jpnn.com, JAKARTA - Peningkatan kapasitas anggota Kampung Siaga Bencana (KSB), latihan rutin dan terstruktur menjadi urutan prioritas kebijakan yang harus segera ditindaklanjuti untuk mempersiapkan masyarakat yang siap menghadapi bencana.
Hal ini diungkapkan Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial, Harry Hikmat setelah mendengar pemaparan hasil penelitian tentang Kampung Siaga Bencana. “Ini betul-betul menjadi input dalam pengembangan penanganan bencana berbasis komunitas,” ujar dia.
BACA JUGA: Perhutani dan BNPB Bersinergi Tanggulangi Bencana
“KSB merupakan salah satu prioritas yang sifatnya pencegahan. Seperti diketahui setelah terjadi bencana di Selat Sunda perlu ada penyesuaian dalam penyiapan KSB,“ kata Harry saat menerima delegasi World Food Program (WFP) di Jakarta, Selasa (21/5).
Pembentukan KSB, lanjut Harry mengarah kepada pendekatan kawasan. Sehingga pemikiran kampung sebagai kawasan, bersifat lokal sifatnya. Mungkin saja terjadi, banjir melintasi beberapa desa, sehingga kita bisa fasilitasi terbentuknya KSB.
BACA JUGA: Sebegini Nilai Investasi untuk Bangun Transportasi Terintegrasi di Jabodetabek
“KSB tidak identik dengan kampung tetapi lebih kepada memfasilitasi masyarakat untuk lebih bisa memiliki kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana,” tandasnya.
WFP telah melakukan studi tentang KSB dengan melibatkan 34 KSB dan 14 mitra kerja di tujuh propinsi. Dari hasil penelitian tersebut, WFP merekomendasikan peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat dalam pengelolaan KSB menjadi prioritas yang utama untuk segera dilakukan.
BACA JUGA: TNI, USIPACOM dan HING Tingkatkan Kemampuan Penangulangan Bencana
“Prioritas kebijakan yang pertama adalah capacities (kapasitas), yang kedua permanence (keabadian) dan urutan yang ketiga adalah funding (pendanaan),” ujar Leason Officier EPR WFP Wipsar Dina Triandini.
Penelitian tersebut bertujuan untuk mengumpulkan praktek baik dan pembelajaran dari KSB-KSB yang telah terbentuk untuk meningkatkan kualitas program KSB di masa mendatang. Dari penelitian itu, WFP menemukan setidaknya ada 12 masalah yang terjadi dilapangan yang harus segera ditindaklanjuti.
“Setidaknya terdapat 12 hal yang ditemukan dilapangan, yaitu Sustainability, Permanence, Effectiveness, Ownership, Adaptiveness, Inclusion, Institutionalism, Policy Environment, Capacities, Culture, Funding, dan Accountability,” lanjut Dina.
Legalitas merupakan aspek penting dalam sebuah organisasi berbasis komunitas seperti KSB, hal ini akan mempermudah akses pendanaan untuk KSB.
“Beberapa hal yang sangat penting dalam proses pembentukan KSB adalah motivasi dalam pembentukan KSB, pengalaman organisasi dari anggota KSB, jiwa kepemimpinan dari masyarakat sekitar dan penambahan durasi pembentukan untuk KSB," ungkap Dina.
Kerjasama dengan berbagai pihak juga jangan diharapkan sebagai upaya meningkatkan efektifitas KSB, diantaranya kerjasama dengan pemerintah daerah, komunitas lokal, pihak swasta dan institusi pendidikan terkait
Setidaknya ada tiga kunci yang akan memastikan adanya rasa kepemilikan terhadap KSB. “Pertama adanya ketokohan atau kepemimpinan lokal yang kuat, kedua pemilihan pengurus dan anggota yang tepat dan yang ketiga memanfaatan sumber daya lokal,” paparnya
Inovasi berbasis kearifan lokal juga menjadi hal yang sangat penting dalam KSB, diantaranya dengan mengembangkan program sesuai dengan budaya dan kemampuan masyarakat, eksistensi KSB tidak sebatas untuk penanganan bencana tetapi juga menjadi solusi problem sosial masyarakat dan pengembangan ekonomi kreatif dari lumbung sosial. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mensos: Tagana Masuk Sekolah Siap Jadi Gerakan Nasional
Redaktur & Reporter : Adil