Pemerintah Jangan Larut dalam Euforia, Ada Utang Rp 6.418,15 T, Angka Kemiskinan dan Pengangguran Tinggi

Senin, 09 Agustus 2021 – 02:10 WIB
Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan atau Hergun mengingatkan pemeruntah soal utang, kemiskinan dan pengangguran. Foto: dokpri Hergun

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan mengingatkan pemerintah euforia atas rilis terbaru Badan Pusat Statistis (BPS) yang menyatakan pertumbuhan ekonomi triwulan II 2021 menyentuh angka 7,07 persen secara tahunan atau year on year (yoy).

Politikus Gerindra itu mengatakan bahwa berdasarkan data yang dirilis BPS dapat disimpulkan capaian pada kuartal II/2021 hanya mengembalikan kontraksi yang terjadi pada kuartal II/2020. BPS menyimpulkan perekonomian belum kembali ke jalur normal sebelum terjadinya pandemi Covid-19.

BACA JUGA: Faisal Basri Bongkar Fakta soal Utang Indonesia

"Catatan itu BPS tersebut hendaknya diperhatikan oleh pemerintah, sehingga tidak larut dalam euforia berlebihan. Masih banyak pekerjaan rumah yang menunggu untuk diselesaikan, misalnya, soal utang, angka kemiskinan, pengangguran, ketimpangan pendapatan (rasio gini) dan ketimpangan pertumbuhan wilayah," ucap Heri Gunawan dalam keterangannya, Minggu (8/8).

Hergun -panggilan Heri Gunawan- menerangkan bahwa Indonesia dinyatakan masuk resesi setelah pada kuartal II dan kuartal III 2020 mengalami kontraksi masing-masing  minus 5,32 persen (yoy) dan minus 3,49 persen (yoy).  

BACA JUGA: Sebut Ada Puluhan WNA China Masuk Melalui Bandara Soetta, Syarief Hasan: Ini Preseden Buruk

Kontraksi terus berlanjut pada kuartal IV/2020 dan kuartal I-2021, di mana pertumbuhan ekonomi tercatat minus 2,19 persen (yoy) dan minus 0,74 persen (yoy). Selanjutnya pada kuartal II/2021 terjadi kenaikan sebesar 7,07 persen.

"Atas capaian tersebut, maka dinyatakan pula bahwa Indonesia dinyatakan resmi keluar dari resesi," ucap Hergun.

BACA JUGA: Syarief Hasan Sebut Puluhan WNA China Itu Keluar dari Bandara Soetta dengan Pengawalan

Namun wakil ketua Fraksi Gerindra DPR itu menyebut, selain mengumumkan pertumbuhan ekonomi secara tahunan (yoy), BPS juga menyampaikan capaian secara kuartalan (Q to Q) di mana angka pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 3,31 persen.

Bahkan, katanya, BPS menggarisbawahi angka itu pertumbuhan ekonomi masih belum kembali ke jalur normal, seperti sebelum terjadinya pandemi Covid-19.

"Pertumbuhan ekonomi 7,07 persen salah satunya disebabkan oleh basis pertumbuhan ekonomi yang rendah pada kuartal II/2020," ujar politikus asal Sukabumi itu.

Oleh karena itu, Hergun meminta pemerintah fokus menyelesaikan pekerjaan rumah, seperti masalah utang, angka kemiskinan, pengangguran, ketimpangan pendapatan (rasio gini) dan ketimpangan pertumbuhan wilayah.

"Berbagi persoalan tersebut jika tidak segera ditangani secara tepat bisa menjadi bumerang untuk perekonomian di masa yang akan datang," lanjut ketua DPP Gerindra itu.

Soal utang pemerintah, katanya, hingga Mei 2021 posisinya sudah mencapai Rp 6.418,15 triliun. Total utang tersebut setara dengan 40,49 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Hergun pun mengingatkan agar pemerintah lebih bijak dalam mengelola pembiayaan negara agar utang ini tidak menjadi persoalan di masa yang akan datang.

Dia pun menyodorkan solusi agar pemerintah segera menaikkan penerimaan negara baik dari perpajakan maupun PNBP. Persoalan tax ratio yang semakin menurun dan 12 tahun berturut-turut terjadi shortfall perlu diatasi dengan memperluas basis perpajakan dan meningkatkan intensifikasi serta ekstensifikasi perpajakan.

"Namun dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip keadilan, transparansi, akuntabel dan tidak memberatkan rakyat kecil," ujar Hergun.

Sementara kemiskinan yang berjumlah 27,54 juta orang, pengangguran 8,75 juta orang, dan ketimpangan pendapatan yang dicerminkan dari rasio gini 0,384, katanya, bisa diatasi dengan meningkatkan program padat karya dan bantuan sosial.

"Setidaknya, bagi masyarakat yang terdampak kebijakan PPKM Darurat/Level 4 bisa bertahan," kata ketua Kapoksi Gerindra Komisi XI DPR itu.

Terakhir, Hergun menyebut dari laporan BPS juga bisa disimpulkan masih terjadi ketimpangan antarwilayah. Pulau Jawa yang berkontribusi 57,02  persen terhadap PDB sudah mampu tumbuh 7,88 persen. Tetapi, Sumatera yang memiliki kontribusi 21,73 persen terhadap PDB hanya mampu tumbuh 5,27 persen. Bahkan, Bali dan Nusa Tenggara hanya tumbuh 3,70 persen.

"Solusinya, pemerintah perlu memprioritaskan dukungan kebijakan ekonomi di Sumatera, Bali, dan Nusa Tenggara agar pada kuartal-kuartal berikut bisa tumbuh berimbang dengan wilayah-wilayah lainnya," pungkas Hergun. (fat/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler