Pemerintah Perlu Bentuk Tim Khusus Atasi Lonjakan Harga Pangan dan Energi

Rabu, 09 Maret 2022 – 22:52 WIB
Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina menyarankan agar pemerintah segera mengatasi persoalan gejolak harga pangan yang terjadi saat ini. Foto: Humas DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina mendesak pemerintah segera menyelesaikan persoalan gejolak harga pangan yang terjadi saat ini.

Pasalnya, situasi yang makin hari makin memburuk terhadap tata niaga pangan dan energi ini masih terus berlangsung.

BACA JUGA: Minyak Goreng Langka, Apa Solusinya? Pemerintah Tolong Simak Saran Said Abdullah DPR

Padahal Kementerian Perdagangan (Kemendag) selalu menjanjikan harga normal dan stok aman menjelang puasa dan lebaran.

“Belum selesai masalah kenaikan dan kelangkaan minyak goreng dan kedelai, sekarang harga daging sapi mulai naik. Belum lagi gas elpiji nonsubsidi yang juga naik," kata Nevi melalui keterangan tertulis yang diterima, Rabu (9/3).

BACA JUGA: Tegas, Puan Maharani: DPR Terus Kawal Hak-hak & Perlindungan Terhadap Perempuan

Karena itu, dia menyarankan kepada pemerintah agar membentuk tim khusus yang dapat menangani persoalan pangan dan energi ini, sehingga pengendalian harga jelang puasa dan lebaran dapat dilakukan.

"Tim terdiri berbagai lembaga institusi kementerian di bawah Kemenko Perekonomian," sarannya.

Politisi PKS ini mengungkapkan selain dampak pandemi yang terus berlangsung, pecahnya perang Rusia-Ukraina telah membuat inflasi Indonesia

BACA JUGA: Usul PPKM Dihapus, Anggota DPR Ini Ingin Puasa Ramadan 2022 Lebih Tenang

Hal ini terutama dipicu kenaikan harga komoditas energi dan sumber daya mineral di pasar global.

Bahkan negara-negara di dunia yang sebelumnya inflasi pangan hanya 1 persen, kini ada yang mencapai 7 persen akibat kenaikan harga pangan.

“Pemerintah harus memastikan stok kebutuhan pangan tercukupi untuk 6 bulan ke depan," ujar Novi.

Dia mengatakan negara semestinya dapat memanfaatkan penggunaan sumberdaya dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan dan bahan baku yang terkait dengan energi, seperti batubara untuk listrik sebagai upaya mengurangi ketergantungan terhadap impor.

Anggota DPR dari dapil Sumbar II ini mengingatkan bahwa nilai impor minyak goreng negara sangat tinggi, padahal Indonesia termasuk produsen minyak goreng terbesar di dunia.

Data menunjukkan pada tahun lalu importasi minyak goreng mencapai USD 93,3 juta atau Rp 1,34 triliun (kurs Rp14.408 per USD).

Nilai ini naik 38,34 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Secara rinci impor minyak goreng berasal dari lima negara utama.

Terbesar dari negara tetangga Malaysia sebanyak 19,26 juta dan kemudian disusul dari negara Thailand sebanyak 16,5 juta kilogram.

Selanjutnya impor berasal dari Australia dengan volume sebanyak 6 juta kg, serta dari Spanyol sebanyak 1,3 juta kg dan dari Italia sebanyak 1,29 juta kg.

Mengutip data, Nevi mengatakan, pada Januari 2022 impor minyak goreng nabati tercatat sebanyak 4,42 juta kilogram.

Jumlah ini naik 4,37 persen dibandingkan Januari 2021 sebanyak 4,23 juta kilogram, setara dengan USD 8,2 juta atau naik 42,29 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Dia pun menegaskan agar pemerintah mengawasi distribusi kebutuhan bahan pokok, seperti minyak goreng, sehingga tidak terjadi penimbunan yang bisa mengakibatkan lonjakan harga.

"Pada jangka panjang, alternatif sumber pangan lokal harus mulai dibangun dengan mengupayakan substitusi. Sebab, Indonesia memiliki keanekaragaman komoditas pangan yang sejatinya bisa dimanfaatkan," pungkas Anggota Badan Anggaran DPR RI ini. (mrk/jpnn)


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler