jpnn.com, JAKARTA - Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) turut menyoroti penyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang menyebut Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua sebagai kelompok teroris.
Ketua PP PMKRI Benidiktus Papa mengatakan aksi teror Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan mengganggu masyarakat sipil memang tidak bisa dibenarkan dalam kemanusiaan dan hukum yang berlaku.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: THR PNS TNI-Polri Tidak Penuh, Hakim Gusar, KKB Teroris
Oleh karena itu, PMKRI mendukung penyidikan dan penindakan tegas terhadap mereka yang menjadi bagian dari kelompok tersebut.
Namun, dia mengingatkan gerakan teror yang masih sering terjadi di Papua merupakan peristiwa yang tidak berdiri sendiri, melainkan akumulasi dari sebuah problema sosial yang masih terjadi di Papua.
BACA JUGA: Demokrat Papua Mengkritisi Revisi UU Otsus dan Pelabelan Teroris untuk KKB
"Oleh karena itu pemerintah perlu berhati-hati dalam melakukan pendekatan sebab bisa berujung pada semakin memanasnya konflik," kata Benediktus melalui keterangan pers.
Dia mengatakan pelabelan Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua sebagai jaringan teroris perlu dikaji ulang.
BACA JUGA: May Day, Ada 15 Mahasiswa Papua Diamankan di Depan Kedubes AS
Pasalnya, kata dia, sampai saat ini pendefenisan teroris masih menjadi perdebatan baik dalam ruang lingkup akademisi, hukum, maupun politik.
Penyebutan tersebut, menurutnya, akan berakibat pada stigma dan sterotipe yang rawan konflik dan berimbas kepada masyarakat sipil Papua yang tidak berkaitan dengan KKB.
"Dalam hal tersebut kami mendorong pemerintah agar tegas mengklasifikan siapa saja kelompok yang bisa disebut teroris berdasarkan ciri dan karakteristik dalam arti perlu ada batasan yang tegas dan spesifik sehingga ini meminimalisir penyalahgunaan label tersebut kepada masyarakat sipil papua lainnya," tegasnya.
Dia meminta pemerintah menyelesaikan konflik di Papua melalui pendekatan sosio kultural sesuai karakteristik masyarakat Papua tanpa mengabaikan hukum yang berlaku di wilayah NKRI.
(Selain pendekatan sosio-kultural perlu pendekatan secara persuasi yang progresif untuk menghindari korban semakin berjatuhan baik dari masyarakat sipil maupun aparat. (flo/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Natalia