AL Berhasil Tangani Insiden Serangan Siber

Dia mengatakan saat ini banyak dibuat aplikasi di pemerintahan, tetapi sangat sektoral, bahkan antarinstitusi kementerian tak terintegrasi dengan baik. Menurutnya, setiap kementerian/lembaga negara memiliki aplikasi yang hampir mirip dengan sistem yang berbeda-beda, yang membuat semua data dan layanan terpisah-pisah. 

Pratama menambahkan hal semacam ini bisa diasumsikan banyak terjadi di instansi lainnya, bahkan bila dihitung, di pemerintah daerah pasti ada saja sistem yang sudah lama tidak terpakai namun masih hidup. “Ini membuat lahirnya ancaman baru, pertama soal anggaran, lalu, soal data yang simpang siur, dan ketiga soal keamanan sistem itu sendiri,” ungkapnya. 

BACA JUGA: Super App terbaik di Asia Tenggara Versi IPSOS

Menurut Pratama, sistem yang sudah tidak dipakai biasanya akan ditinggalkan serta tak dilakukan pengecekan secara berkala. Apalagi, kata dia, apabila sumber daya manusia (SDM) teknologi informasi sangat terbatas di instansi pemerintah. 

Dia mengatakan beberapa waktu lalu terungkap banyak situs judi yang menyusup ke berbagai website pemerintah.  Padahal, situs pemerintah ini aktif, dan posting-annya baru.  “Bisa disimpulkan, tidak terjadi pengecekan berkala sehingga situs judi bisa menyusup masuk dan aktif digunakan transaksi,” paparnya. 

Pratama mengatakan Indonesia bisa memiliki aplikasi sistem satu pintu bagi masyarakat atau korporasi untuk mengakses pelayanan pemerintah.  Sebab, di tiap daerah biasanya ada sistem satu pintu untuk layanan. 

Selain itu, lanjut dia, ada dukcapil juga yang sudah memberikan akses ke instansi pemerintah dan swasta untuk mengecek data kependudukan. Namun, lanjut dia, hal ini perlu dilakukan riset juga terlebih dahulu seperti super app yang akan dibuat cukup satu atau beberapa, menyesuaikan kebutuhan dari masyarakat, swasta dan instansi pemerintah.

Pratama menggarisbawahi bahwa untuk membuat super app ini perlu beberapa hal, yaitu adanya pusat data nasional. Hal itu merupakan server utama untuk menyimpan dan mengolah seluruh data yang masuk terutama data kependudukan. Kemudian, harus disiapkan pula program satu data nasional. Jadi, kata dia, harus jelas data mana, dari siapa, yang digunakan dalam super app ini. 

“Kami bayangkan ada 2.700 database yang digunakan saat ini, jelas ini tidak efisien dan sangat tidak mendukung proses birokrasi dan bisnis. Diharapkan dari super app ini, semua kementerian dan lembaga sudah bisa berkolaborasi dalam sebuah platform digital,” paparnya. 

Nah, kata Pratama, yang tidak kalah penting ialah kewajiban menerapkan keamanan sibernya. Baik itu untuk sistem, jaringan, maupun aplikasinya.  Menurut dia, super app akan bagus apabila keamanan siber bisa diterapkan dengan maksimal. Hal itu dimulai dari keamanan pada sisi teknologi dan app-nya. 

“Seperti penggunaan teknologi yang paling mutakhir, misalnya penggunaan teknologi enkripsi yang canggih serta pengamanannya harus bagus yang bukan hanya untuk aplikasinya saja, tetapi juga untuk pusat data termasuk server, dan semua data yang ada di dalamnya,” katanya. 

Dari sisi kompetensi sumber daya manusia, lanjut dia, harus dibentuk SDM khusus untuk menangani super app ini. “Tidak ketinggalan masalah tata kelola yang baik, plus regulasi pemerintah dalam hal ini UU PDP (Perlindungan Data Pribadi) yang kuat," tutur Pratama.

Pratama menambahkan untuk masalah keamanan jika dilihat di masing-masing aplikasi milik pemerintah, memiliki tingkat keamanan yang berbeda-beda, bahkan sebagian besar sangat lemah pengamanannya, sehingga menyebabkan banyak terjadi kebocoran data. 

“Dengan banyaknya aplikasi dan website yang dorman atau menganggur ini, banyak potensi serangan dan kebocoran data. Sistem yang aktif dipakai saja masih menjadi sasaran empuk. Karena itu, dalam membangun super app nanti perlu tim yang kuat, misalnya dari Kominfo, BSSN, BIN serta lembaga negara lain yang berkepentingan,” terangnya.

Lebih lanjut dia mengatakan pemerintah sudah memulai pembuatan super app ini, yaitu untuk aparatur sipil negara (ASN).  Ini dibuat untuk berbagai kebutuhan, mulai memangkas rantai birokrasi, integrasi-edukasi SDM dalam sistem serta reward yang terukur.  “Aspek keamanan tetap harus diperhatikan, ini bisa menjadi contoh bagi super app selanjutnya yang dibangun,” pungkas Pratama. (boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler