jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah menargetkan peraturan tentang perpajakan bagi hasil migas dengan skema gross split berlaku akhir bulan ini.
Saat ini, pemerintah sedang berjuang keras merampungkan beleid tersebut.
BACA JUGA: Ekspor Migas Naik 12,84 Persen
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menuturkan, aturan tersebut ditunggu-tunggu kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang meminati blok-blok migas yang ditawarkan pemerintah.
Pasalnya, aturan itu memberi kepastian pada KKKS. Pembahasan aturan, tutur Arcandra, berlangsung secara intensif.
BACA JUGA: Gus Ipul : Jatim Dukung Industri Migas Dalam Negeri
Pekan ini, pihaknya akan bertemu dengan pihak-pihak terkait, termasuk Kementerian Keuangan.
Arcandra berharap sejumlah insentif yang diberikan untuk kegiatan migas yang sesuai ketentuan PP Nomor 27 Tahun 2017 juga berlaku untuk skema bagi hasil gross split.
BACA JUGA: 4 Proyek Hulu Migas Dapat Kemudahan
Misalnya, pemberian insentif perpajakan pada masa eksplorasi seperti pembebasan pemungutan bea masuk atau impor barang yang digunakan dalam rangka operasi perminyakan.
Juga, pengurangan pajak bumi bangunan seratus persen dari PBB migas yang terutang selama masa eksplorasi.
Dalam PP No 27 Tahun 2017, kontraktor wajib membawa modal dan teknologi serta menanggung risiko dalam rangka pelaksanaan operasi perminyakan berdasar kontrak kerja sama pada suatu wilayah kerja.
Selain itu, seluruh barang dan peralatan yang dibeli kontraktor dalam rangka operasi perminyakan menjadi barang milik negara yang pembinaannya dilakukan pemerintah dan dikelola SKK Migas.
Untuk meningkatkan produksi dan menjamin penerimaan negara, pemerintah dapat menetapkan bagi hasil migas serta bentuk dan besaran insentif kegiatan usaha hulu migas.
PP tersebut menegaskan, menteri dapat menetapkan besaran bagi hasil yang dinamis (sliding scale split) pada kontrak kerja sama. (dee/c21/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tiongkok dan Rusia Minati 8 Blok Terminasi
Redaktur & Reporter : Ragil