jpnn.com - JAKARTA – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) menganggap Pemerintah Prancis sudah kelewatan apabila bersikukuh memberlakukan peraturan terkait pungutan pajak regresif terhadap Crude Palm Oil (CPO).
Ketua Umum APKASINDO Anizar Simanjuntak mengatakan pengenaan pajak regresif tersebut tidak masuk akal karena dianggap mengada-ada dan bentuk neokolonialisme atau penjajahan gaya baru.
BACA JUGA: Pesan Adhyaksa untuk Pramuka saat Hadapi MEA
“Ini neokolonialisme berbentuk persaingan dagang agar CPO kita lebih mahal dari minyak nabati yang diproduksi negara Prancis,” tegas Anizar di Jakarta, Kamis (4/2).
Anizar mendorong agar pemerintah mengadakan negosiasi dengan pihak pemerintah Prancis untuk membatalkan aturan pungutan pajak regresif tersebut. Pasalnya aturan pajak baru ini berdampak sangat merugikan petani sawit di Indonesia.
BACA JUGA: Kecewa di Proyek Kereta Cepat, Jepang Tutup Panasonic-Toshiba Indonesia?
“Apabila tidak ada pembatalan terkait aturan tersebut, kami para petani sawit siap turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi ke kedutaan Prancis di Indonesia,” kata Anizar.
Sekjen APKASINDO Asmar Arsjad menambahkan, Pemerintah Prancis sudah keterlaluan apabila pungutan pajak regresif terhadap produk CPO bertujuan untuk membiayai kesehatan masyarakat dan petani di sana.
BACA JUGA: Biar Tak Terjerumus Utang, Yuk Pelajari Beda Kredit Tanpa Agunan dan Kredit Multiguna
“Masa kita, petani sawit disuruh memfasilitasi kesehatan masyarakat dan petani Prancis,” tuturnya.
Lebih lanjut, Asmar mengusulkan agar pemerintah membuka pasar ekspor baru untuk CPO dan menyetop ekspor ke Uni Eropa. Asmar beralasan apabila Prancis jadi menerapkan aturan pungutan pajak regresif tersebut maka akan menular ke negara eropa lainnya.
“Kita buka pasar baru ke negara-negara seperti Uzbekiztan, Turki dan negara Balkan lainnya,” cetusnya.
Selain itu, lanjut Asmar pemerintah juga perlu menggalakkan penyerapan CPO di dalam negeri agar produksi dapat terserap dengan maksimal.
Seperti diketahui, Prancis berencana mengenakan pajak terhadap produsen sawit impor yang masuk ke negara itu secara bertahap, untuk tahun 2017 sebesar 300 euro per ton, kemudian tahun 2018 sebesar 500 euro per ton. Kemudian pada tahun 2019 sebesar 700 euro per ton, dan menjadi 900 euro per ton pada 2020. Padahal selama ini pungutan pajak sebesar 103 euro per ton.(esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rizal Ramli Tuding Prancis Ingin Matikan Industri Sawit Indonesia
Redaktur : Tim Redaksi