Pemerintah Optimis Pertumbuhan Ekonomi Capai 5,9 persen

Selasa, 10 September 2013 – 05:02 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Perekonomian global memang tengah bergejolak. Tahun ini, ekonomi dunia pun diperkirakan hanya akan tumbuh 3,1 persen dibanding tahun lalu. Meski begitu, pemerintah optimisi ekonomi Indonesia masih mampu tumbuh pada kisaran 5,8 hingga 5,9 persen.

Menurut Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmansyah, konsistensi pemerintah dalam melaksanakan reformasi struktural di bidang ekonomi membantu tercapainya target pertumbuhan ekonomi tersebut.

BACA JUGA: Anggap RKAKL Kementerian Tak Mencerminkan Keadaan

"Kunci dari kemampuan Indonesia untuk terus meningkatkan fundamental ekonomi sekaligus meningkatkan daya tahan terhadap goncangan ekonomi global adalah reformasi struktural yang terus dilakukan sejak beberapa tahun terakhir," kata Firmanzah, di Jakarta, kemarin (9/9).

Firmanzah menuturkan, pemerintah tidak memungkiri jika Indonesia iku terkena dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi yang tengah menjadi trend global. Diantaranya, terjadi perlambatan permintaan ekspor komoditas Indonesia.

BACA JUGA: Soal Outsourcing di BUMN, Dahlan Siap Ikuti Keputusan DPR

Sementara kebijakan "tight-money policies" sebagai antisipasi gejolak pasar keuangan global dipastikan akan mengurangi realisasi pertumbuhan ekonomi nasional.

Namun, Firmanzah tetap optimistis target pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan tercapai. Di samping itu, pertumbuhan Indonesia masih tercatat sebagai pertumbuhan tertinggi diantara anggota G20.

BACA JUGA: Mendag Pastikan Pasokan Kedelai Aman, Harga Terjangkau

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu, melanjutkan terdapat empat reformasi struktural yang telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya untuk bertahan di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia.

Pertama, kata Firmanzah, pasca krisis ekonomi 1998, Indonesia menjalankan kebijakan baik fiskal maupun moneter yang mengedepankan macroprudential.

"Defisit APBN terhadap PDB dijaga dalam rentan yang aman yaitu di bawah tiga persen. Selain itu, proporsi hutang/PDB juga terus diturunkan dari 56,6 persen pada tahun 2004, menjadi 28,4 persen pada 2009. Saat ini proporsi ini dapat terus ditekan dalam kisaran 24 persen,"katanya.

Selain itu, pemberian stimulus fiskal selama krisis ekonomi dunia 2008 juga sangat terukur dan sesuai dengan kemampuan negara. Sementara, kebijakan moneter juga terus mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan cadangan devisa, penetapan tingkat suku bunga acuan, dan intervensi terukur dalam pengelolaan nilai tukar mata uang rupiah.

Reformasi struktural kedua, lanjut Firmanzah, adalah diimplementasikan strategi "keep-buying policies" yang dilakukan sejak 2004. Strategi ini telah memperkuat struktur pasar domestik. Ketersediaan permintaan dari sisi pasar yang memadai menjadi stimulus bagi bergeraknya dunia usaha di Indonesia.

"Pelaku dunia usaha di Indonesia menikmati excess-demand yang sangat besar. Hal ini mempercepat pemulihan kinerja usaha baik BUMN, swasta nasional, kperasi dan sektor UMKM di Indonesia," tambahnya.

Kemudian, yang ketiga, dia mengungkapkan reformasi struktural dilakukan melalui percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Dia menyebutkan, melalui Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang diluncurkan pada 2011 lalu, menandai orientasi Indonesia untuk lebih menyeimbangkan sisi produksi.

Sejumlah proyek pembangunan infrastruktur dan sektor riil dipercepat pembangunannya untuk meningkatkan konektivitas serta efisiensi jaring produksi nasional.

"Percepatan pembangunan infrastruktur energi, transportasi, fasilitas produksi, serta sarana dan prasarana lainnya telah menjadikan Indonesia sebagai negara berorientasi investasi (investment-oriented country)," ungkap dia.

Reformasi struktural yang terakhir, kata Firmanzah, adalah upaya terus menerus melakukan perbaikan dari sisi "doing-business" di Indonesia. Upaya tersebut dilakukan melalui penataan sistem dan budaya kerja baik di tingkat pusat maupun daerah untuk terus mengurangi ekonomi biaya tinggi (high cost economy) melalui serangkaian program nasional.

Antara lain, mulai dari reformasi birokrasi, konsistensi dalam pemberantasan korupsi, perbaikan dan penyederhanaan regulasi-prosedur investasi, program Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), sampai dengan otomatisasi pelayanan publik.

"Keempat reformasi struktural yang secara konsisten kita lakukan selama ini meskipun belum sepenuhnya tuntas, namun telah membuahkan hasil positif," imbuhnya. (Ken)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jika Dolar Tembus Rp15 Ribu, Pemilu Harus Dipercepat


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler