Kementerian BUMN Endus Mafia Besar di Industri Kesehatan

Jumat, 17 April 2020 – 19:42 WIB
Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga memberikan keterangan di gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (17/2/2020). Foto: ANTARA/ Zubi Mahrofi

jpnn.com, JAKARTA - Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengungkapkan bahwa ada mafia besar baik skala global maupun lokal yang membuat Indonesia tidak mandiri dalam industri kesehatan. Arya menuturkan, Menteri BUMN Erick Thohir pun mengetahui tentang itu.

"Mengenai mafia alat kesehatan dan bahan-bahan kesehatan, ini sebenarnya jauh-jauh hari ketika Pak Erick Thohir dilantik jadi Menteri BUMN, beliau sudah punya gambaran besar mengenai keamanan energi, pangan, dan kesehatan. Ketika beliau (Erick Thohir) mendalami health security ternyata terbukti Indonesia itu berat di urusan-urusan kesehatan, alat kesehatan dan obat-obatan saja hampir 90 persen bahan dari impor," ujar Arya Sinulingga di Jakarta, Jumat (17/4).

BACA JUGA: Djohar Arifin Sarankan PSSI Cari Sekjen yang Bukan dari Kelompok Mafia

Kondisi itu, lanjut dia, membuat Erick Thohir segera membentuk sub-holding farmasi agar dapat membendung ancaman terhadap bangsa saat terjadi sesuatu.

"Makanya setelah itu beliau bentuk yang namanya sub-holding farmasi, ide ini disampaikan juga ke Presiden Jokowi melihat itu sebagai sesuatu yang harus dijaga, dan kita harus menjaga yang namanya health security, makanya Pak Jokowi memerintahkan Pak Erick mempercepat proses penanganan masalah kesehatan, farmasi tepatnya," papar Arya.

BACA JUGA: Permen ESDM Terkait Harga Gas Industri Tertentu Dinilai Perlu Dievaluasi

Arya menyampaikan sub-holding BUMN farmasi tersebut terdiri dari Bio Farma, Kimia Farma dan Indofarma, dengan Bio Farma sebagai induknya.

"Jelas arahan Pak Jokowi kepada Pak Erick supaya memberantas mafia-mafia ini dengan membangun industri farmasi sehingga bisa produksi sendiri kebutuhan kita," ucapnya.

BACA JUGA: Industri Kesehatan Jadi Lahan Empuk Berinvestasi

Selama ini ia menjelaskan pengusaha asing membawa bahan baku alat kesehatan seperti APD dan masker untuk diproduksi di Indonesia. Setelah selesai, barang itu diambil oleh pengusaha itu.

"Itu proses yang terjadi selama ini dan kita akhirnya impor juga barang tersebut karena barang itu bukan punya kita, itu milik yang punya bahan. Pabriknya ada, tapi bahan baku dari luar semua, Indonesia hanya tukang jahitnya doang," katanya.

Demikian pula dengan alat bantu pernapasan atau ventilator yang saat ini barang tersebut masih harus impor.

"Ketika pak Erick mengumpulkan beberapa perusahaan, industri otomotif dan litbang untuk kita bisa buat ventilator, ternyata dalam tempo sebulan teman-teman perguruan tinggi bisa buat ventilator, walau ventilatornya bukan untuk pasien yang masuk ICU. Tapi dari litbang mampu buat ventilator untuk pasien di ruang ICU yang sudah parah," kata Arya.

Artinya, lanjut dia, bangsa kita mampu membuat dan Kementerian BUMN di bawah naungan Erick Thohir telah menugaskan PT Len Industri (Persero), PT Pindad (Persero), dan PT Dirgantara Indonesia/PTDI (Persero) untuk memproduksi ventilator.

"Mudah-mudahan kalau lulus uji klinik maka ventilator ini sudah bisa untuk digunakan dan diproduksi BUMN," ujar Arya.

Ia menyampaikan bahwa bangsa Indonesia selama ini terlalu sibuk dengan perdagangan dan tidak berusaha membangun industri, salah satunya kesehatan.

"Corona jadi ujian dan buka mata kita semua. Pun dengan obat-obatan, kita pun berusaha. Selama ini kita trading saja, tanpa membangun, ini yang dilihat Pak Erick Thohir," papar Arya. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Rasyid Ridha

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler